TintaSiyasi.com -- Dua remaja yang menjadi pelaku penculikan dan pembunuhan bocah 11 tahun di Kota Makassar mencontoh dan mengonsumsi konten negatif di internet. Menurut Kombes Polisi Budhi Haryanto (Kepala Polrestabes Makassar), ditinjau dari aspek sosiologi keluarga dan pergaulan tersangka diwarnai dengan hal negatif.
"Tentang jual beli organ tubuh. Dari situ, tersangka terpengaruh. Ingin menjadi kaya. Ingin memiliki harta sehingga munculah niatnya tersangka melakukan penculikan dan pembunuhan. Rencananya, organ dari anak yang dibunuh ini akan dijual oleh pelaku," katanya.
Dari aspek psikologis, lanjut Budhi, "Pelaku sering dimarahi oleh orang tuanya karena persoalan uang. Karena motif ekonomi, pelaku ingin menunjukkan kepada orang tuanya ia bisa mencari uang. Ekonomi keluarga pelaku memang kurang lah yah. Dari situ, pelaku terpengaruh ingin menjadi kaya dan memiliki harta sehingga munculah niatnya melakukan pembunuhan," ungkapnya.
Namun ketika berhasil menghabisi nyawa korban, kedua pelaku bingung dan tidak punya pengetahuan terkait prosedur pengambilan organ tubuh dari korban, sehingga jenazah korban ditinggalkan di kolong jembatan (Kompas.com, 11 Januari 2023).
Sekularisme, pemisahan agama dengan kehidupan beserta asasnya yang liberal (menuntut kebebasan) telah berhasil menjauhkan generasi dengan agamanya. Sehingga mereka tak lagi memiliki rasa keterikatan terhadap nilai-nilai agama dan cenderung mengambil solusi yang pragmatis dalam menyelesaikan problematika hidup.
Pragmatisme merupakan sifat seseorang yang cenderung berfikir praktis, sempit dan instant. Orang yang bersifat seperti ini menginginkan segala sesuatu yang dikerjakan atau direncanakan dapat segera tercapai tanpa mau berfikir panjang dan tak mau melalui proses yang lama. Sehingga seringnya hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan tujuan awal.
Biasanya sifat pragmatis ini identik dengan orang yang kurang penyabar dan ambisius. Seseorang yang ambisius selalu ingin membuat perubahan dengan cepat. Sehingga tak heran jika orang seperti ini mempunyai keinginan yang keras dan tak mau dikalahkan oleh orang lain. Sifat ambisius ini cenderung mengarah pada hal-hal yang negatif, mereka melakukan berbagai macam cara untuk mencapai keinginannya.
Generasi pragmatisme akan semakin menjamur ditengah derasnya arus sistem sekularisme saat ini. Karena, mereka tidak lagi menjadikan aturan agama yang Allah turunkan melalui Al-Qur’an dan Al-Hadist sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan. Bahkan mereka menganggap bahwa aturan dan norma-norma agama sebagai sesuatu yang asing bagi mereka.
Tentunya hal ini sudah tersistem dengan baik. Yang mana ketika kedua orang tua, terutama ibu sebagai Al-Madrasatul ‘Ula (madrasah pertama) bagi anak-anaknya disibukkan untuk bekerja (membantu perekonomian keluarga) diluar peran domestiknya dalam mengurusi rumah tangga. Hal ini sangat dipengaruhi oleh kebijakan politik di suatu negara.
Misalnya ketika bahan pokok naik, biaya pendidikan naik, tidak adanya jaminan kesehatan yang mumpuni dari negara, sulitnya mendapatkan pekerjaan bagi para suami/ayah, dan banyak persoalan lainnya, sehingga mengharuskan para ibu turut bekerja sebagai upaya membantu perekonomian keluarga. Ketika para ibu sudah sibuk dengan peran barunya dalam pekerjaan, maka perannya sebagai madrasah pertama bagi anak-anaknya akan sulit untuk dijalankan secara utuh.
Dampaknya adalah generasi saat ini akan tergerus sedikit demi sedikit oleh tsaqofah asing, karena tidak adanya ilmu agama yang mereka peroleh di rumah sebagai benteng utama dan modal mereka dalam memasuki dunia luar. Maka tak heran jika saat ini banyak ditemukan pemuda yang pragmatis dalam mengambil keputusan. Salah satu contohnya adalah kasus pembunuhan oleh dua orang remaja di atas.
Mereka ingin memperoleh uang yang banyak dan termotivasi ingin menjadi kaya dengan cara yang instan, akhirnya tanpa fikir panjang mereka telah dikuasai oleh hawa nafsu, sehingga mereka tak ragu untuk menghabisi nyawa seorang anak berumur 11 tahun. Na’udzubillah tsumma na’udzubillah.
Padahal di dalam Islam, tidak boleh menghabisi nyawa seseorang tanpa alasan yang syari. Allah SWT berfirman, “Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.“ (TQS. Al-Maidah: 32).
Maka jelaslah sudah bahwa pemisahan agama dari kehidupan hanya akan menimbulkan kerusakan bagi para generasi muda, pemuda tidak lagi menggunakan potensinya dalam hal-hal yang bermanfaat, rasa keberanian yang mereka miliki tak lagi diarahkan untuk berani membela Islam. Rasa penasaran yang tinggi dalam diri pemuda tak lagi dijawab dengan mempelajari Islam secara keseluruhan melainkan mereka cenderung mencoba hal-hal negatif seperti narkoba, seks bebas, dan pembunuhan.
Kehidupan mereka dipenuhi dengan sifat iri dan dengki, mereka cenderung tidak pernah puas atas limpahan nikmat yang telah Allah berikan. Karena, mereka sangat berorientasi materi, materi dijadikan sebagai ajang untuk saling berbangga diri, seluruh tenaga mereka dikerahkan hanya untuk menjadi 'sapi perah' kapitalisme. Tanpa mereka sadari yang mereka kejar hanyalah dunia semata, mereka lupa bahwa akhirat adalah tempat pulang yang kekal.
Dalam Islam kita diajarkan untuk tidak berorientasi pada materi, apalagi saat ini kebanyakan orang beranggapan bahwa rejeki itu tergantung pada usaha manusia, sehingga usaha manusialah yang menentukan rejeki. Akibatnya, umat Islam saat ini menjadi umat yang materialistik. Mereka tidak mau berkorban untuk kepentingan Islam, mereka takut menentang kezaliman karena khawatir akan kehilangan kedudukan dan hartanya.
Padahal, rejeki seseorang tergantung pada iradah dan masyi’ah Allah SWT. Sehingga besar kecilnya usaha (ikhtiar) manusia tidak akan menentukan besar kecilnya rejeki seseorang, namun usaha (ikhtiar) manusia tetap merupakan faktor yang menentukan halal dan haramnya perolehan rejeki yang diberikan oleh Allah SWT.
Kemudian, dalam Islam kita diajarkan untuk takut kepada Allah dalam kondisi tersembunyi dan terang-terangan. Sehingga apapun perbuatan kita, baik itu disaksikan oleh orang lain maupun hanya kita seorang diri, kita senantiasa menautkan hati kita kepada Allah SWT dan senantiasa memiliki kesadaran untuk terikat dengan hukum syarak.
Dengan demikian seorang Muslim yang taat tidak akan mudah untuk menghabisi nyawa seseorang terlebih hanya untuk memuaskan hawa nafsu dan memperoleh materi semata. []
Oleh: Marissa Oktavioni, S.Tr.Bns
Aktivis Muslimah
0 Comments