TintaSiyasi.com -- Video disawernya seorang qariah saat melantunkan ayat suci pada bulan Oktober tahun lalu pun viral di dunia maya. Beragam komentar dan tuduhan pelecehan agama ramai diperbincangkan.
Qariah Nadia Hawasy angkat bicara usai videonya disawer saat mengaji viral di media sosial. Nadia pun mengaku merasa tidak dihargai dengan aksi sawer tersebut. Namun dia tidak bisa marah saat itu karena posisinya sedang mengaji tetapi seusai melantunkan ayat suci Al-Qur'an Nadia turun dari panggung dan langsung menegur panitia.
Nadia menuturkan kejadian tersebut dirinya sedang menghadiri acara maulid di Kecamatan Cibaliung, Kabupaten Pandeglang Oktober 2022. Saat itu ia diundang untuk mengisi acara Maulid Nabi sebagai qariah dan saat membaca lantunan ayat suci dan saat itu panitia baik laki-laki maupun perempuan menyawernya.
Meskipun salah satu pelaku sawer telah meminta maaf atas perbuatannya dan mengatakan tidak mempunyai maksud tertentu apalagi melecehkan agama namun masalah ini tetap menuai hujatan.
Tidak berselang lama Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Cholil Nafis menyatakan bahwa saweran uang kepada Qari atau Qariah merupakan cara yang salah dan tak menghormati majelis. Cholil melalui akun Twitternya menyatakan bahwa ini cara yang salah dan tak menghormati majelis. Perbuatan haram dan melanggar nilai-nilai kesopanan.
Begitu pula Direktur Jenderal Bimas Islam Kementerian Agama (Kemenag) Kamaruddin Amin menegaskan Qari atau Qariah yang disawer uang telah mengurangi sakralitasnya pembacaan ayat suci Al-Qur'an. Kamaruddin juga menjelaskan pada Qari atau Qariah dan kitab Al-Qur'an harus dihargai dengan standar etika yang tinggi. Ia menegaskan sudah seharusnya mendengarkannya dengan khusyuk ketika ayat suci Al-Qur'an dibacakan.
Kasus disawernya seorang qariah yang sedang membaca Al-Qur'an tersebut tentu sangat memprihatinkan bagi kita khususnya umat Islam dan bisa dikatakan sebagai salah satu bentuk pelecehan dan desakralisasi terhadap Al-Qur'an. Hal ini menunjukkan sudah hilangnya adab terhadap kitab suci yang seharusnya dijunjung tinggi.
Tetapi keinginan kita saat ini untuk menjungjung tinggi Al-Qur'an menjadi satu hal yang sulit untuk diwujudkan dalam sistem sekuler yang menjauhkan agama dalam kehidupan dan justru berlandaskan HAM dan menjunjung tinggi kebebasan perilaku. Dengan ide kebebasan tersebut negara menjamin orang untuk berbuat apapun dengan dalih hal tersebut hak asasi manusia. Dengan pemahaman tersebut membuat umat berbuat sekehendak hatinya dan tanpa disadari ternyata telah melecehkan agama.
Di samping itu pendidikan berbasis sekuler telah mencetak generasi yang miskin adab dan justru menghantarkan para generasi ini berbuat sesuka hati dalam kehidupannya tanpa mempedulikan lagi etika apalagi agama.
Hal ini tentu berbeda dengan Islam. Islam mengajarkan bahwa ketika akan melakukan suatu perbuatan harus selalu terikat dengan hukum syarak. Dengan mengetahui hukum syariat tersebut kita akan mengetahui bahwa suatu perbuatan itu hukumnya wajib, haram, sunah, mubah atau haram. Dengan landasan hukum perbuatan tersebut maka akan mempertimbangkan perbuatan yang akan dilakukan. Jadi setiap melakukan perbuatan pasti mempunyai tujuan dan menyadari bahwa dari setiap amal perbuatan pasti akan dimintai pertanggungjawaban. Jadi dengan pemahaman seperti ini tidak akan lagi terjadi pelecehan terhadap Al-Qur'an sebagai kitab suci karena itu adalah perbuatan yang dilarang.
Tetapi untuk mewujudkan semua itu tentu tidak bisa kita laksanakan saat ini di mana aturan kehidupan saat ini masih menggunakan kapitalisme sekuler. Umat membutuhkan adanya institusi pelindung yang akan menjaga kemuliaan Al-Qur'an dan pembacanya juga penerapan secara kaffah dalam kehidupan. Dan ini hanya akan terwujud ketika umat memiliki negara yang memuliakan Al-Qur'an yaitu Khilafah Islamiyah. []
Oleh: Zulia Adi K., S.E
Sahabat TintaSiyasi
0 Comments