TintaSiyasi.com -- Dikutip dari Republika (1/1/2023), sepanjang tahun 2022 penanganan kasus narkoba sebanyak 39.709 perkara. Barang bukti yang disita penyidik juga mencengangkan, ada ganja 78,2 ton, pohon ganja 416.100 batang, heroin 0,26 Kg, kokain 55 Kg, ekstasi 1 juta butir, shabu 6,3 ton dan tembakau gorilla 27 Kg. Itu fakta tentang kasus narkoba tahun 2022, bisa dibayangkan berapa banyak generasi yang rusak karenanya, jika yang disita saja sebanyak itu? Tak hanya narkoba, kasus kejahatan pada tahun 2022 juga meningkat. Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo mengatakan bahwa angka kejahatan atau tindak pidana selama kurun waktu 2022 mengalami kenaikan sekitar 7,3 persen dibanding pada tahun 2021 lalu. Pada tahun 2021 lalu ada 257.743 tindakan kejahatan sedangkan tahun 2022 sebanyak 276.507 (Republika, 1/1/2023).
Kasus lain yang juga sama mengerikannya, yang seolah menjadi kutukan untuk negeri ini, yaitu korupsi. Prestasi yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung (Kejakgung) yaitu memecahkan rekor penangan perkara tindak pidana korupsi sepanjang 2022, seolah mengiyakan kutukan tersebut. Bukan malah bangga tapi justru miris melihat kondisi negeri yang seolah menjadi rebutan tikus-tikus berdasi. Total kerugian negara dan kerugian perekonomian negara sepanjang tahun 2022 bahkan mencapai Rp 142 triliun. Uang tersebut bahkan setara dengan jumlah investasi yang dikucurkan korsel untuk pendirian pabrik baterai di KIB. Sementara dalam proses di persidangan, tim Jampidsus-Kejakgung sepanjang 2022 sudah menuntut terdakwa pada 80 perkara tindak pidana korupsi dan turunannya. Total angka kerugian negara serta perekonomian negara sebesar Rp 144,21 triliun dan 61,94 juta USD (Rp 952 miliar). Uang-uang tersebut hanya perhitungan kerugian negara yang sudah ditangani, bagaimana dengan kasus-kasus yang belum terungkap. Pasti lebih fantastis lagi (Republika, 1/1/2023).
Tahun 2022 telah berlalu, menyisakan segudang PR yang harus diselesaikan. PR yang luar biasa berat, tapi kita harus optimis untuk memperbaiki kondisi negeri. Seperti halnya optimis presiden Joko Widodo lewat cuitannya, “menyongsong harapan dan peluang yang baru di 2023 untuk menuju Indonesia yang maju.” Tapi harapan tersebut jangan sekedar wacana, harus ada solusi nyata untuk mewujudkannya. Resolusi 2023 harus dilakukan untuk mewujudkan Indonesia lebih sejahtera. Tak sekedar slogan politik untuk menuju 2024. Tapi benar-benar dari hati yang tulus pemangku kebijakan. Untuk itu harus ada perubahan yang dilakukan pada tahun 2023 ini.
Resolusi Indonesia tahun 2023 harus jelas. Dimulai dari mengindra akar masalah negara ini, sehingga akan benar solusi yang diambil. Ibarat mengobati penyakit, harus jelas sakitnya, baru paham obat yang tepat untuk diberikan. Maka fakta kerusakan negeri yang dipaparkan diatas jelas-jelas bukanlah faktor intoleran antar masyarakat, bukan pula akibat orang-orang yang dituduh radikal, apa lagi ekstrimis. Maka pantas kalau kita sepakat kalau bukanlah obat yang tepat dengan mengalirkan program-program moderasi beragama ke lembaga-lembaga negara bahkan lingkup terkecil masyarakat yaitu keluarga.
Semua masalah yang ada, mulai dari kasus narkoba, kejahatan, bahkan korupsi, semua berpangkal dari diterapkannya sistem sekuler. Sistem yang memisahkan agama dari negara, memisahkan agama dari kehidupan. Akhirnya negara diatur atau mengatur menggunakan aturan buatan manusia yang sarat akan kepentingan. Makanya bisa kita saksikan, sebesar apapun uang yang dirampok oleh koruptor, pasti hukumnya ringan, bahkan didiskon. Tapi sebaik apapun aturan yang disarankan untuk diterapkan ke negara ini, jika argumennya hal tersebut berasal dari agama, maka tertolak.
Tapi lihatlah bagaimana kondisi negeri ini setelah puluhan tahun merdeka, puluhan resolusi awal tahun dibuat, tapi keberkahan jauh darinya. Itu karena dijauhkannya agama dari pengaturan negaranya dan kehidupan rakyatnya. Untuk itu, jika negeri ini ingin tahun 2023 lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya, maka satu-satunya resolusi yang harus di laksankan ialah meninggalkan sistem sekuler kapitalis yang rusak dan merusak ini. Dan beralih menuju sistem Islam yang berasal dari wahyu Allah SWT. Jadi, bukan sekadar mengganti orang karena kerusakan yang ada hari ini bukan sekedar ada pada orang, melainkan ada pada asas sistem yang diterapkan. Maka negeri ini belum terlambat untuk berubah. Berubah kearah kebenaran, untuk menggapai keberkahan.
Sebagaiman firman Allah yang artinya, “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Q.S Al-A’raf :96).
Sejarah juga menunjukkan kehidupan umat yang hidup dalam naungan Islam, mereka sejahtera, persatuannya hakiki, dan keberkahan terwujud dalam kadar yang tak pernah ada bandingannya. Tak hanya setahun, tapi berabad-abad lamanya, umat Islam mampu tampil menjadi umat terbaik, memimpin peradaban cemerlang sekaligus menebar rahmat ke seluruh alam. Maka mari sama-sama kita wujudkan resolusi Indonesia tahun 2023 yaitu mengembalikan kejayaan Islam dengan penerapan sistem Islam secara kaffah.
Wallahu a'lam. []
Oleh: Mia Purnama
Aktivis BMI
0 Comments