Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Problematika Dispensasi Nikah, Bukti Generasi Kian Jauh dari Islam


TintaSiyasi.com -- Ponorogo membuat geger media akhir-akhir ini. Pasalnya, ratusan pelajar tercatat mengajukan permohonan dispensasi nikah. Pengadilan Agama (PA) Ponorogo menerima 191 permohonan anak menikah dini selama 2022. Berdasarkan data, rentang usia anak terbanyak yang mengajukan permohonan dispensasi nikah adalah 15-19 tahun yang jumlahnya mencapai 184 perkara. Sisanya adalah pemohon dispensasi nikah di bawah 15 tahun, yakni 7 perkara. Sebagian besar alasan karena anak hamil duluan dan bahkan ada yang telah melahirkan. Sisanya karena sudah berpacaran dan lebih memilih menikah daripada melanjutkan sekolah (detiknews).

Jumlah perkara semacam ini di Pengadilan Agama Ponorogo ternyata sudah terjadi sejak 2 tahun terakhir. Tahun 2021 sebanyak 266 permohonan, tahun 2022 191 permohonan, bahkan minggu pertama 2023 sebanyak 7 orang mendaftar dispensasi nikah, diantaranya siswa kelas 2 SMP dan SMA. Ruhana Faried selaku Humas Pengadilan Agama Ponorogo, mengatakan, "Semuanya dikabulkan karena semuanya sudah memenuhi unsur mendesak. 7 orang itu semuanya anak sekolah. Anak kelas 2 SMP dan 2 SMA," ucapnya, Selasa, 10 Januari 2023 (detik60.com).

Dada sesak dibuatnya. Kasus di atas bukan hanya sekedar angka, tapi itulah fakta yang terpampang nyata saat ini. Bagaimana muda-mudi bangsa ini sudah kian rusak dan tersesat kehilangan arah. Sungguh miris melihat perilaku generasi saat ini, mereka sibuk mengejar duniawi dan eksistensi diri, hingga yang nampak justru hanyalah potret betapa bobroknya generasi hari ini.

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas turut menyoroti soal kasus di atas. "Dari hal tersebut, kita tahu bahwa kita telah gagal dalam mendidik anak-anak kita dengan akhlak dan budi pekerti yang baik," kata Anwar Abbas kepada viva, Jumat 13 Januari 2023.


Mendidik Anak dalam Islam

Mengajarkan tauhid kepada anak merupakan pondasi dasar dalam pendidikan Islam, bahkan nilai tauhid harus diajarkan sejak awal pertumbuhan mereka. Sehingga nilai itu akan tumbuh mengakar di dalam jiwa anak. Tauhid artinya kita sebagai hamba harus meyakini penuh bahwa Allah sebagai satu-satunya yang kita sembah. Lantas menjadikan kita hamba-hamba yang bertakwa yang senantiasa takut pada Allah.

Tidak berhenti hanya pada soal meng-Esa-kan Allah. Nilai ketauhidan adalah bagaimana kita memaknai Allah bukan hanya sebagai Al-Khaliq saja, melainkan juga sebagai Al-Mudabbir (Maha Pengatur). Bahwa Allah-lah yang berhak mengatur segala urusan kita di dunia melalui hukum-hukum syariat-Nya, dan kita sebagai hamba wajib samina wa athona, taat tanpa tapi tanpa nanti.

Selain itu, Islam juga memerintahkan untuk menanamkan akidah sejak dini. Akidah laksana akar pohon yang mencengkeram tanah, haruslah kuat. Agar jika badai datang ia tak mudah digoyahkan. Anak harus dipahamkan betul perihal; darimana kita berasal, untuk apa kita hidup, dan akan kemana setelah kehidupan ini. Dengan demikian, kelak saat baligh, mereka sudah paham bahwa dirinya adalah abdullah yang siap mengemban tanggung jawab menunaikan segala perintah Allah dan menjauhi apa-apa yang dilarang-Nya guna mewujudkan visi meraih keridhaan Allah dunia dan akhirat.

Mari kita bertanya pada diri, sudahkah memenuhi kewajiban mendidik anak-anak sesuai yang Allah inginkan? Jangan-jangan ketidakmampuan kita selama ini untuk menanamkan nilai tauhid dan akidah kepada anak-anak kita berdampak pada kasus seperti di atas, naudzubillah.


Peran Negara

Persoalan di atas diperparah karena negara juga tak punya visi penyelamat generasi. Jadilah generasi mengikuti kemana arus tertiup oleh angin, negara abai terhadap bahaya yang mengancam.

Bagaimana tidak? Di masa pandemi belakangan ini, anak sekolah diwajibkan menggunakan alat komunikasi, sehingga mereka bebas menggunakan untuk hal-hal yang di luar batas. Kemudahan mengakses video porno, tayangan-tayangan film yang mempertontonkan masalah percintaan remaja, munculnya konten-konten unfaedah seperti yang sedang viral saat ini; Fajar sadboy sang pengemis cinta menggambarkan bagaimana generasi hari ini sangat mudah sekali rapuh.

Alhasil, yang ada dalam isi kepala generasi bangsa ini tak jauh dari soal percintaan dan hubungan badan. Tidakkah mereka terpikirkan pada masa depan cerah? bagaimana berbakti pada orangtua atau memajukan bangsa. Padahal pemuda adalah tonggak peradaban bangsa. Jika pemudanya rusak, rusak pula lah peradabannya.

Begitulah cara sistem sekularisme menghancurkan generasi Islam. Sekularisme dengan paham turunannya yang batil seperti liberalisme memang meniscayakan kehidupan yang bebas tanpa batas. Sikap yang tidak ingin diatur, baik dengan aturan Allah ataupun aturan manusia. Mereka ingin hidup bebas dan bertindak semaunya, melakukan apapun asalkan tidak merugikan orang lain. Inilah yang digencarkan Barat untuk merusak pemuda Muslim saat ini. Barat tidak rela jika pemuda hari ini mengkaji Islam kaffah. Karena hal itu akan membahayakan eksistensi sekularime kapitalisme di negeri-negeri kaum Muslim.

Tidakkah kita jengah pada problematika yang ada? Mengingat problematika umat saat ini telah melibatkan seluruh dimensi kehidupan. Sudah seberapa urgen generasi ini butuh solusi yang pasti? Hanya sistem Islamlah yang mampu mengatasinya secara tuntas.

Negara dalam sistem Islam, akan bertanggung jawab penuh menjaga moral melalui penerapan syariat Islam secara kaffah, sehingga tercipta lingkungan yang memudahkan umatnya untuk taat. Dengan otomatis sanksi hudud ikut ditegakkan, menjadikan para pelaku zina jera karena hukum syarak baginya adalah dicambuk atau rajam. Sudah waktunya kita berpaling dari sistem saat ini, kembali pada Islam yang telah Allah jadikan sebagai solusi bagi setiap problematika umat Muslim.

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Purnamasari
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments