TintaSiyasi.com -- Gaya kehidupan sekuler makin masif dan mengakar pada masyarakat dunia saat ini. Tak luput Indonesia, meski merupakan negara berpenduduk mayoritas Muslim, tidak mampu menangkal serangan gencar sekularisme dan kapitalisme. Buah dari ini semua tidak lain adalah kekacauan dan kerusakan tatanan sosial masyarakat. Kriminalitas merajalela, pergaulan laki-laki dan perempuan makin liberal, individualistis merasuki jiwa masyarakat, serta berbagai kerusakan lainnya di seluruh lini kehidupan.
Lihatlah bagaimana berita kriminalitas silih berganti setiap hari tanpa jeda. Mulai dari pembunuhan, penculikan, pemerkosaan, dan lain sebagainya. Perempuan dan anak-anak adalah yang paling sering menjadi objek kejahatan. Mengingat fisik dan mental mereka yang cenderung lemah, otomatis mereka berada pada posisi yang paling rentan dalam dunia sekuler dan kapitalis yang begitu keras. Dunia yang memandang segala sesuatu hanya sebagai materi dan objek untuk meraup keuntungan.
Sepanjang tahun 2022 lalu saja, ada ribuan kejahatan yang korbannya perempuan dan anak-anak. Kasus penganiyaan ibu dan anak oleh ayah kandung pernah terjadi di Depok Jawa Barat. Pencabulan terhadap 20 santriwati di Bandung. Marak kasus KDRT bahkan di kalangan artis. Apabila dirangkum, Komnas Perempuan pada Januari sampai dengan November 2022 telah menerima 3.014 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan, termasuk 860 kasus kekerasan seksual di ranah publik/komunitas dan 899 kasus di ranah personal (Komnas Perempuan, 23/11/2022).
Sedangkan jumlah kekerasan terhadap anak hingga 20 September 2022, terdapat 17.150 kasus kekerasan dengan jumlah korban perempuan sebanyak 15.759 orang dan korban laki-laki sebanyak 2.729 orang. Ironisnya berbagai kekerasan terjadi pada anak, baik di ruang publik, sekolah, bahkan di rumah yang seharusnya menjadi ruang yang sangat aman untuk mereka (metrotvnews, 20/09/2022).
Inilah kenyataan pahit yang ada di hadapan kita. Padahal, perang terhadap kekerasan pada anak dan perempuan telah digaungkan selama bertahun-tahun lamanya. Namun faktanya, semua kebijakan, aturan dan hukum yang dibuat oleh manusia tidak mampu mengatasi persoalan ini. Perempuan dan anak masih terus berada dalam zona bahaya. Menunjukkan dengan jelas bahwa hukum negara ini sejatinya tidak berdaya dan mandul.
Hukum yang berlaku saat ini tidak mampu bertindak sebagai efek jera bagi pelaku, serta tidak mampu mencegah pelaku-pelaku kejahatan baru. Kasus penculikan seorang bocah bernama Malika pada awal Januari lalu adalah salah satu buktinya. Pelaku penculikan yang bernama Iwan Sumarno alias Jaki alias Herman alias Yudi, ternyata adalah seorang residivis pencabulan anak. Residivis ini pernah ditahan di penjara selama 7 tahun dan keluar pada tahun 2021 (kompas.tv, 03/01/2023).
Berkaca dari persoalan yang berlarut-larut ini, akal yang sehat akan menyadari bahwa manusia memiliki keterbatasan dalam membuat hukum. Aturan-aturan yang lahir dari pemikiran manusia yang lemah, hanya akan sia-sia, atau bahkan menimbulkan persoalan baru yang lebih pelik. Kemudian ditambah dengan kehidupan sekuler, yaitu pemisahan agama dari kehidupan, khususnya agama Islam, telah menyebabkan mundurnya moral dan pola pikir masyarakat.
Sejatinya, seorang Muslim, tidak akan bisa memisahkan agamanya dari kehidupan yang ia jalani. Sebab, Islam memiliki aturan yang lengkap dan terperinci. Mulai dari seseorang bangun dari tidurnya sampai nanti tidur lagi. Mulai dari urusan yang terkecil hingga urusan besar berskala negara. Sehingga seorang muslim tidak mungkin menjalani kehidupannya tanpa aturan agama. Contohnya, dalam sistem ekonomi Islam praktek ribawi sangat diharamkan, namun sistem negara sekuler tidak mengindahkan hal ini. Akhirnya banyak umat Islam yang terperosok pada riba. Artinya, menerapkan sistem sekulerisme sama saja memaksa umat Islam meninggalkan agamanya.
Persoalan perempuan dan anak bukanlah persoalan parsial, melainkan persoalan sistemis yang hanya bisa diselesaikan oleh sistem. Selama negara ini menerapkan sistem sekularisme, perempuan dan anak-anak tidak akan pernah merasakan jaminan keamanan. Mereka akan terus berada dalam cengkeraman bahaya kejahatan.
Sebuah sistem yang mampu melindungi perempuan, anak-anak, dan seluruh rakyatnya tanpa terkecuali, adalah sistem Islam. Sistem Islam membina dan mengayomi rakyat secara totalitas. Mampu membentuk lingkungan yang aman, tertib dan tenteram.
Sistem islam memiliki konsep menyeluruh dan saling bersinergi antar seluruh komponen kehidupan. Mulai dari upaya pencegahan kejahatan di ranah individu, lingkungan masyarakat hingga negara. Secara individu, setiap muslim diperhatikan dan dibina ketaqwaannya oleh negara. Keinginan untuk berbuat baik dan menghindari perbuatan maksiat, akan muncul dari kesadaran individu. Kesadaran semacam ini adalah sebuah pondasi yang sangat kuat bagi ketentraman dan ketertiban negara. Yang tidak akan dimiliki oleh negara dengan sistem sekularisme.
Selain itu, Islam juga mengatur bagaimana hubungan individu dengan dirinya sendiri, yaitu yang berkaitan dengan makanan dan minuman, akhlak, serta cara berpakaian. Bagi perempuan Muslim, Islam mensyariatkan untuk menutup aurat sempurna ketika berada di ruang publik. Serta melarang wanita bertabaruj (berhias berlebihan) yang bisa mengundang syahwat laki-laki. Sedangkan untuk laki-laki, disyariatkan menundukkan pandangannya terhadap perempuan. Islam pun mengharamkan khamr (minuman keras) yang sering menjadi biang kejahatan terhadap perempuan dan anak-anak.
Selain memupuk kesadaran individu, sistem Islam juga mendorong adanya amar ma’ruf dan nahi munkar (mengajak kepada kebaikan dan mencegah keburukan) ditengah-tengah masyarakat sebagai kontrol bagi individu. Bukan seperti masyarakat sekuler kapitalis saat ini, dimana masyarakat cenderung individualistis. Bahkan seseorang yang berusaha mencegah kemaksiatan sering dianggap melanggar Hak Asasi Manusia.
Komponen ketiga yang merupakan komponen paling krusial adalah adanya peran negara yang menjaga fungsi-fungsi syariah berjalan dengan semestinya. Negara menerapkan aturan dan hukum yang juga bersumber dari syariat Islam. Para pelaku kejahatan diganjar hukuman setimpal sesuai perintah Allah dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah. Bagi pembunuh akan diqisas, perbuatan zina akan dicambuk atau dirajam, pencuri dihukum potong tangan dan lain sebagainya. Hukum semacam ini hanya bisa diterapkan oleh negara. Tidak mungkin diserahkan kepada individu.
Sinergi antara ketaqwaan individu, kontrol masyarakat dan penerapan hukum oleh negara inilah yang mampu menuntaskan persoalan kejahatan, terutama pada perempuan dan anak. Terlebih, Islam adalah ideologi yang sangat memuliakan perempuan dan anak-anak. Terdapat berbagai riwayat dan hadist yang menyatakan kewajiban muslim melindungi dan berkasih sayang terhadap perempuan dan anak-anak.
Begitu pentingnya bagi kita memberikan lingkungan yang aman dan kondusif bagi perempuan dan anak-anak, sebab merekalah penentu masa depan peradaban manusia. Sistem Sekulerisme yang ada saat ini terbukti telah gagal memberikan keamanan dan ketenteraman bagi rakyatnya. Tidak ada cara paling tepat untuk mewujudkan lingkungan aman tersebut selain menerapkan sistem Islam.
Wallahu a'lam. []
Oleh: Dinda Kusuma Wardani T.
Aktivis Muslimah
0 Comments