TintaSiyasi.com -- Transformasi digital saat ini, masif dikembangkan. Namun, sangat disayangkan literasi dalam masyarakat masih dikatakan rendah. Termasuk pengamananpun juga masih lemah. Akibatnya, terjadilah penyalahgunaan yang membahayakan nyawa manusia. Seperti kasus pembunuhan anak di Makasar untuk dijual organnya, diduga karena tergiur uang miliaran rupiah dari tawaran jual-beli organ ginjal di media sosial.
Walaupun aparat sempat mengatakan, bahwa kasus ini tidak ada kaitan dengan jual beli organ tubuh. Tapi, tidaklah kita pungkiri bahwa fenomena permintaan dan penawaran imbalan dalam jumlah besar kini beredar di dunia maya.
Sangat disayangkan, seharusnya, digitalisasi dapat membawa dan memberikan banyak manfaat dan kebaikan bagi khalayak. Namun, arus deras transformasi digital hari ini, kenyataannya justru dapat memberi ruang terjadinya tindak kriminal. Tidak lain yang memotivasinya adalah masalah ekonomi. Mereka melakukan tindakan seperti itu karena butuh uang.
Transformasi digital saat ini yang diharapkan, mampu memberikan kemudahan bagi kehidupan khalayak. Namun, ketika masuk ke dalam aturan kehidupan yang bebas, apalagi serba boleh, tidak jarang kini menjadi lahan yang disalahgunakan untuk tindakan kejahatan. Ini jelas menyalahi fungsi sebagai suatu produk hasil teknologi yang berkembang yang memang hukum asalnya dibolehkan (mubah).
Kita pasti sudah mengetahui, bahwa teknologi digital yang ada hari ini, lebih cenderung difungsikan sebagai wadah aktualisasi kemanfaatan. Tetapi tanpa disadari telah mengaborsi fungsi asal dari teknologi itu sendiri. Dengan kata lain, segala sesuatu yang berkenaan dengan teknologi, yang kini seolah bernilai mahal jika dilihat dari nominal.
Misal dalam sektor publik, seperti digitalisasi pembayaran tarif jalan tol, yang dibebankan kepada pengguna jalan untuk membayar dengan nominal yang sudah ditentukan. Selain itu, masih banyak cara digitalisasi yang sepertinya memudahkan. Namun, seolah-olah masyarakat atau konsumen harus wajib membayar mahal atas kemudahan dari teknologi yang mereka dapatkan.
Termasuk tindak kejahatan pada platform teknologi seperti yang terjadi pada kasus jual beli organ tubuh, juga kasus-kasus lainnya. Ini jelas akan membawa dampak merugikan sekaligus bahaya yang mengancam nyawa manusia.
Lantas, bagaimana cara Islam memandang dalam memberikan penerapan aturan dalam kehidupan. Islam tentu akan memberikan cahaya kebaikan serta keberkahan bagi seluruh umat manusia, tidak terkecuali dalam hal teknologi digital. Hal ini dibuktikan, saat ini ketika teknologi diatur berdasarkan pemahaman kufur. Berdasarkan fakta, kini teknologi malah berperan sebagai fasilitas kemaksiatan dan tidak jarang membahayakan pula.
Sebaliknya, aktualisasi teknologi dalam Islam mempunyai sarat dan visi berupa keimanan dan ketakwaan. Yang senantiasa berperan sebagai wasilah dakwah semata-mata dalam menyebarkan siar Islam. Sebab, dakwah dalam syariat Islam adalah wajib, jadi memang harus disebarluaskan.
Islam pasti tidak akan memberikan peluang terhadap penyalahgunaan teknologi yang lebih menjurus kepada tindak kejahatan. Termasuk semua hal-hal yang dapat membahayakan nyawa dan jiwa manusia.
Oleh sebab itu, masyarakat saat ini sangat membutuhkan pengurusan dan aturan dari penguasa terhadap umat, berupa keamanan dan tentu bukan yang membahayakan. Jika terdapat jual beli yang diharamkan syariat, apalagi sampai mengarahkan kepada tindak kriminal seperti pembunuhan dan lain-lain seharusnya segera dihentikan bukan malah difasilitasi dan diberi ruang.
Kita lihat, saat ini penguasa abai dalam memberikan visi pengelolaan teknologi digital. Oleh karenanya, otomatis konten-konten yang berbau negatif pasti akan lebih mudah untuk tampil serta membuat arus pemikiran berbahaya di paltform teknologi tersebut. Namun, bisakah kita berharap perubahan pada aturan penguasa yang serba bebas saat ini. Sungguh sangat tidak memungkinkan, kecuali aturannya diubah menjadi bersandar pada aturan Allah Swt. Wallahualam.[]
Oleh: Mariyam Sundari
Praktisi Komunikasi Penyiaran
0 Comments