Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Peringatan Hari Ibu Bukan Hanya Perayaan Monumental


TintaSiyasi.com -- Ibu adalah pilar peradaban karena dari rahimnyalah lahir para pemimpin peradaban, pelanjut kegemilangan Islam. Karena itu sudah sewajibnya dimuliakan dan tidak diberikan beban tanggung jawab bertentangan dengan fitrahnya.  

Peringatan hari ibu 2022 dilaksanakan pada 22 Desember. Tahun ini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) telah membuat tema dan subtema peringatan hari ibu (PHI) ke-94 yaitu perempuan berdaya Indonesia maju. Adapun subtemanya yaitu kewirausahaan perempuan: mempercepat kesetaraan, mempercepat pemulihan, perempuan dan digital economy, perempuan dan kepemimpinan, serta perempuan terlindungi : perempuan berdaya. 

PHI setiap tahun bagi masyarakat hanya bersifat seremoni belaka, karena kondisi kaum perempuan masih jauh dari sejahtera, bahkan menjadi tulang punggung keluarga. Menurut Pakar Ekonomi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, Poppy Ismalina PhD, menyebut data mengkonfirmasi bahwa perempuan berperan besar dalam perekonomian. 

Selama Pandemi, perempuan menanggung dampak lebih, seperti lebih banyak perempuan terkena PHK, menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga yang meningkat, hingga praktik pernikahan anak. Begitu pun ketika bencana akibat perubahan iklim terjadi, korban perempuan hampir selalu lebih banyak dari laki-laki.
Posisi perempuan sebagai tulang punggung ekonomi Indonesia, dikonfirmasi oleh data. Dipaparkan Poppy, UMKM adalah penyokong utama perekonomian Indonesia dengan peran sebesar 99,99 persen. Sementara usaha besar hanya berperan 0,01. Kontribusinya UMKM bagi PDB mencapai 60,5 persen dan menjadi sektor utama penyerapan tenaga kerja. Sebanyak 60 persen UMKM dikelola oleh perempuan, kata Poppy.

Di sisi lain menurutnya, alokasi anggaran desa lebih banyak dipakai untuk proyek-proyek infrastruktur skala desa, seperti pembangunan jalan atau balai desa. Sangat kecil anggaran yang khusus diberikan pada program-program yang terkait perempuan, sehingga pemerintah merasa perlu mengeluarkan arahan khusus terkait hal ini.
“Umpamanya penanganan stunting. Itu urusannya sama status gizi ibu hamil dan status gizi perempuan sebelum dia hamil. Masalah itu tidak pula ditangani dengan pencegahan secara cukup memadai,” lanjutnya (voaindonesia.com, 17/12/2022).


Ibu Mulia dan Bukan Pencari Nafkah

Berbeda dengan sistem kapitalis-sekuler saat ini, perempuan pada sistem Islam sangat dimuliakan dan tidak dibebankan sebagai pencari nafkah, alias tulang punggung keluarga.
 
Kewajiban memuliakan ibu terdapat dalam firman Allah SWT, “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa :”Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai ; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.

Allah SWT juga berfirman dalam QS Lukman ayat 14, ”Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku lah kembalimu.
 
Karena itulah kaum Muslim sangat memuliakan ibu. Apalagi mereka tahu bahwa ridha Allah tergantung pada ridha ibu, begitu pula murka Allah tergantung pada murka ibu. Rasulullah SAW bersabda, ”Ridha Allah itu tergantung ridha kedua orang tua dan murka Allah juga tergantung kepada murka kedua orang tua.” (HR Tirmidzi).

Sehubungan dengan fitrahnya sebagai seorang ibu, maka ibu amanahnya sebagai ummu warabbatul baits (pengurus rumah tangga), bukan tulang punggung pencari nafkah.  

Dalam Islam, seorang ibu bisa membantu suaminya memenuhi kebutuhan rumah tangga, kecuali atas izin suami. Jika seorang ibu kehilangan pasangan hidupnya (meninggal atau bercerai), maka keluarga dekat yang akan membantu penafkahan keluarga. Adapun jika tidak memiliki keluarga dekat, maka negaralah yang akan membantu penafkahan keluarga.
Bandingkan dengan kondisi saat ini, yang mana selain masih banyak para ibu yang kurang dimuliakan oleh keluarganya, juga terpaksa dan terkondisikan menjadi pencari nafkah keluarga. Hal ini diperparah lagi dengan tidak adanya jaminan keselamatan dan kesejahteraan dari negara.

Tidak mengherankan jika masyarakat merindukan kembali tegaknya sistem pemerintahan Islam, sehingga para ibu dapat kembali pada fitrahnya sebagai pencetak pemimpin peradaban. Dengan demikian kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat akan terwujud. 

 Wallahu a'lam bishshawab.[]


Oleh: Ulfah Sari Sakti, S.Pi
Jurnalis Muslimah Kendari
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments