TintaSiyasi.com -- Satu bulan setelah gempa bumi berkekuatan 5,6 mengguncang Cianjur, Jawa Barat, sejumlah warga masih bertahan di tenda-tenda pengungsian, menanti kepastian untuk memulai kehidupan normal seperti dulu. Banyak warga yang belum mendapatkan dana stimulus untuk memperbaiki rumah karena ketidaksinkronan data. Di antaranya di Desa Cibeureum, Kecamatan Cugenang, masih ada warga yang belum menerima dana stimulan perbaikan rumah karena proses pendataan yang tidak akurat dan harus diulang. Selain itu, sebagai salah satu desa yang disebut dilalui patahan sesar aktif Cugenang, warga juga masih menanti kepastian apakah mereka akan terdampak relokasi atau tidak. Mereka juga gamang dengan kepastian relokasi.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan "lebih 8.300 warga telah menerima dana stimulan tahap pertama untuk membenahi rumah mereka". Sejak Rabu (21/12), BNPB menyatakan proses penanganan korban gempa Cianjur memasuki tahap rehabilitasi dan rekonstruksi, setelah masa tanggap darurat akan berakhir. Pada tahap ini pemerintah akan fokus membangun kembali hunian warga serta infrastruktur yang rusak, dengan target akan rampung pada Juni 2023. Sebelumnya, pemerintah menjanjikan dana bantuan sebesar Rp60 juta untuk rumah rusak berat, Rp30 juta untuk rumah rusak sedang, dan Rp15 juta untuk rumah rusak ringan. Namun pada proses verifikasi sebelumnya, ditemukan data yang tidak sesuai dengan kondisi riil rumah yang rusak. Oleh sebab itu, masyarakat pun meminta dilakukan verifikasi ulang. Akibatnya, mayoritas warga Desa Cibeureum masih bertahan di tenda-tenda pengungsian, termasuk balita dan anak-anak. Beberapa pengungsi juga mengalami demam, batuk, serta gatal-gatal.
Melihat fakta demikian, hal ini menunjukkan adanya ketidakoptimalan periayahan korban gempa, apalagi persoalan utama adalah rumah tinggal. Seharusnya negara bergerak cepat untuk menyelesaikannya, mengingat Cianjur adalah sesar gempa. Sebab, pemerintah adalah pihak yang paling bertanggungjawab dalam pencegahan dan penanggulangan segala sesuatu yang berbahaya bagi masyarakat. Bahwa sistem kehidupan saat ini yaitu sekulerisme telah mencetak penguasa melakukan kelalaian, dan ini sudah menjadi karakter dan sifat bawaan rezim politik demokrasi. Karakter buruk ini tidak dapat dipisahkan dengan cacat bawaan yang diterapkan. Karakter sistem politik demokrasi dengan sistem kehidupan sekuler ibarat dua sisi pada sekeping mata uang yang tak terpisahkan. Keduamya saling mendukung dalam hal pelaksana kebatilan.
Lain halnya dengan sistem Islam. Rasul SAW bersabda : “Imam (khalifah) yang menjadi pemimpin manusia, adalah (laksana) penggembala. Dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap urusan rakyatnya.” (HR. Al-Bukhari).
Penanganan bencana alam mengharuskan adanya manajemen bencana yang jitu. Merujuk pada manajemen bencana alam sistem Islam akan ditemukan penanganan pra bencana, ketika bencana dan sesudah bencana. Hal ini pernah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab ketika menangani masa paceklik di jazirah Arab. Saat itu, Madinah sebagai pusat pemerintahan sistem Islam di datangi banyak orang untuk meminta bantuan pangan. Khalifah Umar segera membentuk tim yang terdiri dari beberapa orang sahabat. Tim tersebut bertugas memantau setiap hari jumlah pengungsi yang datang ke kota Madinah. Khalifah Umar menjamin pasokan kebutuhan pangan mereka terpenuhi hingga mereka kembali lagi ke tempat tinggal asalnya.
Sistem Islam benar-benar menjadi pengurus dan pelayan bagi rakyatnya dengan mengerahkan segala potensi dan sumber daya yang ada. Oleh karena itu, dalam anggaran belanja negara terdapat pos pengeluaran khusus penanganan bencana yang sumber dananya berasal dari pos fai’, kharaj, pos kepemilikan umum. Bila dana tidak mencukupi, maka negara memiliki opsi untuk memungut pajak kepada orang-orang muslim yang kaya. Hal ini diperbolehkan sebab syarak telah memerintahkan kaum Muslim untuk memberi makan kepada yang kelaparan, membantu orang yang kesusahan dan menyelamatkan dari bahaya.
Sungguh, sistem Islam sejatinya pasti banyak mendatangkan maslahat, manfaat dan keberkahan. Sudah saatnya kita sadar dan sgera kembali kepada sistem yang mampu membawa kehidupan manusia jauh lebih baik dan lebih manusiawi.
Wallahu a'lam bishshawab.[]
Oleh: Eva Sanjaya
Komunitas Tinta Pelopor
0 Comments