Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Ngemis Online, dari Sensasi hingga Eksploitasi


TintaSiyasi.com -- Tidak dapat dipungkiri perkembangan teknologi digital yang sedemikian pesat pada saat ini, memiliki dampak perubahan di berbagai lini masyarakat sebab melalui berbagai platform teknologi digital mereka bisa dengan mudah berkomunikasi, bersosialisasi, eksplorasi, mengolah bahkan memproduksi informasi.

Terlebih dengan adanya monetisasi, yang ditawarkan oleh berbagai platform media sosial tersebut, dianggap pengguna sebagai peluang untuk mendapatkan penghasilan melalui media sosial. Sehingga, para pengguna berlomba-lomba dengan berbagai cara memproduksi konten agar bisa mencapai monetisasi yang sesuai dengan syarat dan ketentuan dari operator medsos, seperti halnya stasiun TV yang memberlakukan rating sebagai standar kelayakan sebuah tayangan. Makin banyak penonton atau pembaca, makin banyak iklan atau endorse yang dipasang, maka makin besar imbalan yang diberikan kepada pemilik akun/pembuat konten.

Sehingga tanpa ada lagi rasa malu mereka berlomba membuat konten-konten yang tidak bermutu, demi meraih keuntungan materi. Segala sesuatu dieksploitasi asalkan menghasilkan keuntungan, dari ekplotasi anak, tubuh, yang sadis mereka tega merusak dan memperolok-olok agama sendiri dengan melakukan hal-hal konyol agar terlihat beda, bahkan mengeksploitasi kekurangan seseorang, menjual kemiskinan dan penderitaan orang lain, dengan memanfaatkan orang lanjut usia, anak, penyandang disabilitas atau kelompok rentan lainnya.

Seperti halnya sejumlah pengguna aplikasi TikTok yang baru baru ini memanfaatkan para lansia untuk mengemis online dengan cara mandi lumpur atau diguyur air jika para penonton tayangan live yang dibuatnya memberikan hadiah (gift).


Welcome to Kapitalisme Sekuler

Fenomena ngemis online yang viral terjadi adalah bukti kelemahan sistem pengurusan Negara pada aspek politik, sosial dan ekonomi yang menjadi faktor utama munculnya kemiskinan yang tinggi, sistem rusak ini juga menanamkan bibit-bibit materialis serta mengubah standar kebahagiaan adalah kekayaan, sebab dengan materi mereka mampu membeli apa saja yang mereka inginkan, kendati tidak dibutuhkan, dan tentu saja hal ini sangat membuka peluang untuk menjadi serakah dan kapitalisme memfasilitasi sifat tersebut untuk terus tumbuh subur dalam diri manusia.

Tapi sadar tidak sadar konten yang diproduksi oleh pengguna pada dasarnya mendatangkan keuntungan besar untuk operator media sosial melalui konten yang diproduksi oleh pengguna dan tentunya juga berasal dari iklan. Mereka mati-matian mempermalukan diri sendiri hingga kehilangan harga diri, sementara para pemilik modal yang meraup banyak keuntungan. Namun lucunya hingga saat ini, Kapitalis-lah yang dijunjung tinggi dalam masyarakat sebagai pencipta kekayaan, inovator, penggerak ekonomi dan penyedia lapangan pekerjaan. 

Selain itu sekularisme yang mengusung kebebasan, serta memisahkan agama dari kehidupan menjadikan mereka merasa bebas melakukan segala hal demi uang. Alhasil, seseorang yang berorientasi pada materi hanya memiliki tendensi untuk memperhitungkan setiap hal dengan nilai nominal. Ia akan merasa rugi apabila setiap tindakannya tidak dapat menghasilkan nilai materi. mereka tidak lagi berfikir batas halal dan haram, apalagi dampaknya pada kualitas generasi ke depan.

Jika saja mereka mau mempergunakan tekhnologi digital, untuk berdakwah dan menyebarkan Islam, itu akan jauh lebih baik, mengumpulkan pahala untuk bekal di kehidupan selanjutnya, dengan mengharap ridha Allah semata, perkara hasil itu hanyalah bonus, sebab di dalam Islam tidak pernah ada larangan untuk seseorang menjadi kaya, bahkan mencari rezeki juga di wajibkan dalam Islam. Namun, sebagai seorang Muslim mencari rezeki tidak hanya sekadar sebagai tuntutan kehidupan. Namun juga merupakan tuntutan agamanya, dalam rangka menaati perintah Allah memberikan kecukupan kepada diri dan keluarganya, atau siapa saja yang berada di bawah tanggung jawabnya.

Oleh karena itu tata cara dalam mencari rezeki pun diatur oleh Islam yaitu dengan cara yang halal. Berkenaan dengan mengemis, Islam adalah agama yang mengangkat kemuliaan derajat manusia. Dalam Islam, dikenal dengan prinsip yang berasal dari hadis Nabi SAW riwayat Muslim, yadul ulya, khairun min yadis sufla (tangan di atas lebih terhormat daripada tangan di bawah).

 sementara dari ‘Abdullah bin ‘Umar ra, ia berkata bahwa Rasul SAW bersabda,

مَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ حَتَّى يَأْتِىَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِى وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ

Jika seseorang meminta-minta (mengemis) pada manusia, ia akan datang pada hari kiamat tanpa memiliki sekerat daging di wajahnya.” (HR. Bukhari, no. 1474; Muslim, no. 1040).

Selain itu islam juga mengajarkan kita rasa malu, bahkan mengaitkan rasa malu dengan iman. Seperti di dalam hadis Rasulullah SAW mengatakan bahwa, “Malu itu sebagian daripada iman.” (HR. Bukhari).

Artinya jika kita sudah tidak punya rasa malu, maka sebagian iman kita sudah hilang. Sedemikian pentingnya rasa malu di dalam islam sehingga ketika kehilangan rasa malu, dikatakan kehilangan sebagian dari iman kita. Hadits ini singkat tapi padat maknanya dan sarat akan pesan moral. Demikianlah lengkapnya Islam mengatur setiap aspek kehidupan manusia.

Dan sepatutnya negara juga tidak hanya diam saja, menyaksikan kerusakan rakyatnya yang kian parah, karena negara memiliki fungsi yang begitu vital, sebagaimana ditegaskan Rasulullah SAW, “Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia, adalah (laksana) penggembala. Dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap (urusan) rakyatnya.” (HR Al- Bukhari).

Adalah tugas negara untuk meriayah rakyatnya dengan baik, selain menyelesaikan masalah kemiskinan hingga ke akar-akarnya serta memelihara dan melindungi para lanjut usia, anak, penyandang disabilitas atau kelompok rentan lainnya dari orang orang yang mengambil penderitaan mereka untuk keuntungan pribadi, serta membuat aturan yang lebih tegas terhadap konten-konten yang merusak akidah maupun agama. Bukan hanya kejam kepada mereka yang mengusik kursinya.

Sesungguhnya pemimpin yang senantiasa takut akan siksa neraka tentu ia akan meriaayah rakyatnya dengan baik. Melayani dengan penuh keikhlasan. Sebab tatkala abai terhadapnya maka akan mendapatkan siksa di neraka. Dan pemimpin seperti itu tidak akan ada dalam sistem kapitalis demokrasi saat ini. Oleh sebab itu, lebih baik kita mencampakkan sistem busuk ini dengan sistem yang sahih yaitu sistem Islam yang berlandaskan Al-Qur'an dan As-Sunnah.

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Indri Wulan
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments