TintaSiyasi.com -- Indonesia masih darurat narkoba. Baru-baru ini seorang publik figur kembali tersandung kasus narkoba. Dikutip dari Republika.co.id (12/1/2023), Aktor sinetron "Ada Apa Dengan Cinta" Revaldo Fifaldi Surya Permana harus kembali berurusan dengan pihak kepolisian terkait penyalahgunaan narkoba. Disebutkan Revaldo merupakan residivis di kasus yang sama. Bahkan dia sudah tiga kali pernah mendekam di balik jeruji, dua di antaranya kasus penyalahgunaan narkoba. Sehingga penangkapan kali ini merupakan yang ketiga kalinya secara beruntun di kasus yang sama.
Masih terkait narkoba, beberapa waktu lalu Direktorat Reserse Narkoba (Ditresnarkoba) Polda Metro Jaya bersama jajaran Bea Cukai juga berhasil menggagalkan penyelundupan sabu cair jenis baru sebanyak 1,3 liter dari Iran yang rencananya akan diedarkan pada malam Tahun Baru 2023. Sabu cair tersebut dikonsumsi dengan cara mencampurkannya dengan kopi atau cairan rokok elektronik (Vape). Adapun pengedaran narkoba ini banyak menyasar anak-anak muda yang sering mengisap vape (Suara.com, 17/12/2023).
Cacat Sistem Kehidupan, Rusak Pemahaman
Berulangnya kasus narkoba yang dilakukan oleh publik figur termasuk kalangan remaja menunjukkan barang haram narkoba kini sudah dianggap sebagai sebuah kebutuhan. Hal ini menjadi bukti adanya kesalahpemahaman generasi muda terhadap kehidupan. Pengadopsian budaya bebas Barat maupun lifestyle hedonisme telah merusak identitas pemuda hari ini yang harusnya menjadi pelopor perubahan justru menjadi benalu yang menyusahkan negara. Kesalahan pemahaman akan kehidupan ini tentu tak terlepas pula dari kegagalan sistem kehidupan yang diemban negara saat ini.
Tak dipungkiri sistem kehidupan yang menjadi pijakan saat ini berlandaskan pada prinsip pemisahan aturan agama dari kehidupan (sekularisme), karena itu standar perbuatan bukan berdasar pada nilai halal/haram tetapi pada untung/rugi. Dengan pola pengaturan seperti ini wajar jika pengrusakan generasi muda masih menjadi persoalan pelik yang sulit dituntaskan. Sebab, Penguasa sibuk mengejar pelaku kelas teri namun membiarkan pelaku kelas kakap (pabrik-pabrik besar) bebas berkiprah seenak hati. Hal ini lagi-lagi tentu karena ada keuntungan materi di dalamnya.
Selain itu juga, hukum yang lahir dari sistem sekularisme terbukti tidak mampu memberikan efek jera kepada para pelaku kejahatan. Sebagai contoh publik figur Revaldo tiga kali terjaring aparat kepolisian dengan kasus yang sama. Hal ini sebab, hukum buatan manusia bersifat lemah karena lahir dari hasil pemikiran terbatas manusia sendiri, berbeda dengan hukum maupun aturan yang berasal dari Zat maha sempurna yang tidak memiliki keterbatasan sedikit pun yakni Allah SWT.
Saatnya Menjadikan Islam sebagai Pijakan
Persoalan narkoba hari ini tentu akan sangat membahayakan masa depan bangsa karena dapat melemahkan potensi besar generasi muda. Apalagi berbagai fakta menunjukkan Indonesia tidak hanya sebagai pasar, namun juga sebagai pabrik narkoba. Dengan ini sudah saatnya negara mengabaikan sekularisme kapitalisme kemudian beralih pada sistem kehidupan yang lahir dari agama Islam yang sempurna.
".. Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu." (QS. Al-Maidah: 3).
Islam memandang narkoba merupakan barang haram yang baik pengguna maupun pengedarnya pun haram dilakukan. Sehingga Islam memiliki berbagai mekanisme untuk mencegah dan memberantas peredaran narkoba. Namun, untuk menjalankan menanisme tersebut membutuhkan peran startegis negara sebagai institusi yang melindungi generasi.
Dari Ibnu Umar ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Setiap yang memabukkan adalah khamar, dan setiap yang memabukkan adalah haram.”
Sebagai langkah preventif (pencegah) negara Islam akan menutup segala celah pengedaran narkoba, sebab yang dikenakan sanksi bukan hanya konsumen tetapi juga penjual/pengedar narkoba dan menutup setiap pabrik narkoba baik kecil maupun besar tanpa memperdulikan keuntungan materi dari hasil pabrik tersebut.
Sanksi yang ditetapkan bagi pengguna, pengedar, maupun produsen narkoba dalam Islam berupa takzir yang kadar hukumannya ditetapkan oleh Qadhi (hakim), baik berupa sanksi penjara, cambuk, denda, pengasingan, bahkan sampai hukuman mati. Hal ini disesuaikan dengan kadar kejahatan yang diperbuat oleh pelaku penyalahgunaan narkoba. Namun yang pasti sanksi dalam sistem Islam bersifat zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus dosa). Sebab sanksi yang ditetapkan tegas dan mampu memberi efek jerah bagi pelaku maupun bagi orang lain.
Disamping itu, untuk menjaga generasi muda dari berbagai gaya hidup hedon, Islam melalui institusi negara menjamin pendidikan yang mudah bahkan gratis bagi setiap warga negara, yang dengan itu setiap orang memiliki kesempatan untuk menuntut ilmu setinggi-tingginya dan menjadi generasi yang terdidik. Sehingga mereka dapat memahami makna dan tujuan kehidupannya, tidak hanya sibuk mengejar kesenangan duniawi semata. Terlebih, asas dalam pendidikan Islam berstandarkan pada aqidah Islam yang bertujuan mencetak generasi berkepribadian Islam dan menguasai ilmu-imu terapan.
Dengan mekanisme seperti ini akan sangat mungkin generasi muda hari ini benar-benar dapat menjadi harapan bangsa dalam menciptakan sebuah perubahan ke arah yang lebih baik. Mereka tidak akan terjebak pada berbagai euforia dunia yang sibuk memuaskan nafsu dan syahwat semata. Berbagai persoalan narkoba akan ditindak dengan tegas, sehingga dapat diselesaikan dengan tuntas
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Nurhikmah
Tim Pena Ideologos Maros
0 Comments