TintaSiyasi.com -- Standar kehidupan di negeri ini memang masih berkabut dengan nilai-nilai yang seolah menjunjung kebebasan berpendapat dan kebebasan lainnya yang diatur oleh undang-undang. Di satu sisi kita harus menghargai agama lainnya, di sisi lain kita meyakini Islam sebagai satu-satunya agama yang benar. Maka yang harus dipelajari adalah batas menghargai yang sudah kabur inilah yang perlu dipahami generasi saat ini. Karena menghargai ala lingkungan hari ini adalah dengan mempersilahkan diri kita untuk merayakan dan mengucapkan selamat atau mengenakan kostum-kostum yang sudah identik dengan agama yang lain, walau kita bukan penganutnya. Perihal keyakinan akan Tuhan saja kita dibuat bingung untuk berprinsip, hal ini juga diajarkan di sekolah perihal sikap toleransi, namun penulis yakini ada sikap toleransi yang sesuai dengan ajaran Islam yaitu bukan ikut-ikutan namun membiarkan agama yang lain untuk melaksanakan ibadahnya masing-masing.
Dari segi sosial, kita juga diminta untuk menghargai lagi, terutama perihal cinta, love is love namun kita juga tidak bisa terima jika cinta itu datang dari sesama jenis yang sesungguhnya bisa merusak peradaban, karena selain penyakit menular dengan adanya penyuka sesame jenis ada penyimpangan-penyimpangan lainnya dalam hubungan antar manusia, entah sudah menikah lalu selingkuh dengan temannya padahal sejenis ataupun yang semula bukan penyuka sesama jenis menjadi penyuka sesama jenis. Seperti halnya di Garut, menurut Koordinator tokoh agama Garut Ceng Aam, ditaksir sekitar 3 ribu orang komunitas LGBT ini ada di Garut dan sudah berani terang-terangan menunjukkan keberadaan mereka dan aktif di sosial media (bandung.viva.co.id, 12/12/2022).
Atau dari kejadian-kejadian aksi teror dan kriminalitas yang terjadi, yang pelakunya dikaitkan dengan Islam. Namun apakah benar Islam yang demikian, yang diajarkan oleh Rasulullah sholallah’alaihi wa salam yang suka menebar kekerasan dan teror? Maka semua standar keyakinan, sosial ataupun Batasan kriminalitas semua jadi kabur, bingung dan arahnya sekehendak manusia yang hidup di dalamnya.
Padahal kita adalah makhluk yang tidak bisa menentukan aturan kita sendiri, termasuk standar benar dan salah dalam kehidupan ini. Ada yang berpikir bahwa standar kriminalitas adalah hal yang sadis-sadis seperti membunuh, mencuri dan hal-hal yang merugikan orang lain. Namun dalam Islam sesungguhnya perilaku kriminal adalah perilaku yang melanggar aturan Allah, termasuk ketika ia tidak melaksanakan kewajiban bagi dirinya sendiri. Maka meninggalkan shalat, membuka aurat, tidak berpuasa wajib di bulan Ramadhan adalah kriminalitas. Tetapi faktanya, di bumi ini, saat ini jika kita muslim dan meninggalkan apa-apa yang diwajibkan oleh Allah SWT kita tidak di hukum secara langsung oleh undang-undang yang berlaku, dikatakan bahwa hal tersebut adalah hal yang privasi atau bersifat individu dan itu urusan masing-masing. Dan konsep – konsep tersebut diteruskan dari generasi ke generasi sehingga generasi ini pun kebingungan dalam menerapkan Islam dalam kehidupannya.
Apakah Islam hanya diterapkan dalam ibadah-ibadah yang sifatnya langsung kepada tuhannya saja atau ketika kita mengatur diri sendiri dan bersosialisasi dengan oranglain kita juga harus menerapkan Islam dalam kehidupan kita? Sampai-sampai pada generasi saat ini, gempuran budaya korea yang sudah menglobal juga memberikan korban yang seolah hal yang biasa saja, namun miris ketika 30 orang remaja Muslimah harus jatuh pingsan untuk menonton konser boyband asal korea, dan ini terjadi pada generasi ini.
Bagaimana akhirnya kita mampu menyembuhkan generasi yang kebingungan ini? Kita harus sabar dalam menghadapi mereka, mereka hanya sedang bingung dan sering salah dalam mengedepankan hawa nafsunya, padahal mereka adalah orang-orang yang diberi tingkat berpikir yang cukup kritis dalam menyikapi banyak hal. Kita harus menghadapi mereka dengan cara yang mereka sukai dan tidak mudah menilai dan menyalahkan mereka secara langsung, karena mereka ini seolah kuat namun kenyatannya rapuh dan perlu pelukan agar Islam diterima sebagai jalan hidup mereka yang menyadarkan mereka bahwa Allah Al Khaliq sangat sayang dengan generasi penerus ini, maka semoga kita mampu menyelamatkan generasi yang kebingungan ini dengan tetap mengajak mereka untuk mengkaji Islam, mengorbankan waktu mereka agar barakah dengan mendengarkan nasehat dan ilmu yang mampu mengarahkan mereka pada hikmah kehidupan, karena hanya orang-orang baik saja lah yang kemauannya Allah bombing hingga mereka mampu ber-tafaqquh fiddin (bersungguh-sungguh dakam agama ) dan istiqamah, insyaallah.
مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّينِ
“Barangsiapa yang Allah kehendaki mendapatkan seluruh kebaikan, maka Allah akan memahamkan dia tentang agama.” (HR. Bukhari no. 71 dan Muslim no. 1037). Yang dimaksud fakih dalam hadits bukanlah hanya mengetahui hukum syari, tetapi lebih dari itu. Dikatakan fakih jika seseorang memahami tauhid dan pokok Islam, serta yang berkaitan dengan syariat Allah. Demikian dikatakan oleh Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin dalam Kitabul ‘Ilmi, hal. 21.
Maka sejatinya generasi ini perlu bimbingan, perlu lingkungan dan sebetulnya memperjuangkan lingkungan agar taqwa menjadi kebiasaan perlu perjuangan, semoga Islam secara keseluruhan segera tegak agar seluruh generasi ini selamat dunia akhirat. Aamiin yaa Rabbal’alamin. []
Oleh: Yauma Bunga Yusyananda
Member Ksatria Aksara Kota Bandung
0 Comments