Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Memperlakukan Qariah Disawer bak Penyanyi Dangdut?


TintaSiyasi.com -- Qariah atau seorang perempuan pelantun ayat suci Al-Qur'an bernama Ustazah Nadia Hawasyi disawer saat sedang mengaji di sebuah acara Pandeglang, Banten. Jumat, 06 Januari 2023.

Bak seorang pedangdut, ustazah Nadia didatangi dan dihujani lembaran uang oleh dua orang pria di atas panggung. Tak tanggung-tanggung, salah satu diantara keduanya bahkan berani menyelipkan lembaran uang di kerudung sang qariah.

Fenomena sawer uang terhadap para qari-qariah di atas panggung sebenarnya sudah sering terjadi. Seperti yang pernah dialami Ustaz Rajif Pandi dari Aceh pada Milad sebuah Pondok Pesantren di Banten. Beliau disawer begitu banyaknya lembaran uang. Sementara diwaktu yang sama, tak satu pun hadirin yang menegur. Seolah menjadi tradisi di negeri mayoritas muslim Indonesia. Sawer terhadap sang qari-qariah sudah dianggap biasa.

Buah dari penerapan kapitalisme sekuler makin sukses menjauhkan umat Muslim dari agamanya. Kebabasan berperilaku yang didasari oleh Hak Asasi Manusia (HAM) makin dipertontonkan. Tidak ada lagi rasa takut akan azab Allah SWT. Kepuasan dan perasaan terhibur selalu menjadi utama.

Sejatinya pembacaan ayat suci Al-Qur'an adalah sesuatu yang sakral, mengingat ayat suci ini adalah Kalam Allah SWT. Penting untuk diresapi setiap maknanya, berusaha merenungkan (tadabur) setiap ayat-ayatnya dengan tenang dan teliti. Allah SWT berfirman:

كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ

"Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran." (QS. Sad: 29).

Namun, mungkinkah hal itu terjadi, jika aksi sawer yang selama ini dipertontankan pada ajang dangdutan, justru dibiarkan pada tilawatil Qur'an? Di mana sinkronnya? Adanya para hadirin justru tertawa dan buyar konsentrasi. Hal ini hanya menunjukkan, desakralisasi terhadap ayat suci Al-Qur'an.

Kedua, merendahkan marwah seorang Muslimah. Berani menyelipkan saweran di dalam kerudung, merupakan sebuah pelecehan dan kelancangan yang tak bisa ditolerir. Seorang qariah yang seharusnya dihormati dan dihargai justru diperlakukan seperti penyanyi dangdutan. Naudzubillah.

Ketiga, aksi sawer yang dipertontonkan tersebut seolah menjadikan Ayat Suci Al-Qur'an salah satu sumber mata pencaharian. Timbul persepsi di kalangan masyarakat, bahwa pembacaan Al-Qur'an dengan saweran akan meraup keuntungan yang begitu banyak. Mengingat aksi saweran ini tak hanya terjadi sekali dua kali saja. Tapi sudah kian sering dipertontonkan. Jika dibiarkan terus menerus, tentu hal ini menodai bahkan melengserkan niat ikhlas karena Allah melantunkan Ayat-ayat suci Al-Qur'an menjadi aksi kejar duniawi. Naudzubillah.

Sebuah keniscayaan memang, hidup dalam kapitalisme sekuler kebebasan berperilaku dan berpendapat dijadikan dasar menjalani hidup. Maka tak heran "keonaran" di acara keagamaan pun sangat mungkin terjadi. 

Generasi Muslim kian dirusak pemikiran dan akhlaknya. Seolah mereka lupa, kalau esok perbuatan-perbuatan yang melanggar syariat bakal Allah mintai pertanggung-jawaban.

Allah SWT berfirman:

وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

"Dan apabila dibacakan Al-Qur'an, maka dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat." (QS. Al A'raf: 204).

Tak hanya itu, Nabiullah Muhammad SAW juga pernah berucap pembacaan Al-Qur'an dengan suara merdu ibarat "di antara seruling Nabi Daud." 

Lalu bagaimana apresiasi terhadap pembacaan ayat suci Al-Qur'an? Berupa pemberian hadiah atau upah. Tentu hal itu boleh-boleh saja selama tidak melanggar hukum syarak seperti pelecehan terhadap Muslimah. Memberinya dengan hormat dan tidak ugal-ugalan. Serta, meluruskan niat semata-mata memberi karena mencari keridhoan Allah SWT.

Rasulullah SAW bersabda:

  إِنَّ أَحَقَّ مَا أَخَذْتُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا كِتَابُ اللهِ  

Sesungguhnya yang paling berhak untuk kalian ambil upahnya adalah (membaca) kitab Allah.” (HR Bukhari).

Pada akhirnya, sebuah sistem hidup yang shohih bersumber dari Sang Khaliq, Pencipta yaitu Allah SWT sangat perlu terealisasikan. Bukan sistem hidup yang bersumber dari buah pikiran manusia. Karena manusia terbatas, tak tahu mana terbaik. Back to Islam Kaffah. Kembali pada sistem Allah SWT yaitu penerapan aturan Islam menyeluruh dalam hidup.

Wallahu a'lam. []


Oleh: Arnaningsih, S.Pd.
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments