Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

KUR: Jadi Solusi atau Jebakan?

TintaSiyasi.com -- Rasulullah Saw mengutuk orang-orang yang melakukan riba. Sabda Nabi Saw, “Rasulullah telah melaknat pemakan riba, pemberi makan dengan riba, penulisnya dan dua orang saksinya...(HR Muslim). 

Namun, dalam model kepemimpinan kapitalisme-sekular hari ini, sangat banyak merebak aktivitas ekonomi ribawi dan bahkan pemimpinnya mengajak masyarakat secara terang-terangan melakukan kemaksiatan ini. Na’udzubillah.

Sebagaimana dikutip dari detikSumut, Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Airlangga Hartato melakukan kunjungan kerja di Medan, Sumatera Utara (Sumut). Dia berkeliling di Pusat Pasar Medan untuk menawari pinjaman Kredit Usaha Rakyat (KUR) kepada para pedagang. “Bisa dapat tambahan modal dari sini, Pak. Pakai KUR bunganya hanya 6% selama setahun, kalau di bawah Rp 10 juta bunganya hanya 3% setahun,” kata Airlangga (detikSumut, 24/12/2022).

Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah program pemerintah untuk memperluas akses pembiayaan bagi UMKM terutama yang bankable. Tujuan KUR adalah untuk pembiayaan kepada UMKM, agar UMKM naik kelas, penciptaan lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi RI, UMKM bangkit saat pandemi. Jenis-Jenis KUR beragama mulai dari KUR Super mikro, KUR mikro, KUR ritel, KUR penempatan TKI, KUR khusus. Besaran kredit yang diberikan pun beragam sesuai jenis KUR berkisaran 10 juta – 500 juta dengan suku bunga pertahun 6%- 9% maksimal 5 tahun (CNBC Indonesia 27/08/2021).

Tanpa disadari, UMKM telah berhasil menyita perhatian masyarakat untuk berlomba-lomba mengembangkan bisnis kecil-kecilan. Masyarakat dibuat sibuk dan terfokus pada usaha-usaha yang mereka bangun. Terlebih lagi pemerintah memberikan stimulus dana dan memudahkan administrasi peminjaman modal yang cukup besar untuk mengembangkan UMKM. Hal ini menjadikan masyarakat tergiur, merasa terbantu dan bangga karena turut menggerakkan perekonomian negeri bahkan menciptakan lapangan pekerjaan. Namun, mereka lupa bahwa ada sektor strategis utama sebagai kunci untuk memperbaiki perekonomian negeri ini yang harusnya dibebaskan dari genggaman pihak asing dan aseng. Yakni keberadaan SDA yang melimpah ruah seantero negeri. 

Sistem perekonomian kapitalisme-liberal telah melegalkan para kapitalis/koorporat menguasai kekayaan alam. Akibatnya, tambang-tambang diprivatisasi dan dikelola oleh segelintir koorporat dan menjual hasilnya pada masyarakat dengan harga yang tak murah. Contohnya saja, Indonesia memiliki tambang minyak, gas, batu bara. Namun, untuk menikmati energi tersebut masyarakat harus membayar mahal. Padahal, tertera jelas dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat 3 menyatakan bahwa, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. 

Pada realitanya, SDA tersebut tak dikuasai negara sepenuhnya. Dan masyarakat sebagai pemilik kekayaan tersebut tak turut menikmatinya. Jika negara tak berdaulat mengelola kekayaan alam secara mandiri, maka cita-cita memakmurkan rakyat hanyalah khayalan saja.       

Mirisnya lagi, para penguasa saat ini tak menjalankan perannya sebagaimana seorang pemimpin yang memiliki tanggungjawab melayani dan mengayomi rakyat. Mereka hadir di tengah-tengah masyarakat hanya sebagai fasilitator semata, tak benar-benar peduli dan mengurusi masyarakat. Mereka menyediakan fasilitas bagi masyarakat untuk menggerakkan ekonomi dengan memberi kredit pinjaman modal berbunga. Selanjutnya, masyarakat dibiarkan mengurusi usaha mereka sendiri dan mengganti uang pinjaman plus bunga dengan tenor yang sudah disepakati. Hal ini sama artinya seperti merangkul dari depan sekaligus menusuk dari belakang. Masyarakat dibiarkan bertarung memenuhi kebutuhan hidup mereka sendiri. Sangat nyata pemerintah benar-benar tak tulus menyejahterakan masyarakat. 

Terlebih lagi, pemerintah secara terang-terangan menjerat masyarakat pada aktivitas ribawi. Padahal negeri ini memiliki penduduk muslim terbesar. Namun, mereka tak menjaga masyarakat dari aktivitas haram tersebut. Malah menawari untuk mengambil pinjaman modal berbunga. Inilah model kepemimpinan sistem kapitalisme-sekular yang hanya mementingkan keuntungan materi semata dan berani melabrak aturan agama, mengabaikan aspek moral dan akhlak demi mendapat keuntungan sebanyak-banyaknya. Maka hal ini akan melahirkan individu dan masyarakat yang kering dari aspek moral dan spiritualnya. Juga membentuk masyarakat yang individualis minim simpati pada masyarakat lainnya. 

Padahal, Islam mengharamkan riba secara tegas. Sabda nabi Saw. : “Riba mempunyai 73 macam dosa. Yang paling ringan seperti laki-laki yang berzina dengan ibu kandungnya sendiri” (H.R Hakim). Allah SWT menyampaikan kepada umat manusia bahwa sistem riba tak akan menumbuhkan ekonomi masyarakat, justru menghancurkan sendi-sendi perekonomian negara, bangsa dan masyarakat secara luas.

Banyak dampak ekonomi ribawi yang telah Allah peringatkan pada manusia, diantaranya adalah : 1) Riba berdampak pada kegagalan, kejatuhan, keruntuhan, kesedihan, dan atau kesusahan (Q.S ali-Imran:130). 2) Riba mendatangkan paceklik atau kekeringan (shahiih wa Dha’iif at-Targhib wa at-Tarhiib No. 343). 3) Riba mendatangkan azab bagi suatu negeri bukan hanya pemakannya saja (shahiih al-Jaami, No.279). 4) Riba menjerumuskan orang ke dalam azab yang pedih sebagaimana ditimpakan pada kaum Yahudi (QS an-Nisa’ :160-161). 5) Riba menjerumuskan pada kemiskinan (Shahiih al-Jamii’, No. 5518 dan Sunan Ibnu Maajah, Hadis No. 2279). 6) Pemakan riba, penyetor riba, penulis transaksi riba dan saksi yang menyaksikan transaksi riba dilaknat (HR. Muslim No. 1598) dan masih banyak lagi peringatan yang Allah dan Rasul Saw sampaikan agar manusia menjauhi riba.

Disamping menjauhi riba, masyarakat sepatutnya menyadari bahwa kesejahteraan kolektif hanya dapat terwujud bila SDA yang dimiliki negara ini dikelola dan didistribusikan hasilnya secara merata pada masyarakat. Negara seharusnya tak menyibukkan masyarakat berkiprah pada sektor ekonomi mikro seperti UMKM, dan enggan mengelola SDA secara mandiri (yang termasuk aspek ekonomi makro) yang akan benar-benar memberikan dampak luas bagi pertumbuhan ekonomi. 

Dengan adanya distribusi hasil kekayaan alam ini, masyarakat dapat menikmati hasilnya dalam bentuk ketersediaan energi dan pangan yang murah, penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas dan terjangkau, atau adanya pelayanan kesehatan gratis untuk masyarakat. Dengan mendistribusikan barang-barang ekonomi kepada masing-masing individu, masyarakat dapat memenuhi kebutuhan pokoknya dan membantu mereka memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya.

Inilah salah satu pola sistem perekonomian Islam yang telah nyata mampu menyejahterakan masyarakat selama 13 abad lamanya. Sistem perekonomian Islam diterapkan dalam negara yang menerapkan sistem aturan Islam kaffah dalam negara Daulah Islamiyyah.
Wallahua’lam bisshowab


Oleh: Qisti Pristiwani
Mahasiswi Alumni UMN Alwashliyah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments