Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Hipokrit PBB atas Nasib Pengungsi Rohingya di Aceh

TintaSiyasi.com -- Beberapa waktu lalu, terdapat dua kapal yang mengangkut 231 warga Rohingya. Yaitu terdampar di Kabupaten Aceh Besar dan Kabupaten Pidie. Rombongan pertama yang mengangkut 75 orang tiba pada hari minggu (25/12/2022) di Kecamatan Masjid Raya, Kabupaten Aceh Besar. Sedangkan, rombongan kedua terdampar pada esok harinya yaitu hari senin (26/12/2022) di pesisir Desa Ujung Pie, Kecamatan Muara Tiga, Kabupaten Pidie dengan jumlah 174 orang.

Sesuai arahan dari kepala daerah, maka warga Rohingya tersebut ditempatkan sementara di gedung sekolah SMP Negeri 2 Muara Tiga. Idhami selaku Sekretaris Daerah (Sekda) Pidie mengatakan bahwa belum dapat disampaikan berapa lama pengungsi bisa ditempatkan di sini, karena minggu selanjutnya sudah dipakai kembali untuk kegiatan belajar murid di sekolah ini. Tetapi sementara ditampung di sini dan akan terus berkoordinasi dengan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).

Di samping itu, kemungkinan tenggelamnya kapal dalam beberapa waktu terakhir, bisa membuat tahun 2022 sebagai salah satu tahun paling mematikan di laut bagi etnis Rohingya. UNHCR mengatakan pula bahwa para kerabat telah kehilangan kontak dengan para korban. Bahkan telah menganggap semua penumpang telah mati. Hal itu terjadi lantaran warga Rohingya melarikan diri dari kondisi putus asa dari kamp-kamp Bangladesh.

Hipokrit pun terlihat jelas pada peristiwa ini. Yaitu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah meminta negara-negara untuk membantu warga Rohingya di laut karena ratusan telah mendarat di Indonesia. UNHCR di Indonesia menekan fungsi Hak Asasi Manusia dan selayaknya untuk saling menolong. Tetapi pada sisi lain Indonesia tidak memiliki kewajiban untuk menerima pengungsi yang masuk dikarenakan sampai saat ini belum meratifikasi Convention Relating to the Status of Refugees (Konvensi 1951) dan Protocol Relating to the Status of Refugees (Protocol 1967).

Pada kenyataannya PBB tidak mendorong negara lain untuk membantu pengungsi Rohingya, juga tidak memaksa bahkan menekan negara lain. Padahal PPB memiliki posisi besar di dunia. PBB juga tidak menekan pemerintah asal pengungsi Rohingya yaitu Myanmar untuk menyelesaikan konflik dalam negeri yang membuat warga muslim Rohingya diusir dari negerinya sendiri. Inilah bukti sikap hipokrit lembaga dunia. 

Ini menunjukan bahwa permasalahan pengungsi Rohingya belum dapat teratasi karena saat ini sistem penyelesaiannya masih tumpul dan tidak menyeluruh. Kaum muslim Rohingya mendapatkan perlakukan buruk secara bertubi-tubi, mulai dari kriminalisasi agama Islam di negaranya hingga keadilan yang tak kunjung didapat dari lembaga besar dunia. Yaitu dari lembaga yang bahkan memiliki tujuan untuk mencegah berbagai konflik di dunia.

Sebagai kaum muslim, tentu kita dapat merasakan betapa sakitnya para pengungsi Rohingya tersebut. Tetapi sistem hari ini membuat kaum muslim terpecah belah dan acuh. Yaitu dengan adanya nasionalisme yang jelas bertentangan dengan Islam. Padahal, Rasulullah SAW diturunkan oleh Allah pun bukanlah hanya untuk satu negara saja tetapi rahmat bagi seluruh alam. Maka dari itu penyekatan kaum muslim di seluruh dunia melahirkan masalah-masalah baru termasuk masalah Rohingya ini.

Belum lagi dari hal tersebut muncul sikap individualis. Yaitu dari para individu yang minim kesadarannya untuk tergerak membantu. Kaum muslim sangat merosot kesadarannya akan urgensi permasalahan ini. Hal demikian karena sistem kapitalisme yang mengalihkan fokus masyarakat. Terlebih jika itu berhubungan dengan agama, karena saat ini masyarakat telah didominasi dengan sikap memisahkan agama dari kehidupan. Maka perlu solusi terperinci dan menyeluruh untuk mengatasi permasalahan ini.

Kaum Muslim butuh persaudaraan dan persaudaraan muslim sejati hanya dapat diterapkan dalam sistem Islam. Dalam Islam, makna persaudaraan tentulah sangat indah yaitu sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling mencintai, saling mengasihi, dan saling menyayangi adalah bagaikan satu jasad, jika salah satu anggotanya menderita sakit, maka seluruh jasad juga merasakan (penderitaannya) dengan tidak bisa tidur dan merasa panas.” (HR Bukhari dan Muslim).

Dengan demikian, tentu pengungsi Rohingya berhak mendapatkan pembelaan serta perlindungan yang jauh lebih baik. Dalam sistem Islam negara memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan. Di dalamnya pula pemimpin akan mencerminkan tanggung jawabnya dengan eksekusi nyata yaitu menggunakan kekuasaan untuk melahirkan persaudaraan dan perdamaian yang berlandaskan akidah Islam. Semua itu tentu untuk menyelesaikan seluruh problematika kehidupan dan juga untuk memenuhi seruan dari Allah SWT.

Maka, tidak akan ada lagi kaum muslim Rohingya yang tertindas dan harus menjadi korban. Kaum muslim pun di dalam Islam tidak akan berjuang seorang diri. Karena dengan Islamlah kaum muslim dapat berjaya sebagaimana yang telah ditorehkan dalam sejarah. Yaitu, dahulu Islam mampu menguasai dua pertiga dunia yang akan kembali berjaya setelah masa serba diktator hari ini. Maka sudah saatnya kita bersama-sama meyakini dan menjadi penjemput dari janji Allah tersebut dan tidak menjadi bagian dari mereka yang melanggengkan kezaliman ini. Sebagaimana sabda dari Rasulullah SAW,

Masa Kenabian ada di tengah-tengah kalian. Masa itu akan tetap ada selama Allah berkehendak. Kemudian Allah mengangkat masa itu jika Dia berkehendak mengangkatnya. Lalu akan ada masa Khilafah 'ala minhaj an-nubuwwah. Masa itu akan tetap ada selama Allah berkehendak. Kemudian Allah mengangkat masa itu jika Dia berkehendak mengangkatnya. Lalu akan ada masa kekuasaan ‘yang menggigit’. Masa itu akan tetap ada selama Allah berkehendak. Kemudian Allah mengangkat masa itu jika Dia berkehendak mengangkatnya. Lalu akan ada masa kekuasaan (diktator). Masa itu akan tetap ada selama Allah berkehendak. Kemudian Allah mengangkat masa itu jika Dia berkehendak mengangkatnya. Lalu akan ada lagi masa Khilafah 'ala minhaj an-nubuwwah.” Kemudian Nabi saw. diam (HR Ahmad).

Wallahu a’lam bishowab


Oleh: Rifdah Reza Ramadhan, S.Sos.
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments