Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Budaya Liberal Menghantarkan Generasi ke Lubang Kehancuran


TintaSiyasi.com -- Masih di awal tahun, namun negeri tercinta telah dihujani berbagai fenomena luar biasa. Konon, telah banyak liris puluhan artikel yang membahas tentang ratusan remaja hamil di luar nikah sehingga memenuhi Gedung Pengadilan Agama (PA) Ponorogo, Jawa Timur guna ajukan dispensasi nikah. Hal tersebut terjadi lantaran sebagian besar remaja berstatus pelajar sekolah menengah pertama dan menengah atas terjangkit pergaulan bebas. Jumlah yang terbilang tidak sedikit yaitu hingga 191 orang pelajar mengajukan dispensasi nikah, 183 pengajuan diterima dan 8 pengajuan ditolak lantaran tidak terdapat unsur mendesak (Radarutara.disway.id, 12/1/2023). 

 Sebagian besar pelajar yang mengajukan DisKA (Dispensasi Pernikahan Anak) yaitu 106 ajuan dari anak pendidikan terakhir Sekolah Menengah Pertama, sedangkan sisanya adalah 54 ajuan anak pendidikan terakhir Sekolah Dasar, 25 ajuan anak Sekolah Menengah Atas, dan 6 ajuan anak yang tidak bersekolah. Penjabaran diatas menjadi bukti bahwa mayoritas dari mereka adalah anak-anak dibawah umur 20 tahun atau remaja usia belasan. Diungkap oleh Dokter spesialis kebidanan dan kandungan RSIA Brawijaya Antasari, Dinda Derdameisya bahwa hal tersebut terjadi karena minimnya edukasi seksual dalam pendidikan anak (republika.co.id, 14/1/2023). Namun, fakta lapangan menyatakan edukasi seksual bukan solusi tepat bagi anak remaja yang hidup di era serba bebas seperti sekarang. 

Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai ketidakstabilan emosi dan perilaku. Ahli kesehatan Spesialis obgyn Dr. Arietta Pusponegoro, SpOG mengungkap bahwa remaja dibawah 20 tahun yang mengalami kehamilan akan menimbulkan resiko lebih besar ketika melahirkan. Bayi prematur memiliki peluang besar untuk mengalami masalah kesehatan, sedangkan biaya yang akan dikeluarkan tentu saja tidak sedikit. Hal tersebut berpengaruh pada hubungan suami istri. Mereka akan menghadapi berbagai konflik rumah tangga hingga mengakibatkan perceraian jika keduanya yang masih remaja tidak siap terhadap gelombang masalah dalam rumah tangga, tidak dapat mengontrol emosi satu sama lain, dan tidak memiliki ilmu berumah tangga (Health.detik.com, 15/1/2023). 


Jeratan Budaya Liberalisme, Menyesatkan!

Para remaja telah tersesat jauh sehingga terjebak kungkungan liberalisme atau paham kebebasan ala Barat. Liberalisme berasal dari bahasa latin “libertas” dan bahasa Inggris “liberty” yang berarti kebebasan. Paham tersebut lahir dari rahim ideologi kapitalisme yang menyediakan fasilitas bagi para pemuda. Melalui media digital dengan lika liku algoritma yang telah di setting sedemikian rupa, anak-anak remaja mendapatkan kemudahan untuk mengakses konten berbau pornografi dan pornoaksi yang pasti akan berpengaruh pada pemikiran dan perilaku mereka. Dengan itu, hasrat seksual anak muda akan meningkat dan mendorong mereka untuk melakukan seks tanpa menikah terlebih dahulu.
Lingkungan buruk menjerat mereka ke dalam pergaulan bebas yang senantiasa menggiring hati dan pikiran untuk melakukan budaya pacaran. Budaya pacaran tersebut lah yang menghantarkan mereka pada gerbang kegagalan. Sehingga tidak lain tidak bukan bahwa dampak dari perbuatan tercela itu telah mendorong mereka kepada masa depan suram. Kebanyakan dari mereka hamil diluar nikah saat masih dibawah umur. Pemuda yang seharusnya menjadi pelita bangsa namun kini hanya menjadi angan-angan semata. 

Adapun program sosialisasi mengenai edukasi seksual terhadap anak-anak usia dini hingga dewasa, ternyata tidak menyelesaikan masalah hingga ke akar. Kebebasan berperilaku yang ditumpangi oleh sistem kapitalis tidak kalah cerdas. Mereka memberikan solusi praktis ala barat dengan pemahaman memperbolehkan seks asalkan tidak hamil, halal berhubungan badan antara laki-laki dan perempuan asalkan suka sama suka, sehingga banyak fasilitas yang mereka sediakan seperti kondom, boneka seks, hingga barang-barang pemuas hasrat seksual yang terkesan mempercantik kemasan tindakan zina tersebut.  

Sungguh miris, negeri telah kehilangan banyak generasi emas penerus bangsa. Kapitalisme – liberalisme telah menghancurkan taraf berpikir para pemuda hingga menjadi seperti serpihan kaca tidak bersisa, hancur lebur. Sekolah yang diharapkan bisa menjadi rumah kedua bagi mereka, ternyata tidak berbuah manis sama sekali. Sistem telah gagal menciptakan lembaga pendidikan yang baik untuk anak sehingga akhlak dan budi pekerti mereka tidak terbentuk. Namun fenomena kelu seperti ini ibarat layar tancap saja bagi rezim, padahal seharusnya perkara ini merupakan tanggung jawabnya.


Negara Islam Tidak Akan Lepas Tangan

Negara Islam memberlakukan peraturan komprehensif berasal dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang dapat menjadi kontrol masyarakat. Ketika peraturan tersebut telah diterapkan, ia tidak hanya menjadi pengontrol, tetapi juga akan menghadirkan kedamaian bagi dunia. Negara Islam bertanggungjawab untuk mengelola media digital yang telah menjadi fasilitas urgent era saat ini. Mulai dari konten yang dimuat dalam media hingga penyebarannya akan diperhatikan oleh daulah, sehingga jika terdapat satu saja konten berbau negatif daulah berhak untuk melakukan pemblokiran terhadap konten tersebut. 

Hal tersebut dilakukan karena melihat betapa media digital sangat berpengaruh bagi pemikiran dan perilaku umat sekarang. Adapun uqubat (hukuman) yang diberlakukan tidak akan menyimpang daripada Al Quran dan As Sunnah itu sendiri. Hukuman yang tegas dan mutlak dari Sang Pencipta tidak dapat ditawar apalagi dibeli. Allah berfirman, “Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang zalim.” (QS. Al-Maidah: 45). 

Terlebih peran sekolah dalam daulah yang tidak kalah penting bagi perkembangan anak-anak, daulah senantiasa menyediakan lembaga pendidikan yang tujuan utamanya yaitu mencetak generasi bertakwa kepada Tuhan. Dalam kitabnya, Syaikh Taqiyuddin An-Nabani menyatakan 3 tahapan pendidikan dalam negara Islam yakni menanamkan syakhsiyah Islamiyah kepada anak didik hingga terbentuk pola pikir dan pola sikap berlandas pada Islam, mengenalkan tsaqofah Islam, dan mempelajari lifeskill atau ilmu yang berkaitan dengan keduniawian yang berguna untuk kebangkitan serta kemajuan Islam. Dengan begitu, pemuda akan tumbuh menjadi anak yang cemerlang. Kaki berpijak di bumi namun hati dan pikiran mereka tertuju pada akhirat. []


Oleh: Annisa Sukma Dwi Fitria
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments