TintaSiyasi.com -- Rasanya masih segar diingatan gempa yang menimpa Cianjur dan sekitarnya hingga menelan korban jiwa sebanyak 635 orang, belum lagi kerusakan bangungan-bangungan dan tempat-tempat ibadah yang bernilai miliaran rupiah, kita sudah dikejutkan lagi dengan berita terjadinya gempa-gempa lain di beberapa wilayah Indonesia.
Gempa sebagaimana hal nya bencana alam lainnya pastilah menyisakan para korban yang tidak sedikit jumlahnya. Mereka kehilangan bukan hanya barang-barang berharga, rumah bahkan juga sanak keluarganya.
Sekelumit kisah para korban gempa, sampai detik ini mereka masih terkatung-katung menunggu bantuan dana stimulan perbaikan rumah dan kepastian. Salah satu desa yang terdampak kerusakan paling besar adalah desa Cibeureum. Sampai saat ini mereka masih tertahan di tenda-tenda pengungsian.
Lemahnya Tanggung Jawab Negara
Penguasa adalah periayah atau pengurus dan penanggung jawab hajat hidup seluruh rakyatnya. Dimana seorang kepala Negara diamanahi mengurus segala urusan umat. Seperti sabda Nabi Muhammad SAW, “Pemimpin masyarakat adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Seorang penguasa harus cekatan dan tanggap terhadap kebutuhan rakyat yang dipimpinnya karena jika seorang pemimpin mengabaikan kebutuhan rakyatnya itu dianggap sebagai sebuah kelalaian. Dan kelalaian seorang penguasa tentu akan mendapat dosa besar. Seperti sabda Rasulullah SAW, “Tidaklah seseorang yang diberi amanah mengurusi rakyatnya, lalu tidak menjalankannya dengan penuh loyalitas, melainkan dia tidak mencium bau surga.” (HR Bukhari).
Dalam konteks gempa di Cianjur ini, penguasa dapat melakukan beberapa amanah berikut :
Melakukan pengungsian terhadap korban, baik yang sehat, sakit, maupun meninggal. Bagi warga yang sakit mendapatkan layanan kesehatan secara layak, sedangkan warga yang meninggal dimakamkan secara layak.
Agar kebutuhan dasar warga terpenuhi, baik kebutuhan fisik, psikis, maupun rohani dalam hal ini negara menyediakan tempat pengungsian. Gedung pemerintahan dan fasilitas publik bisa dimanfaatkan untuk pengungsian, daripada warga tinggal di tenda.
Segera membangun rumah warga yang rusak sehingga bisa segera ditempati dengan membersihkan puing-puing sehingga tidak menghalangi proses pembangunan kembali.
Segera merelokasi warga yang rumahnya berada di lokasi yang tidak aman dan membangun rumah di tempat baru yang aman untuk mereka.
Tidak hanya cukup melakukan langkah kuratif terhadap korban gempa tetapi Pemerintah juga wajib melakukan langkah-langkah preventif. Diantaranya adalah mempelajari infrastruktur tahan gempa seperti yang diterapkan di Jepang.
Masyarakat perlu diajak latihan gempa terutama wilayah-wilayah yang disinyalir rawan terjadi gempa. Pemerintah juga dapat menyediakan safety set peralatan keselamatan untuk keadaan darurat yang mudah diakses oleh seluruh warga. Serta jaringan informasi untuk melapor jika terjadi bencana alam di sekitar masyarakat.
Khilafah pernah berhasil mengatasi bencana gempa. Pada masa Khilafah Utsmaniyah telah mampu membuat bangunan tahan gempa di Istanbul. Pada saat itu, Sang arsitek, Mimar Sinan mampu membangun masjid dengan konstruksi beton bertulang yang kokoh, serta pola-pola lengkung berjenjang sehingga dapat membagi dan menyalurkan beban secara merata.
Selain kecanggihan arsitektur, salah satu kunci kekuatan bangunan pada Kekhalifahan Utsmaniyah yakni di aspek pembiayaan. Semua proyek pembangunan fasilitas publik, termasuk masjid, dari Baitul Mal dibiayai oleh negara.
Pemerintah saat ini selain bisa mengadopsi bagaimana Kekhalifahan Utsmaniyah mengatasi gempa, juga perlu melatih setiap warga negara untuk selalu tanggap bencana di mana pun mereka berada seperti dengan diadakannya simulasi-simulasi bencana di setiap RT seluruh Indonesia. Mengajak masyarakat memiliki satu pemikiran, satu perasaan dan mau diatur dalam satu aturan yang sama. Sehingga masyarakat akan saling meningkatkan kewaspadaan secara individu. Mereka juga akan saling tolong-menolong sebagai warga masyarakat. Sehingga ketika bencana sesungguhnya terjadi, masyarakat akan lebih cepat tanggap, sigap dan kompak.
Pola masyarakat seperti ini hanya akan terbentuk dalam sistem Islam dimana pemimpinnya memiliki rasa takut pada Allah atas apa yang diurus dan dipertanggungjawabkannya. Bukan kapitalisme sekuler dibmana pemimpin hanya turun untuk mencari simpati dan citra diri. []
Oleh: Imas Rahayu, S.Pd.
Aktivis Muslimah
0 Comments