TintaSiyasi.com -- Hingga penghujung tahun 2022, ada banyak persoalan yang terjadi di negeri ini. Adalah seperti kasus narkoba yang hampir mencapai 40 ribu kasus, mengalami penurunan 1,5 persen dari tahun sebelumnya. Kapolri Listyo Sigit Prabowo mengungkap akan tegas menindak para bandar hingga pengedar narkoba, selaras perintah Presiden Jokowi (republika.co.id, 01 Januari 2023).
Angka kejahatan juga naik 7,3 persen dari tahun sebelumnya. Menurut Sigit, meningkatnya tindakan kejahatan karena adanya peningkatan aktivitas masyarakat. Hal ini berkaitan dengan adanya pelonggaran terhadap pembatasan yang pernah diterapkan selama pandemi Covid-19 (republika.co.id, 01 Januari 2023).
Tidak ketinggalan, kasus korupsi yang ditangani Kejakgung memecahkan rekor angka kerugian dan kerugian perekonomian negara mencapai Rp 142 triliun. Juga persoalan investasi ilegal yang kian hari kian menjerat masyarakat karena menjanjikan keuntungan besar dalam waktu singkat. Di tahun ini, Polri menangani 28 kasus investasi ilegal dengan total kerugian sebesar Rp 31,4 triliun.
Begitu pula persoalan yang menimpa generasi muda negeri ini. Adalah seperti degradasi moral, kenakalan remaja, bullying, pergaulan bebas yang berujung pada kekerasan, kehamilan yang tak diinginkan, aborsi serta penyakit menular. Yang mirisnya, tahun ini tercatat 741 remaja terinfeksi HIV. Untuk mental illness, 1 dari 3 remaja negeri ini mengalami masalah kesehatan mental.
Jika kita menoleh ke belakang, persoalan yang sama mewarnai tahun-tahun sebelumnya. Seruan-seruan mengakhiri dan memberantas persoalan tersebut juga tak pelak kita jumpai. Dapat ditarik benang merah bahwa persoalan tersebut belum terselesaikan hingga tuntas.
Lantas, apakah tahun ini bisa kita lalui dengan mengharap adanya perubahan?
Apabila merujuk pada problematik berkepanjangan tahun sebelumnya, sangat tipis dan kecil harapan perbaikan kondisi pada tahun ini. Apalagi, tahun ini pun dibuka dengan luka sisa bencana akhir tahun lalu. Ditambah biasnya fokus pejabat dengan pesta besar demokrasi tahun depan.
Tipis dan kecil bahkan nihilnya probabilitas perbaikan di tahun ini ditandai pula dengan masih setianya kita dengan aturan sekuler kapitalisme. Mengapa demikian? Karena semestinya "setahun dua tahun" menjalani kehidupan tanpa perubahan, menjadikan kita berpikir bahwa tak ada solusi dari sistem sekuler kapitalisme untuk beragam persoalan yang terjadi.
Hal ini juga selaras dengan ungkapan John P. Morgan bahwa "langkah pertama menuju suatu tempat adalah memutuskan bahwa kamu tidak akan tinggal di tempatmu sekarang." Sedang, kita hari ini justru sebaliknya. Menginginkan adanya solusi, tetapi tetap berada di dalam indung persoalan. Apatah akan teraih solusi dan perubahan?
Melihat faktor-faktor yang berpeluang tidak adanya perbaikan di tahun ini, yang paling penting disorot adalah perkara "di mana saat ini kita tinggal". Ya, kita sedang berada di kehidupan yang mengadopsi sistem sekuler kapitalisme. Sistem sama yang digunakan bertahun-tahun sebelumnya oleh negeri ini. Sistem yang sama yang melahirkan beragam persoalan. Apatah masih ada harapan akan perubahan?
Sistem sekuler kapitalisme yang lahir dari pemisahan agama dari kehidupan menjadikan aturan-aturan kehidupan berasal dari buah tangan lemah manusia. Aturan agama, aturan dari Sang Pencipta dimarginalkan menyisakan perkara ritual belaka bahkan hari ini kian dipersempit ruangnya. Lantas, apatah masih mengharap perubahan dari aturan yang lahir dari makhluk yang lemah, terbatas serta serba kurang?
Sistem sekuler kapitalisme inilah yang menjadi biang lahirnya beragam persoalan di negeri ini, yang (sebagian) dipaparkan di awal tulisan ini. Maka sudah barang tentu, nihil kita mengharap solusi dari sistem yang justru menjadi biang keladi beragam persoalan. Pun apabila kita menyelisik mengapa persoalan-persoalan yang dialami tidak dapat diselesaikan dengan tuntas, ialah salah satunya karena tidak adanya sistem sanksi yang tegas dan membuat jera bagi pelaku.
Para bandar dan pengedar narkoba, para pelaku kriminal, para koruptor juga pelaku-pelaku kejahatan dan kemaksiatan lainnya justru dihukum setahun dua tahun bui. Bahkan untuk koruptor sendiri, di aturan yang baru-baru ini diteken, hukumannya justru berkurang. Ada banyak faktor lainnya, seperti lingkungan bahkan desakan ekonomi yang membuat pelaku kejahatan dan kemaksiatan masih meraja. Dan semua ini merujuk pada satu biang, adalah sekuler kapitalisme.
Dengan demikian, di tahun yang baru ini mestinya kita tak lagi menaruh harap pada sistem sekuler kapitalisme. Karena alih-alih memberi solusi, justru merupakan biang masalah. Pun alih-alih mengurusi urusan umat, pengurusan umat justru kian terbengkalai.
Sungguh, harapan adanya perubahan yang membawa kebaikan serta keberkahan hanya ada ketika diterapkannya Islam secara kafah. Karena, manusia pun serba-serbi kehidupan seluruhnya berjalan berdasar syariat Islam semata.
Wallahu'alam bishshawab.
Oleh: Khaulah
Aktivis Back to Muslim Identity
0 Comments