TintaSiyasi.com -- Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) sebagai satu solusi dalam pemenuhan kebutuhan hunian yang layak harus dapat memberikan manfaat sebagai unit hunian dan unit usaha (kegiatan ekonomi), juga menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum. Sebagai tempat hunian, rusunawa menjadi jawaban akan pemenuhan kebutuhan papan khususnya masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), selain itu juga dapat dimanfaatkan sebagai kegiatan usaha yang tentunya dalam skala kecil. Ketersediaan fasilitas sosial dan fasilitas umum juga menunjang kelayakan rusunawa.
Namun yang terjadi pada UPT Rusunawa Purus menggembok 23 unit kamar yang dihuni para penyewa. Disebabkan karena para penghuni tak kunjung mau membayar sewa. Tidak hanya satu bulan, namun berbulan-bulan. Terkait hal ini tentunya pengelola rusunan harus menyelesaikannya dengan baik dan tegas pada penyewa. Sebab, ini menyangkut pendapatan daerah. Tahun 2021 lalu, angka kemiskinan Kota Padang tercatat sebesar 4,94 persen. Angka ini naik dari tahun sebelumnya sekitar 4,40 persen. Tingkatan kebutuhan manusia akan rumah dari tingkat terbawah sampai ke atas sangat berpengaruh pada kebutuhan fisiologis, rasa aman, kebutuhan sosial, harga diri atau kehormatan, dan aktualisasi diri merupakan jenis kebutuhan yang perlu disediakan oleh suatu rumah.
Kelalaian Suatu Negara
Dilihat dari keadaan UPT Rusunawa seharusnya Negara mampu mengatasi permasalahan yang terjadi namun sudah jelas membuktikan bahwa Negara tidak mampu menyelesaikan persoalan penyediaan rumah bagi rakyatnya. Warga yang seharusnya menyewa kepada pemerintah dengan harga yang telah ditetapkan, namun kini disewakan kepada peminat secara bulanan. Bahkan yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara dalam memfasilitasi rumah untuk rakyatnya, malah dijadikan sebagai sumber pendapatan daerah.
Perlu perubahan bukan penderitaan
Rakyat yang seharusnya menikmati kelayakan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) sebagai tempat tinggalnya malah dibuat menderita dengan pembayarannya. Sungguh tidak pantas program-program yang ada sekarang tidak berpengaruh terhadap penurunan tingkat kemiskinan. Bukan karena program atau pun sasarannya yang salah, tapi sistem pemerintahannya lah yang salah. Lingkaran setan kemiskinan tidak akan pernah bisa selesai dalam rantai tata kelola sistem ekonomi kapitalisme. Ini karena kebebasan kepemilikan yang diagung-agungkan oleh sistem ini telah nyata menjadi penyebab makin tingginya ketimpangan.
Jika dilihat dari sejarah peradaban Islam, negara sangat memperhatikan perumahan yang layak untuk rakyatnya. Bukan hanya untuk rakyat miskin, tetapi siapa saja yang membutuhkan akan dibantu. Sebab Islam memandang bahwa rumah adalah kebutuhan pokok rakyat yakni kebutuhan papan yang wajib dipenuhi oleh kepala negara. Tentunya Itulah sistem Islam yang sempurna sebagai solusi paripurna. Coba saja di negeri ini memakai sistim Islam yang segala urusannya diterapkan sesuai al-qur’an dan hadits dan ketika ada penyimpangan terjadi akan di hukum sesuai dengan perbuatannya.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Nurfami
Mahasiswi, Aktivis Dakwah Kampus
0 Comments