Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Multipartai dalam Demokrasi, Kepentingan Umat Tergadai


TintaSiyasi.com -- Suasana politik di Indonesia hari ini semakin menghangat dengan dinamikanya yang penuh drama. Multipartai dalam demokrasi kembali terjadi tetapi tak ubahnya bagai halusinasi sebab upaya ini sangatlah jauh dari hakikat perjuangan politik yang sejati. Taktkala demokrasi masih menjadi sistem maka eksistensi dari beribu parpol yang ada hanyalah meninggalkan jejak-jejak berupa janji tanpa bukti yang menyolusi persoalan umat.

Bicara multipartai artinya eksistensi partai yang hadir dengan ragam visi misinya yang dianggap solusi dalam demokrasi seyogianya menjadikan persolan umat minimal berkurang bahkan teratasi. Namun sayangnya yang terjadi tidaklah demikian. Hingga kini untuk kesekian kalinya dalam beberapa dekade, eksistensi partai kerap kali tak memberikan arti dari sebuah solusi. Persoalan dalam negeri justru semakin berbelit, rakyat kian menjerit. Lalu, apa solusi hakikinya?

Kamu nanya? Mari kita mulai dari fakta yang ada. Melansir dari halaman website kompas.com (14/12/22), telah dilakukannya pengundian dan penetapan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI atas nomor urut 17 partai politik (parpol) yang lolos sebagi peserta pemilu 2024. Diketahui dari ke tujuh belas partai tersebut terdiri dari 9 partai yang saat ini tengah di parlemen, 4 partai peserta pemilu sebelumya dan 4 lagi partai baru.

Diketahui berdasarkan informasi dari laman website www.bbc.com (15/12/22) beberapa partai salah satunya Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) yang dinyatakan tidak memenuhi syarat menuding KPU tidak transparan dalam menjalankan proses seleksi. Dugaan adanya kecurangan inipun turut mewarnai polemik dalam negeri. Sejak Selasa (14/12) siang, massa dari Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) berunjuk rasa di depan Kantor KPU Pusat di Jakarta, Rabu (14/12). 

Jika demikian halnya, apa jadinya harapan akan perubahan ke arah yang lebih baik sedangkan kejujuran dan keadilan tidak melandasi setiap proses yang dilalui. Bagaimanapun juga, masalahnya urusan politik praktis demokrasi mulai dari multipartai hingga pemilu mempunyai konsekuensi tersendiri. Apalagi mengharapkan kejujuran dan keadilan di bawah asuhan sistem batil demokrasi adalah suatu kemustahilan.

Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustiyanti mengatakan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh sebuah partai agar bisa turut dalam pemilu memang cukup berat sebab langsung bersifat nasional dan butuh modal finansial yang besar. Kondisi ini jelas menguntungkan parta-partai yang sudah mapan. Di samping itu, partai mapan memiliki tingkat dukungan yang stabil.

Perspektif lain ditambah oleh Mada Sukmajati, pengamat politik dari Universitas Gajah Mada yang berpendapat bahwa kehadiran partai-partai baru juga dinilai perlu apalagi jika partai-partai itu menawarkan konsep yang menuntut perubahan, misalnya perubahan konstelasi ekonomi atau sosial. Hanya saja, imbuhnya, “memang akan sangat disayangkan jika partai-partai baru itu tidak memiliki tawaran konteks yang mendesak maupun gambaran alternatif kebijakan baru. Apalagi jika kabur opsi-opsi kebijaknnya. Pasalnya, partai-partai baru yang ada saat ini biasanya hasil dari konflik.” 

Tak dapat dinafikkan, memang ada banyak sekali drama dibalik pemilu dalam negeri ini. Mirisnya drama diselimuti tipu daya yang naasnya menambah duka rakyat. Mereka dibuat semakin melarat dengan janji-janji yang ditawarkan. Pemilu yang seharusnya dilalui dengan semangat membawa perubahan untuk memperjuangkan kesejahteraan rakyat justru kerap dinodai kepentingan semata. 

Akhirnya apa? Terjadinya perpecahan di tubuh umat. Faktanya banyak kasus yang menimpa antaranggota dalam keluarga hingga saling bermusuhan hanya karena berbeda jalur pendukung. MIRIS! Padahal ketika panggung kampanye usai dan pemerintahan terbentuk, bukan suatu kemustahilan para kandidat yang saat kampanye berlawanan justru berubah mesra di panggung kekuasaan.

Jelas saja konflik karena beda jalur pendukung hanya menyia-nyiakan energi umat. Alih- alih mewujudkan perubahan yang dirindukan, malah berujung drama pemilu yang ternyata saling membagi kue kekuasaan. Sungguh Mereka hanya ingin berkuasa tanpa niat benar-benar ingin mengurus rakyat.

Dari fakta yang ada sudah seharusnya menyadarkan kita bahwa sejatinya demokrasi jelas adalah sistem penuh keculasan. Inilah sistem sekuler yang sebenarnya berusaha tegak dengan mengambinghitamkan sistem politik lain. politik identitaspun jadi sasaran. Islam yang hakikatnya sebagai jalur perjuangan politik sedikit demi sedikit diamputasi.

Dalam demokrasi, multipartai dan pemilu hanya menjadi kendaraan politik yang memotori untuk mencapai suara menuju kursi kekuasaan dan membagi-bagi kue jabatannya untuk lingkaran koalisi. Bahaya derasnya sistem kapitalisme yang diaruskan penjagaannya oleh demokrasi ini cepat atau lambat akan menjadikan para aktivis dan politisi turut menjadi agen kebijakan sekuler yang zalim. Jelas saja kepentingan umatpun akan rawan tergadaikan.

Akibatnya segala janji saat kampanye minim aktualisasi. Sosok pemimpin dalam negeripun rawan krisis identitas dan lemah secara legitimasi. Kekuasaan yang semestinya mengurus urusan umat tetapi karena kepentingan politik di bawah pekatnya racun sistem kapitalisme dan oligarki menggerus marwah hakikat sebagai penguasa yang dirindukan umat. Padahal menjabat hakikatnya adalah amanat, mandat dan siap menjadi pelayan umat.

Demikian itulah idealnya. Hanya partai yang shahih di bawah naungan sistem Islam yang mampu menyolusi yakni mengurus umat tatkala diberikan amanat dalam kekuasaan. Sistem Islam yang menjadikan syariat sebagai landasan berbuat sajalah yang mampu mewujudkan harapan umat. Sistem mulia ini dikenal dengan sistem khilafah yang eksistensinya terbukti membawa kesejahteraan bagi rakyat dengan jejak peradabannya yang mulia selama 13 abad lamanya. 

Karenanya ikhtiar memperjuangkan kembali sistem mulia ini adalah akar solusi agar kepentingan umat tidak tergadaikan. Untuk itu, sebagai seorang muslim sangat penting memahami hakikat multipartai yang sahih yaitu sebagaimana firman Allah Taala, “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS Ali Imran [3]: 104).

Ayat ini adalah rambu-rambu utama mengenai multipartai di tengah masyarakat. Keberadaan multipartai adalah sesuatu yang thabi’i (alami), tetapi spirit pergerakan seutamanya hanyalah semata-mata demi dakwah dan kemuliaan Islam. Maka dari itu, upaya dakwah melanjutkan kehidupan Islam tidak boleh berhenti. 

Sebab hanya aktivitas dakwah politik sebagaimana firman Allah dan sabda Rasulullah SAW di ataslah yang layak diikuti dan diperjuangkan. Demikian inilah jalan perjuangan yang hakiki agar kepentingan umat tak sampai tergadai. So, jangan santai! Bismillah, Allahu Akbar.

 Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Aisyah Humaira 
Pengemban Dakwah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments