Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Potret Buram Masyarakat Sekuler yang Melahirkan Individualisme


TintaSiyasi.com -- Satu keluarga yang ditemukan tewas membusuk di Perumahan Citra Garden 1 Extension, Kalideres, Jakarta Barat. Keluarga itu dikenal tertutup dengan warga sekitar, sehingga kematian keluarga itu baru terungkap setelah tiga minggu. Setelah warga mencium aroma busuk dari dalam rumah yang berpagar tinggi itu. Sebelumnya, sempat disebutkan jika penyebab kematian Rudiyanto Gunawan (71) yang merupakan kepala rumah tangga, kemudian istrinya K. Margaretha Gunawan (68) anaknya Dian (42) serta adik ipar Rudiyanto, Budiyanto Gunawan (68) akibat kelaparan.

Terkait hal ini, ketua RT 07/15 Perumahan Citra Garden, Tjong Tjie alias Asyung, membantahnya, karena keluarga ini tergolong mampu sehingga narasi soal mati kelaparan tidak bisa dibenarkan. Akan tetapi, Asyung membenarkan keluarga tersebut tergolong tertutup dalam berinteraksi dengan warga sekitarnya, bahkan juga ke keluarganya. Asyung juga mengatakan, keluarga yang tewas itu sudah tinggal lama lebih dari duapuluh tahun dan rumah korban juga berada di depan kediaman ketua RT.

Sementara itu Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Metro Jaya kombes Hengki Haryadi turut angkat bicara soal penyebab kematian keluarga itu. Terkait soal mati karena kelaparan, Hengki menilai hal itu belum bisa dipertanggung jawabkan. Secara induktif, olah TKP sudah dilaksanakan, dan sedang menunggu hasil dari kedokteran forensik maupun laboratorium forensik mengenai sebab-sebab kematian secara akurat, jelas Hengki. Secara deduktif lanjut Hengki, adalah dengan pendalaman informasi dari saksi-saksi baru dari tetangga korban, ketua RT setempat, petugas PLN serta kerabat korban.

Dari hasil pemeriksaan dokter forensik Rumah Sakit Polri Kramat Jati Jakarta Timur, keempat orang yang tewas itu sudah lama tidak mendapat asupan makanan maupun minuman. Berdasarkan pemeriksaan bahwa dari lambung para mayat itu tidak ada makanan, jadi bisa diduga bahwa mayat itu tidak ada makan dan minum cukup lama, karena dari otot-ototnya sudah mengecil, ucap pasma. Dari keempat mayat tersebut berbeda waktu meninggalnya,sehingga pembusukannya masing-masing berbeda. Tidak menemukan bercak darah di lokasi, kondisi rumah rapi.

Peristiwa ini sungguh mengenaskan. Terlebih saat ini narasi yang berkembang mengklaim bahwa keluarga tersebut tertutup dan enggan berinteraksi. Oleh karena itu, pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel tidak setuju jika kasus ini mengkambinghitamkan sikap antisosial dari keluarga tersebut. Reza mengingatkan agar jangan berasumsi bahwa sikap antisosial ini menjadi penyebab kematian mereka. Yang pasti, mereka ini terlambat ditemukan. Di sisi lain kita juga tidak bisa menampik bahwa masyarakat saat ini yang berada dalam sistem kapitalis sekuler acapkali memposisikan perilaku keengganan bersosialisasi sebagai masalah sekaligus perilaku salah. Hal ini lagi-lagi sering menjadi kambing hitam dalam pola interaksi sosial di tengah masyarakat. Padahal, bisa jadi, keengganan bersosialisasi ini justru berposisi sebagai akibat atau dampak sehingga keluarga tersebut menutup atau menarik diri dari pergaulan dengan masyarakat di sekitarnya.

Intinya, sikap empati, simpati, dan menerapkan adab bertetangga sejatinya adalah solusi yang bisa langsung dipraktekan. Keterlambatan masyarakat sekitar mengetahui tewasnya tetangga mereka sekeluarga adalah perkara miris. Bagaimana mungkin dalam jangka waktu tiga minggu tidak terjadi intetaksi sama sekali dengan mereka dan tetangganya tidak menaruh curiga sedikit pun bahwa bisa jadi sedang terjadi sesuatu pada keluarga tersebut.

Ditambah di era digital seperti saat ini, setidaknya, ketika ada anggota keluarga tersebut tidak menampakan diri dengan waktu yang cukup lama, bisa menghubungi melalui online. Apakah tidak ada grup komunikasi melalui WA minimal untuk warga RT setempat? Apakah tetangganya tidak ada yang bertamu atau melihat statusnya di media soaial? Ini sebenarnya keterlaluan! Ketidakpedulian dan rasa empati di antara tetangga akan tewasnya sekeluarga di Kalideres ini menunjukan bahwa masyarakat di sekitar tempat tinggal keluarga tersebut terjangkit penyakit sekuler yang melahirkan individualisme akut.

Pentingnya kita memahami hakikat manusia yang patut dikembalikan kepada Zat Yang Maha Menciptakan manusia sebagai makhluk sosial. Manusia tercipta sepaket dengan kelemahan dan kealpaannya. Oleh karena itu, manusia membutuhkan orang lain untuk berbagi ruang interaksi sosial, baik secara fisik (bertatap muka langsung) maupun digital (chatting). Manusia juga membutuhkan orang lain untuk berbagi kebaikan, serta saling menjaga dan memelihara. Dan hakikat manusia sebagai makhluk sosial, jelas manusia juga membutuhkan ruang interaksi dengan orang lain berupa proses amar makruf nahi mungkar (dakwah).

Jika hakikat makhluk sosial ini diambil alih melalui smart city, yaitu kawasan perkotaan berteknologi modern yang menggunakan berbagai jenis teknologi elektronik, kemudian smart city ini justru makin melejitkan perilaku individualisme, dampaknya adalah akan menghilangkan atau membajak interaksi sosial di masyarakat sekaligus menghilangkan manusia sebagai makhluk sosial.

Bagaimana interaksi sosial dalam Islam? Perilaku individualistis lahir dari tegaknya sistem sekuler. Tindakan individualistis yang selama ini menjadi kebanggaan sistem sekuler dengan adanya kasus Kalideres ini, harus rela tertampar dan wajib segera gulung tikar. Sekularisme telah memberi celah terjadinya persepsi keliru terhadap kehidupan dan interaksi sosial di tengah masyarakat. Nyatalah tata aturan kehidupan yang ada saat ini jauh dari aturan Zat yang menciptakan manusia sebagai makhluk sosial.

Inilah pentingnya kita memahami masyarakat Islam, sebagai inkubator kehidupan yang kondusif dan sesuai fitrah manusia. Masyarakat adalah sekumpulan orang yang memiliki persaan, pemikiran dan peraturan yang sama dan di dalamnya ada interaksi sosial berdasarkan aturan Islam. Dalam Islam, interaksi ini tidak terbatas dengan yang sesama Muslim, tetapi juga kepada tetangga yang non-Muslim. Islam dengan tegas mengatur perihal adab dan tata aturan bertetangga. Islam tidak memberi ruang bagi perilaku individualistis, karena perilaku ini menghilangkan hakikat makhluk sosial pada diri manusia.

Rasulullah SAW bersabda, "Siapa pun yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya, dan siapa pun yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia mumuliakan tamunya" (HR. Muslim). Hadis di atas jelas menganjurkan untuk berbuat baik dan memuliakan tetangganya. Memperhatikan tetangga adalah bagian dari syariat Islam. Dari Abu Dzar ra, Rasulullah SAW bersabda, "Jika engkau memasak kuah, maka perbanyaklah airnya dan perhatikanlah tetangga-tetanggamu" (HR. Muslim).

Interaksi sosial dengan tetangga dalam Islam tidak berarti kita harus selalu kepo dan nyinyir kepada tetangga, juga tidak lantas menabrak batas-batas kehidupan khusus (hayatul khas) tetangga kita. Ada adab bertetangga yang juga harus kita perhatikan, seperti kewajiban mengetuk pintu ketika bertamu ke rumah tetangga, juga larangan mengintip melalui jendela ketika pemilik rumah belum membukakan pintunya setelah kita mengetuknya.

Allah SWT berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalau memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta ijin atau memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat. Jika kamu tidak menemui seorangpun didalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat ijin. Dan jika dikatakan kepadamu, Kembali (saja) lah, maka hendaklah kamu kembali. Ini bersih bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan" (QS. An-Nur: 27-28). 

Islam dengan aturan yang paripurna telah menempatkan semua aspek interaksi sosial secara tepat guna sehingga tata cara kehidupan tidak salah kaprah.

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Darti
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments