TintaSiyasi.com -- Awalnya kita mengira bahwa masa-masa sulit sudah kita lewati pasca pandemi Covid-19. Namun, kabar mengejutkan dengan berita di akhir tahun 2022, PHK massal menimpa berbagai start up. Sebanyak 21.000 karyawan DIPHK dari seluruh start up yang ada di dunia. Kabar ini tentulah tidak baik-baik saja.
Start up adalah perusahaan rintisan yang menerapkan inovasi teknologi dalam menjalankan bisnisnya dan mengupgrade barang dan jasa yang sudah ada. Start up juga memiliki sistem kerja yang modern dan fleksibel dibandingkan dengan perusahaan konvensional yang cenderung formal.
Dalam catatan CNBC Indonesia, sepanjang tahun 2022, sejumlah rangkaian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karyawan diambil oleh start up dan emiten teknologi. Emiten teknologi PT. GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) yang memutuskan PHK karyawan turut menambah panjang daftar start up dan perusahaan teknologi yang melakukan PHK karyawan di Indonesia (cnbcindonesia.com, 18/11/2022).
Shoopee telah merumahkan ratusan pegawainya September lalu. Induk Shoopee, Sea juga dilaporkan telah merumahkan 7.000 orang atau 10% dari total pegawainya di seluruh dunia selama 6 bulan terakhir. Begitu juga dengan nasib start up Fintech Xendit, Carsome, TokoCrypto, Twitter, Metta, Fabelio, LinkAja, Zenius, TaniHub, JD. Id, Pahamify, hingga Ruang Guru.
Berikut berbagai kondisi yang membuat perusahaan start up harus mengambil keputusan yang sulit ini untuk merumahkan karyawannya. Pertama, Adanya ketidakpastian kondisi ekonomi dan politik diakibatkan dari konflik Ukraina dan Rusia. Hal ini berpengaruh terhadap kegiatan makro ekonomi karena adanya ketidakpastian apa yang terjadi. Akhirnya membuat investor melakukan aksi jual besar-besaran dan membuat marketnya terkoreksi.
Kedua, inflasi yang terjadi di Amerika Serikat mencapai 8,6 persen pada Mei 2022, ini adalah yang tertinggi dalam 4 dekade. Untuk mengatasi hal ini, maka FED selaku bank sentral AS menaikkan suku bunga acuan sehingga bank berhati-hati dan ketat dalam menyalurkan pinjamannya. Otomatis para investor yang biasa menggelontorkan dananya mulai membatasi pendanaannya. Padahal, perusahaan start up biasa melakukan bakar uang untuk mempercepat pertumbuhannya dan hal ini butuh dana yang sangat besar.
Ketiga, daya beli masyarakat menurun. Jika inflasi naik, otomatis harga barang ikutan naik. Akhirnya, masyarakat tidak bisa membeli sebanyak yang biasa mereka beli dan ini berpengaruh terhadap omset dan laba perusahaan. Perusahaan pun akan melakukan cost eficiency dengan memotong biaya operasional. Ini bisa dengan cara menutup unit bisnis yang tidak profitable dan mengurangi gaji karyawan. Bahkan, sampai kepada pilihan yang paling mudah sekaligus paling sulit adalah melakukan PHK.
Dalam Islam, tidak ada problem tenaga kerja. Hari ini, sistem yang diemban oleh negara ini yaitu kapitalisme, memiliki konsep kebebasan kepemilikan. Sistem ini melahirkan diktatorisme para pemilik modal terhadap para pekerja atau buruh. Akibatnya, para pekerja banyak yang mendapatkan tekanan, beban yang berat, kezaliman, dan eksploitasi keringat dan tenaga mereka. Sistem ini dibuat sedemikian rupa untuk kepentingan para pemilik modal dengan diback up UU yang akan menyelamatkan bisnis mereka, seperti salah satunya adalah undang-undang cipta kerja.
Lewat Omnibuslaw ini, investor atau pemilik modal ingin dengan mudah melepas pekerja. Karena menurut Chief Investment Officer Eastspring Investments Indonesia Ari Pitojo, pekerja yang selama ini adalah beban bagi dunia usaha. Sementara dalam Islam, tidak didapatkan problem yang dinamakan problem tenaga kerja. Negara wajib menyediakan pekerjaan bagi para pekerja. Rasulullah saw. bersabda: “Imam adalah pemimpin, dan dia bertanggungjawab atas rakyat yang dipimpinnya.” (HR. Al-Bukhari).
Bukan itu saja, negara wajib menghilangkan kezaliman yang terjadi antara pemilik modal dengan pekerja. Karena mendiamkan kezaliman adalah dosa besar. Jika negara dengan sengaja mendiamkan kezaliman, tetapi ia mampu menghilangkan kezaliman tersebut, maka seluruh umat wajib menuntut negara. Dalam Islam, ada mahkamah madzalim yang bertugas untuk menghilangkan kezaliman dari orang terzalimi dan perintah mahkamah madzalim dalam hal itu berlaku atas penguasa dan negara.
Seperti yang terjadi saat ini, meskipun para pekerja melakukan mogok kerja dan demonstrasi, tetapi suara mereka seolah tidak terdengar oleh penguasa. Pemerintah abai terhadap pemeliharaan kepentingan rakyatnya. Jika hari ini rakyat dibebankan oleh PHK masal dan kondisi ekonomi yang makin sulit dan tidak menentu, maka masa depan rakyat kecil akan terlihat makin suram. Biaya hidup yang tinggi akan menjadi masalah besar. Banyak kasus bunuh diri karena terimpit ekonomi. Negara seolah tidak peduli akan hal ini.
Apa yang dibutuhkan para pekerja, berupa jaminan kesehatan bagi mereka dan keluarga mereka, jaminan nafkah untuk mereka dalam kondisi mereka keluar dari pekerjaan dan dalam kondisi mereka sudah tua, jaminan pendidikan untuk anak-anak mereka, dan jaminan sejenisnya untuk melindungi pekerja memang sebenarnya bukanlah tanggung jawab yang pemberi kerja (perusahaan). Namun, semua adalah tanggung jawab negara. Bukan hanya pekerja, tetapi seluruh rakyat. Negara yang wajib menyediakan kesehatan dan pendidikan gratis untuk semua orang, serta menanggung nafkah orang-orang yang tidak mampu.
Maka, sungguh betapa istimewanya hukum Islam, kalaupun terjadi PHK, maka pekerja ataupun rakyat tidak akan risau. Karena setiap permasalahan yang berkaitan dengan kepentingan rakyat, negara bertanggungjawab untuk menyelesaikannya. Pemilik modal tidak akan semena-mena terhadap para pekerja. Ini bisa diwujudkan jika Islam diterapkan dalam kancah negara secara menyeluruh. Agar fungsi negara dalam mengayomi dan melindungi rakyatnya benar terjaga.
Wallahualam bissawab.
Oleh: Endah Sefria, SE
Pemerhati Ekonomi
0 Comments