Dikutip dari cbcindonesia.com, 20/11/2022, Shopee dilaporkan kembali melakukan PHK untuk ketiga kalinya. Laporan media dan unggahan para pegawai di media sosial, keputusan itu dilakukan pada Senin (14/11/2022). PHK gelombang ketiga ini hanya berselang dua bulan setelah Shopee pada September lalu merumahkan ratusan pegawainya. Induk Shopee, Sea, juga dilaporkan telah merumahkan 7.000 orang atau 10% dari total pegawainya di seluruh dunia selama 6 bulan terakhir.
Di samping itu, GoTo juga ramai diperbincangkan karena merumahkan 1.300 orang atau 12% dari total karyawannya. CEO GoTo, Andre Soelistyo, mengatakan keputusan ini tidak mempengaruhi layanan pada konsumen dan komitmen pada mitra pengemudi, merchants, dan seller.
Ruangguru juga membuat keputusan yang sama dengan melepas ratusan pegawainya. Pengumuman PHK dilakukan pada Jumat (18/11/2022). Perusahaan beralasan PHK dilakukan akibat kondisi pasar global.
Selain sejumlah start up tersebut, banyak juga sejumlah perusahaan lain yang melakukan pengurangan tenaga kerja seperti Sirclo, Xendit, Carsome, Tokocrypto, Lummo, MPL, Tanihub, Zenius, JD.ID, Pahamify, Linkaja, dan sicepat juga melakukan hal serupa. Bahkan diantaranya sudah ada juga perusahaan start up yang gulung tikar seperti sorabel, Fabelio, dan sebagainya. PHK massal tidak hanya terjadi di Indonesia saja, tetapi juga di India. India tercatat memberlakukan PHK kepada 6.000 karyawan dalam 5 bulan terakhir.
Pada awal keberadaannya, bisnis yang bergerak di bidang teknologi internet ini memang menyedot perhatian publik. Bisnis ini juga terlihat menggiurkan karna membuka lowongan pekerjaan yang besar. Namun, seiring berjalan waktu, bisnis ini mengalami penurunan bahkan kebangkrutan.
Menurut data Layoff.fyi, 9/11/2022, jumlah karyawan start up di dunia yang telah terkena PHK mencapai 104.791 orang sejak 1 Januari--9 November 2022. Jumlah tersebut telah melejit 597,54% dibandingkan sepanjang tahun lalu yang sebanyak 15.023 orang. Alasannya adalah adanya penurunan dan pelemahan hambatan pendanaan sehingga dilakukan penyesuaian dan perubahan strategi bisnis.
Strategi bisnis yang dilakukan oleh start up pada umumnya yang mereka pakai saat pertama kali adalah “bakar uang”, yakni mereka akan berlomba-lomba menggunakan modalnya secara habis-habisan sehingga konsumen merasa kecanduan dan terus menerus ingin menggunakan layanan perusahaan start up terkait dalam waktu panjang.
Modal yang mereka gunakan untuk strategi ini berasal dari investor dengan mekanisme investasi. Ketika sasaran pasar meningkat maka akan meningkat pula harga saham di perusahaan tersebut. Tentu hal ini menjadi daya tarik bagi para investor yang akan berbondong-bondong untuk menanamkan modalnya, apalagi konsep investasi dalam sistem ekonomi saat ini salah satunya berupa saham, yang harga asetnya jauh melebihi nilai instrinsiknya. Tidak heran, ketika terjadi masalah ekonomi seperti krisis keuangan, invasi Rusia-Ukraina, pandemi, membuat para investor berhati-hati dalam menanam saham, bahkan bisa jadi menarik asetnya.
Era suku bunga murah sudah berakhir. Bank sentral di berbagai negara menaikkan suku bunga dengan agresif di tahun ini. Artinya, para investor harus membayar mahal jika mengambil kredit investasi. Pendanaan bagi startup pun seret.
Alhasil dengan melonjaknya harga aset akan menciptakan gelembung yang terus menerus membesar dan bisa tiba-tiba pecah ketika para investor menarik dananya. Maka imbasnya adalah terjadi PHK massal karena perusahaan kekurangan bahkan tak memiliki dana. Fakta demikian adalah hal yang logis terjadi dalam sistem kapitalisme. Sebab, sistem ekonomi saat ini dibangun dari sektor nonriil, yakni sistem investasinya berbasis spekulasi atau perjudian yang diwujudkan dengan bentuk jual beli saham, sekuritas, dan obligasi di sistem pasar modal.
Maka menjadi wajar jika pertumbuhan ekonomi memang cepat tapi pertumbuhannya semu. Pada awalnya perusahaan start up banyak yang berkembang, tetapi perlahan akan mati karena kekurangan modal. Tidak heran jika publik masih mengandalkan sistem ekonomi kapitalisme yang hanya mengejar keuntungan materi tanpa didukung sistem dan pendanaan yang kuat, PHK massal akan tetap terus terjadi.
Islam sebagai ideologi tentu mampu menyelesaikan permasalahan ini dan menawarkan solusi yang tepat. Islam memiliki sistem-sistem kehidupan yang secara praktis diterapkan dalam negara. Sistem ini akan memberi maslahat kepada umat manusia termasuk dalam sistem ekonominya.
Sistem ekonomi Islam bertumpu pada sektor riil, bukan nonriil, yaitu barang nyata yang terlihat nilainya. Islam melarang dan mengharamkan sektor ekonomi nonriil berkembang karena sektor ini merusak perekonomian. Sehingga di sistem Islam seluruh bisnis yang bekembang nantinya harus juga bertumpu pada sektor riil.
Dalam sistem Islam juga tidak akan bergantung kepada pendanaan dari investor asing dan terombang-ambing pada ekonomi dunia. Namun, nantinya pemerintahlah yang akan mengatur segala ekonomi, menguatkan negara dari sisi ekonomi juga meminimalkan investasi dari pihak asing.
Di sisi lain, untuk masalah lapangan pekerjaan bukan lagi hanya mengandalkan kapitalis yang memiliki modal untuk membangun sebuah usaha, melainkan akan menjadi tanggung jawab wajib bagi negara seutuhnya. Negara juga terus mendorong masyarakat untuk berbisnis dengan hukum yang syar’i dan berbasis sektor riil.
Semua itu menjadikan sistem ekonomi Islam tahan krisis dan tidak akan pernah mengalaminya. Pengembangan sektor riil yang dikendalikan oleh negara akan sangat mampu menyelesaikan permasalahan pengangguran hingga tidak ada satu pun laki-laki dalam negara yang tidak memperoleh pekerjaan. Alhasil, gelombang PHK massal akan dapat teratasi dalam sistem Islam. Wallahualam bissawab.
Oleh: Fajrina Laeli, S.M.
Aktivis Muslimah
0 Comments