TintaSiyasi.com -- Makin berkembangnya teknologi makin mempermudah kita melakukan berbagai hal. Mulai dari tersedianya sarana dan prasarana yang canggih, sehingga mampu melakukan berbagai macam aktivitas dengan cepat. Sebagai contoh dalam perkembangan dunia digital.
Makin pesatnya perkembangan dalam bidang digital mampu mempermudah kita melakukan beberapa aktivitas secara online. Mulai dari komunikasi secara online, berbelanja online, dan bahkan ada pula yang disebut dengan pinjaman online.
Pinjaman online atau disebut juga sebagai pinjol adalah salah satu kemudahan dari layanan jasa tertentu, agar memudahkan dalam memenuhi kebutuhan.
Kasus pinjol ini telah marak digunakan oleh mahasiswa bahkan masyarakat pada umumnya. Seperti yang dilansir dari Republika (15/11/2022), Pengamat Keuangan Piter Abdullah menilai ratusan mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) terjerat pinjaman dalam jaringan (pinjaman online/pinjol) untuk penjualan yang ternyata bodong karena tamak yang tidak memiliki kemampuan keuangan, dan tidak memiliki literasi pengetahuan mengenai masalah ini.
Ada beberapa penyebab maraknya pinjaman online, di antaranya:
Pertama, karena mahasiswa tersebut ingin mendapatkan keuntungan yang banyak dari investasi yang dilakukan dalam platform pinjol tersebut. Jadi platform pinjol itu menjadi wadah pertemuan antara si pemilik modal dan si peminjam. Tetapi risiko untung dan rugi sama besarnya karena para investor bisa merugi bila peminjam modal gagal bayar pinjaman. Atau para penanam modal dirugikan karena modal dibawa kabur oleh platform pinjol tersebut.
Kedua, tidak berpikir secara kritis dan logis sebelum melakukan tindakan. Hanya karena diiming-imingi oleh keuntungan besar yang akan didapatkan dengan mudah dari pinjol sehingga tidak mencari literasi yang berkaitan dengan pinjol yang akan dilakukan. Selain itu, tidak memperhitungkan risiko yang akan didapatkan nantinya.
Ketiga, hanya berorientasi pada materi seperti halnya menginginkan sesuatu untuk dibeli, tanpa melihat keuangan yang dimilikinya. Hal ini diiringi dengan sikap hedoisme yang selalu ingin mengikuti gaya hidup orang lain, tanpa melihat kemampuan keuangannya sendiri.
Beberapa penyebab tersebut yang telah menjebak mahasiswa untuk melakukan pinjaman online tanpa berpikir panjang sebelum melakukannya.
Berbeda jika dalam Islam kita sudah diingatkan untuk menjauhi yang namanya riba dan transaksi yang tidak jelas akadnya. Dalam kasus pinjol, memiliki berbagai macam ketidakjelasan. Mulai dari transaksi yang dilakukannya serta keuntungan yang didapatkan dari investasi tersebut adalah riba.
Riba hukumnya haram bahkan kita diperintahkan untuk menjauhinya, seperti dijelaskan dalam hadis riwayat Anas disebutkan, Rasulullah SAW pernah bersabda, "Satu dirham yang didapat oleh seseorang dari hasil riba itu lebih berat daripada berzina sebanyak 36 kali, dalam pandangan Islam." Dalam hadis tersebut menekankan bahwa betapa bahaya dosa riba karena lebih berat dari pada perbuatan zina.
Selain itu, Islam mengajarkan kita untuk selalu berpikir kritis sebelum melakukan sesuatu serta melibatkan ruh di dalamnya. Agar yang menjadi tolok ukur dari segala aktivitas yang kita lakukan adalah atas dasar perintah dan larangan Allah SWT. Bukan hanya sekadar keinginan nafsu semata sehingga melakukan dengan cara instan (seperti pinjol) untuk memenuhi nafsu tersebut.
Mirisnya kasus ini terjadi di PTN favorit dan masuk top 450 dunia. Ini membuktikan bahwa gagalnya sistem pendidikan dalam mencetak mahasiswa-mahasiswa yang memiliki pemikiran yang cemerlang, mahasiswa yang mampu berpikir dengan kritis dan jernih sebelum melakukan suatu tindakan.
Solusi dari kasus tersebut yaitu pemerintah harus menindak tegas bagi para pelaku jasa pelayanan pinjaman online dan melarang atau memblokir adanya platform-platform pinjaman online dalam situs-situs internet. Karena, pelaku pinjaman online tersebut sudah menyalahi aturan Allah dengan melibatkan riba di dalam pinjaman tersebut.
Dalam ajaran Islam menegaskan bahwa pelaku riba jika tidak ingin berhenti dari perbuatan riba maka Allah akan memerintahkan Nabi untuk memerangi pelaku riba tersebut.
Selain itu, sistem pendidikan wajib untuk menguatkan akidah setiap individu mahasiswa. Sehingga dibutuhkan pendalaman akidah semenjak dini. Mulai dari bangku TK sampai perguruan tinggi. Agar setiap siswa dan mahasiswa paham bahwa riba adalah perbuatan haram. Sikap pragmatis akut dan hedonisme itu pun dilarang dalam Islam. Kita wajib melakukan usaha sebelum mendapatkan hasil yang baik. Bukan hanya ingin proses yang instan-instan saja dan selalu memandang materi sebagai tolok ukur kehidupan. Padahal Islam mengajarkan yang menjadi tolok ukur adalah perintah dan larangan Allah.
Jadi solusi yang telah disebutkan di atas hanya akan tercapai jika Islam menjadi pandangan hidup suatu negara. Di mana negara akan menerapkan aturan-aturan Allah dalam setiap lini kehidupan sehingga aturan tersebut dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan kehidupan dengan tepat.
Aturan Allah-lah yang wajib dipakai dalam bernegara karena jika aturannya berdasar dari akal manusia yang terbatas maka hanya akan menimbulkan kekacauan.
Wallahu a'lam. []
Oleh: Yulfiasida (Upik)
Aktivis Muslimah
0 Comments