TintaSiyasi.com -- Akhirnya, DPR telah mengesahkan. RKUHP menjadi undang-undang di Rapat Paripurna pada 6 Desember 2022. Padahal pengesahan RKUHP ini telah mendapatkan berbagai penolakan. Namun nyatanya penolakan ini tak diindahkan. RKUHP ini dianggap akan merugikan rakyat karena berisi pasal-pasal yang kontroversi. Salah satunya terkait kebebasan berpendapat. KUHP ini diwacanakan akan mulai berlaku 3 tahun lagi sejak diundangkan.
Dikutip dari CNN Indonesia (15/12/2022), ratusan mahasiswa dari sejumlah kampus di Jakarta menggelar demo menolak Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang dianggap bermasalah di depan Gedung DPR/MPR, Jakarta, Kamis (15/12). Salah satu spanduk yang dibentangkan bertuliskan "Cabut KUHP bermasalah. Semua bisa kena". Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mempersilakan para pihak yang tidak setuju agar melayangkan gugatan ke Mahkamah Konsitusi (MK). Pengacara publik LBH Jakarta Citra Referandum menilai masyarakat sudah pesimistis untuk mengajukan gugatan judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK). Citra melihat independensi MK saat ini mengkhawatirkan.
Adapun pasal-pasal yang dianggap bermasalah dalam UU ini diantaranya 1) Pasal 240 - Penghinaan terhadap Pemerintah atau Lembaga Negara. Dalam pasal ini, penghinaan terhadap pemerintah dan lembaga negara dilebur menjadi satu pasal dan menjadi delik aduan secara terbatas, yaitu untuk penghinaan yang tidak mengakibatkan kerusuhan. 2) Pasal 256 - Unjuk rasa. Dalam pasal ini berisi larangan unjuk rasa tanpa pemberitahuan yang mengakibatkan terganggunya pelayanan publik dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 bulan atau pidana denda paling banyak Rp 10 juta. 3) Pasal 188 - Penyebaran ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme atau Paham Lain yang bertentangan dengan Pancasila. Dalam pasal ini ada penambahan klausa “larangan menyebarkan atau mengembangkan paham lain yang bertentangan dengan Pancasila”.
Pasal ini sangat bermasalah karena tidak ada penjelasan tentang yang dimaksud dengan paham yang bertentangan dengan Pancasila dan siapa yang berwenang menentukan suatu paham bertentangan dengan Pancasila.
Dengan disahkannya KUHP ini berarti Indonesia memiliki KUHP sendiri setelah bertahun-tahun menggunakan KUHP produk Belanda. Menurut Yasonna Laoly, produk Belanda yang sudah dipakai selama 104 tahun ini dirasakan sudah tidak relevan lagi dengan kondisi dan kebutuhan hukum pidana di Indonesia. Hal ini menjadi salah satu urgensi pengesahan RUU KUHP.
Sementara itu, Dosen online Universitas Online (Uniol) 4.0 Diponorogo, Prof. Dr. Suteki, S.H., M.Hum. dan Puspita Satyawati, S.Sos. menyebutkan beberapa dampak pengesahan rancangan kitab undang-undang hukum pidana (RKUHP) yang dinilai berbagai kalangan mengancam kebebasan berpendapat di antaranya pertama, yaitu relasi penguasa dan rakyat laksana bangsa penjajah dengan yang dijajah. Kedua, sebagai alat gebuk kekuasaan. Penerapan hukum represif digunakan oleh rezim berkuasa untuk membungkam suara kebenaran dan keadilan rakyat, serta dipakai untuk menyingkirkan lawan politik. Ketiga adalah timbulnya 'killing effect', yakni masyarakat takut mengkritik pemerintah bahkan sekadar menyampaikan pendapat di media sosial (TintaSiyasi, 19/06/2022).
Begitulah yang terjadi dalam sistem demokrasi. Aturan dibuat oleh manusia dengan standar pemikiran manusia. Sehingga mudah diubah demi kepentingan, mudah dikompromikan tanpa peduli halal atau haram. Demokrasi yang katanya mengambil suara terbanyak dan mendengar aspirasi rakyat nyatanya tidak demikian. Aspirasi rakyat yang menolak kebijakan pemerintah sering tak didengar. Aturan disahkan oleh anggota DPR yang katanya wakil rakyat dan para pihak yang memiliki kepentingan.
Adapun dalam Islam, hukum haruslah berasal dari Sang Pencipta. Dialah yang mengetahui apa yang terbaik untuk hamba-Nya. Aturan yang dibuat oleh Allah SWT. akan jauh dari perselisihan. Islam merupakan agama yang sempurna mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Syariahnya berisi hukum-hukum dan solusi untuk menyelesaikan problematika manusia. Semuanya akan memberikan kebaikan dan keadilan. Termasuk hukum pidana Islam. Penerapan hukum pidana Islam akan memberikan kemaslahatan dan keamanan di tengah masyarakat. Rakyat akan takut melakukan tindak kriminal karena ketegasan hukum Islam. Hukum Islam bersifat jawabir yakni sebagai penebus dosa dan zawajir yaitu memberikan efek jera bagi pelaku dan orang lain sehingga tidak berani melakukan kejahatan serupa.
Sebagai seorang Muslim tentu menjadi kewajiban bagi kita untuk taat terhadap perintah Allah dengan berhukum pada aturan-Nya. Kita harus berlepas diri dari hukum jahiliah yang merupakan buatan manusia. Hukum jahiliyah ini telah menciptakan kezaliman dan ketidakamanan di tengah masyarakat. Kejahatan setiap saat mengintai siapa saja. Maka sudah saatnya kita tinggalkan hukum jahiliyah dan sistem rusak ini menuju sistem Islam yang diperintahkan Illahi Rabbi. Ketika Allah SWT dan Rasul-Nya telah memberikan keputusan hukum, maka tidak ada pilihan lain bagi manusia untuk mengambil hukum yang lain.
Wallahu a’lam bishshawab. []
Oleh: Nina Marlina, A.Md
Muslimah Peduli Umat
0 Comments