Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kereta Cepat Jakarta Bandung, Penjajahan Atas Nama Infrastruktur?


TintaSiyasi.com -- Proyek Kereta Cepat Bandung Jakarta (KCJB) ditargetkan sudah mulai beroperasi, tepatnya Juni 2023. Perjalanan ke Bandung akan ditempuh dengan waktu yang lebih singkat. KCJB merupakan inovasi kereta cepat yang pertama di Indonesia. Dengan starting point KCJB bakal diawali dari Halim Jakarta menuju Kabupaten Bandung. Namun tentu sebelum adanya wacana KCJB, kita sudah mengenal lebih dulu KA Argo Parahyangan sebagai layanan PT KAI untuk relasi Bandung Jakarta PP. Dengan hadirnya KCJB sudah dipastikan KA Agro Parahyangan dipastikan "tamat" riwayatnya, karena menurut VP Public Relations KAI Joni Martinus menyatakan pihaknya masih berkoordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan terkait hal tersebut. Ia mengatakan KAI saat ini masih mengoperasikan KA Agro Parahyangan seperti biasa.

"KAI juga masih fokus mempersiapkan hadirnya layanan kereta api cepat Jakarta Bandung beserta KA Freeder dari Stasiun Padalarang ke Stasiun Bandung bagi pelanggan kereta cepat yang ingin melanjutkan perjalanannya ke berbagai wilayah lainnya, " ujarnya kepada CNN Indonesia, Kamis (1/12).

Tentu saja kehadiran KCJB, pemerintah tidak menutup kemungkinan bakal menghentikan operasi KA Agro Parahyangan yang saat ini tengah di wacanakan untuk dialihkan menjadi kereta barang, maklum alasan tersebut demi mendongkrak jumlah penumpang KCJB. Kita pun memahami bahwa ongkos pengadaan kereta tersebut tidaklah murah, diperkirakan menghabiskan triliunan rupiah sehingga membutuhkan jumlah konsumen yang lebih besar. Walaupun kenyataannya tidak akan pernah terpenuhi, jika negara mengharapkan balik modal melalui penjulan tiket. 

Berdasarkan statistik hitungan KAI, paling cepat kereta canggih ini bisa rampung balik modal sekitar 38 tahun. Padahal sudah jelas kehadiran KCJB sejauh ini mendapat respon yang negatif dari masyarakat, karena biaya tarifnya lebih mahal dari pada KA Agro Parahyangan. 


Proyek KCJB Pemborosan

Menurut Ekonom senior Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri yang mengkritik sejumlah proyek infrastruktur transportasi yang dibangun pemerintah adalah pemborosan. Faisal menyatakan proyek-proyek infrastruktur tersebut dianggap mubazir karena tidak akan menguntungkan namun investasinya sangat besar, bahkan menyebabkan kebangkrutan. Seperti yang kita ketahui proyek tersebut dibangun oleh PT Kereta Cepat Indonesia-China atau KCIC, proyek iini pun disorot karena pemerintah ikut menyuntikkan dana ke proyek tersebut melalui penggunaan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Penggunaan APBN untuk Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung tersebut terungkap dalam Peraturan Presiden (Perpres) nomor 93 tahun 2021. Pada kenyataannya di lapangan penggunaan dana tersebut pun bengkak dari dana awal yang direncanakan. Pada awalnya, proyek ini diperkirakan membutuhkan biaya 6,07 miliar dolar AS, tapi sekarang menjadi 8 miliar dolar AS. Namun apabila ditelisik ke belakang, jumlah ini lebih mahal dari tawaran Jepang. Karena sebenarnya proyek kereta cepat pertama kali diajukan Jepang dengan nilai investasi mencapai YS$6, 2 miliar, di mana 75 persennya dibiayai oleh Jepang berupa pinjaman bertenor 40 tahun dengan bunga 0,1 persen per tahun. 

Jepang menawarkan proposal pembangunan ke pemerintah Presiden Joko Widodo melalui Japan International Cooperation Agency (JICA). Saking seriusnya dengan penawaran tersebut, JICA telah menggelontorkan modal sebesar US$3, 5 juta sejak 2014 untuk mendanai studi kelayakan. Namun entah kenapa dalam perjalanannya China hadir menajdi "orang ketiga" Yang akhirnya proyek tersebut dimenangkan oleh China. 


Infrastruktur untuk Siapa?

Sudah dipastikan bahwa dari uraian di atas negara tengah melakukan pemborosan APBN, karena sebenarnya rakyat tidak membutuhkan kereta cepat. Dengan keberadaan Agro Parahyangan saja rakyat sudah merasa cukup terbantu untuk melakukan mobilisasi antar kota Jakarat-Bandung. Apalagi dari segi tarif dapat dipastikan lebih mahal, karena pemerintah tengah kejar setoran mengembalikan nilai investasi dari pengadaan kereta cepat. Pemerintah selalu berdalih memposisikan kehadiran transportasi kereta cepat sebagai wujud negara dalam menciptakan kenyamanan bagi pengguna transportasi, namun rakyat yang mana yang merasa diuntungkan?

Padahal rakyat memahami bahwa, proyek ini digagas untuk meningkatkan efisiensi bisnis. Hal ini tercermin dari dipindahkan stasiun terakhir yang awalnya di Tegalluar ke Stasiun Padalarang, di mana KAI menyiapkan kereta penghubung antara Stasiun Padalarang ke Stasiun Bandung, sehingga kereta cepat Jakarta-Bandung tidak perlu bermacet-macetan menuju pusat Kota Kembang. Selain itu kereta cepat juga diintegrasikan dengan LRT di Stasiun Halim. Di mana nantinya melalui stasiun ini kereta cepat akan membuka koridor hunian baru, seperti di kawasan industri Karawang, dengan sasaran kaum milenial yang perlu hunian murah namun aksesnya yang bagus ke pusat ekonomi. 

Hal ini diperkuat dengan statement Staf Khusus Menteri BUMN Sahala Lumban Gaol yang dikutip oleh CNN.Indonesia pasa Kamis(4/2). Sahala berdalih proyek kereta cepat secara finansial belum tentu baik kalau hanya mengandalkan penjualan tiket. Kenapa, karena proyek ini bisa menjadi suatu kegiatan usaha feasible. Sahala pun menyatakan keberadaan kota transit bisa menjadi motor penggerak pertumbuhan penumpang Jakarta-Bandung, sebagai contoh, pengembangan kota baru Walini di Jawa Barat, diarahkan tidak hanya sebagai sentra hunian saja, namun juga sentra bisnis dan rekreasi. 

Sudah jelas dengan adanya kereta cepat Jakarta-Bandung, tujuanya hanya untuk melayani kepentingan bisnis, bukan kesejahteraan rakyat, padahal uang yang digelontorkan memakai uang APBN, yang seharusnya dipakai untuk kepentingan rakyat. Apalagi pemerintah bekerja sama dengan China dengan cara berhutang, jelas ini sebagai penjajahan China atas nama infrastruktur, serta menjadikan Indonesia sebagai negara pembebek yang senantiasa bergantung kepadanya. China menggunakan diplomasi perangkap utang melalui pembebanan kredit yang berlebihan dengan dugaan untuk mengeksploitasi ekonomi negara penghutang. Belum lagi nilai bunga yang tinggi, menjadikan negara harus mengeluarkan dana yang besar, tentu dana tersebut dibebankan kepada rakyat. Apabila APBN kita fokus terhadap utang luar negeri maka sudah dipastikan hilangnya subsidi rakyat. 

Dari kenyataan di atas sudah jelas bahwa pengadaan Kereta Cepat Jakarta-Bandung hanya untuk melayani kepentingan bisnis alias kapitalisme bukan untuk kepentingan rakyat. Padahal dalam pandangan Islam, negara dan pemimpin merupakan alat pelindung umat, kehadirannya melayani urusan umat. Hal demikian bisa terwujud apalabila negara penerapkan syariat Islam secara kaffah, karena hanya Islamlah yang mampu berlaku adil, karena aturannya datang dari Allah SWT sebagai pencipta manusia. 

Wallahu a'lam. []


Oleh: Anastasia, S.Pd.
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments