Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Pemberantasan KtP Tak Cukup dengan Selebrasi, tetapi Harus Ada Solusi

TintaSiyasi.com -- Beberapa hari yang lalu, saat Indonesia menggelar KTT G20 tersiar kabar mengenai pelecehan terhadap perempuan. Kasus tersebut yakni pemerkosaan yang dilakukan oleh seorang perwira Paspampres yakni Mayor Infanteri  BF kepada seorang prajurit wanita dari Divif 3 Kostrad Letda Caj (K) GER. Peristiwa tersebut terjadi ketika mereka tengah melaksanakan tugas untuk acara tersebut.

Pelecehan terhadap perempuan memang kerap terjadi dewasa ini. Banyak dari mereka yang kerap mendapatkan perlakuan kejam oleh lawan jenis. Perempuan dianiaya, diperkosa, dirundung, disiksa bahkan dibunuh. Harga mereka dianggap rendah dan tak patut untuk dimuliakan. Sehingga banyak muncul organisasi-organisasi lokal hingga internasional yang ingin melindungi hak-hak mereka. Seperti halnya Komnas Perempuan, Rumah Perlindungan Perempuan dan Anak (RPP), dan UN Women dari PBB. Kemudian dari kesamaan latar belakang dan visi misi muncullah hari-hari spesial untuk menghormati hak-hak perempuan.

Dari situ kemudian PBB menyerukan agar setiap tanggal 25 November, semua negara yang ikut dalam konversi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) untuk menyampaikan laporan. Tentang upaya pencegahan dan penanganan femisida (pembunuhan terhadap perempuan). Sehingga setiap bulan Nopember digelar peringatan Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16HKtP).  Yang dimulai tanggal 25 November-10 Desember, peringatan ini adalah bentuk penghormatan terhadap tiga perempuan yakni Mirabal bersaudara yang tewas dibunuh karena perjuangan mereka menegakkan HAM di Dominika. 

Di Indonesia sendiri kampanye ini sudah berlangsung sejak 2001, namun kekerasan terhadap perempuan terus saja terjadi. Bahkan ketika UU TPKS sudah disahkan, kekerasan terhadap perempuanpun tidak menurun tapi malah meningkat tajam. Tercatat bahwa terkumpul sebanyak 338.496 kasus kekerasan berbasis gender (KBG) terhadap perempuan. Pengaduan ke Komnas Perempuan 3.838 kasus, lembaga layanan 7.029 kasus, dan Badan Peradilan Agama (BADILAG) 327.629 kasus. Angka-angka ini menggambarkan peningkatan signifikan 50% KBG terhadap perempuan yaitu 338.496 kasus pada 2021 (dari 226.062 kasus pada 2020). Lonjakan tajam terjadi pada data BADILAG sebesar 52%, yakni 327.629 kasus (dari 215.694 pada 2020). (komnasperempuan.go.id, 8/03/2022)

Fakta tersebut membuktikan bahwa pemberantasan kekerasan terhadap perempuan belum ada hasilnya. UU TPKS hanya solusi tambal sulam yang sama sekali tidak mengatasi permasalahan ini. Kampanye 16HKtP pun hanya sebatas selebrasi yang minim solusi. Begitulah wajah asli kapitalisme. Solusi demi solusi hanya ilusi, sebab dilahirkan dari pemikiran manusia yang serba terbatas dan lemah. 

Berbeda jauh dengan keadaan perepuan di zaman Rasulullah SAW kala itu. Dikisahkan bahwa di zaman Rasulullah SAW, ada seorang perempuan Muslimah. Ia pergi ke pasar Madinah, tepatnya di pasar Qoinuqo. Perempuan tersebut membawa barang dagangannya dengan mengenakan pakaian lebar, dan wajahnya tertutup bercadar. Kemudian perempuan tersebut duduk di tempat pembuatan perhiasan. Kemudian, orang – orang yang ada di sana meminta perempuan tersebut untuk membuka cadarnya tapi ditolak. Tanpa disadari oleh si perempuan, pembuat perhiasan tersebut mengikat ujung baju Muslimah itu ke punggungnya. Sehingga ketika perempuan itu berdiri maka terbukalah baju bagian bawah beliau sehingga menampakkan auratnya. 

Dengan spontan perempuan tersebut berteriak dan ditertawakan oleh orang-orang yang ada di sana. Lalu, datanglah seorang lelaki muslim menghampiri dan membunuh pembuat perhiasan tersebut. Ternyata pembuat perhiasan itu adalah orang Yahudi. Sehingga membuat orang – orang Yahudi yang berada di sana menangkap dan membunuh lelaki tersebut. Komunitas muslim yang berada di lokasi meminta tolong pada muslim lainnya dan berkumpul untuk membela saudaranya. Hingga berita tersebut sampai ke telinga Rasulullah SAW. 

Rasulullah SAW pun kemudian segera menyiapkan tantara untuk menyerang kaum Yahudi Bani Qoinuqo tersebut. Karena rasa takut mereka, maka kaum yahudi itu berlindung di dalam benteng. Namun, Rasulullah SAW dan pasukannya tetap mengepung mereka selama 15 hari. Akhirnya kaum Yahudi tersebut menyerah dan diusir dari Madinah. Dalam kisah ini terlihat jelas bagaimana mulianya kedudukan perempuan di dalam Islam. Islam sangat menjunjung tinggi kehormatan para perempuannya. Sampai – sampai seseorang yang bergelar nabi dan rasulpun siap untuk membela dan melindunginya. 

Bercermin dari kisah diatas maka persoalan ini jelas membutuhkan solusi tuntas yang menyentuh akar persoalan. Bukan hanya teori dan selebrasi tanpa solusi. Apalagi regulasi pun ternyata tak bergigi sehingga membuat banyak masyarakat khususnya perempuan gigit jari. Solusi tuntasnya yakni hanya dapat diwujudkan dengan merubah  cara pandang  yang salah terhadap kehidupan. Cara pandang yang shahih adalah cara pandang berdasarkan Islam, yang menjadikan akidah Islam sebagai asas dan dunia adalah tempat beramal yang akan dipertanggungjawabkan di akherat kelak. 

Cara pandang yang shahih ini juga akan memberikan kekuatan pada regulasi yang dibuat. Karena kebijakan serta regulasi tersebut berdasarkan apa yang telah Rasulullah SAW contohkan. Yakni syariat Islam yang berasal dari Allah SWT. Dengan mengemban hukum-hukum Islam inilah, nantinya pasti hak-hak perempuan akan terpenuhi. Tanpa mengabaikan fitrah mereka sebagai perempuan yang seharusnya taat terhadap suaminya.

Dalam Islam telah dijelaskan bahwa kedudukan laki-laki dan perempuan adalah sama namun ketakwaanlah yang membedakannya. Islam menjadikan laki-laki sebagai qowammah bagi keluarganya dan perempuan sebagai pengatur rumah tangganya. Sehingga terciptalah kehidupan harmonis dalam rumah tangga tanpa adanya perasaan lebih unggul. Hal ini adalah pengaturan Islam di tataran rumah tangga. 

Islam bahkan mengatur kedudukan perempuan di tataran negara. Bagi negara yang menerapkan system Islam maka wajib bagi mereka melindungi hak-hak mereka. Memberikan pengawasan dan pendidikan bagi perempuan tanpa membeda-bedakan. Jika hak -hak perempuan ada yang melanggarnya maka negara berhak memberikan sanksi yang berat bagi mereka.


Oleh: Deny Rahma 
Komunitas Setajam Pena
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments