Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Operasi Pasar untuk Stabilitas Harga Pangan, Solutifkah?

TintaSiyasi.com -- Memasuki akhir tahun apalagi menjelang Natal dan Tahun Baru tentu tak lepas dari kenaikan harga beberapa komoditas pangan. Melansir dari ekonomi.bisnis.com, 1/12/22 bahwa harga pangan di awal Desember 2022 menunjukkan kenaikan untuk beberapa komoditas seperti minyak goreng, telur ayam, cabai, dan bawang merah kompak naik. 

Berdasarkan data pada Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kementerian Perdagangan (SP2KP), perbandingan harga tanggal 1 Desember 2022 dan 2 Desember 2022 seperti cabai merah besar dari Rp 35.300 menjadi Rp 35.600 per kg, bawang merah dari Rp 37.000 menjadi Rp 37.100 per kg, dan minyak goreng kemasan sederhana dari Rp 16.300 menjadi Rp 16.400.

Menurut Direktur Institute for Demographic an Poverty Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono, kenaikan harga pangan ini disebabkan stok yang menipis dan permintaan semakin meningkat. Sebagaimana berlakunya hukum permintaan pada ekonomi kapitalis di mana prinsip dasar ekonomi menyatakan bahwa semakin langka suatu barang atau jasa maka semakin tinggi harganya.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto telah menyiapkan beberapa langkah untuk mengatasi masalah ini yaitu dengan optimalisasi operasi pasar,  ketersediaan pasokan dan stabilitas harga, juga memastikan keterjangkauan harga dengan melibatkan berbagai stakeholders. Berbagai upaya yang telah dilakukan ternyata tidak dapat membendung naiknya harga pangan. Kenaikan harga komoditas pangan terjadi secara berulang tiap menjelang perayaan-perayaan besar seperti menjelang Ramadhan, Lebaran, dan Nataru. 

Padahal gejolak harga pangan yang tinggi akan mengakibatkan ketidakseimbangan antara kemampuan daya beli masyarakat dengan tingginya harga pokok tersebut. Masyarakat semakin terbebani di tengah perekonomian yang masih sulit. Inilah dampak diterapkannya sistem ekonomi kapitalis liberal yang meminimalisir peran negara dalam mengurusi rakyat termasuk dalam sektor pangan. Mekanisme yang digunakan adalah sistem pasar bebas, sehingga muncul berbagai perkongsian industri besar (oligopoly) yang menguasai pasar dan menutup peluang bagi yang lainnya (monopoli pasar).

Distribusi pangan dalam paradigma kapitalis liberal dikuasai oleh para pemilik modal dan seringkali membuat negara lepas tangan. Berbeda dengan paradigma Islam di mana negara memiliki peran sentral dalam mengurusi rakyatnya termasuk upaya untuk stabilitas harga pangan. Stabilisasi harga pangan erat kaitannya dengan produksi pangan, distribusi, dan keseimbangan supply and demand. Produksi pangan dapat diperbaiki dengan intensifikasi dan ekstensifikasi. 

Intensifikasi dengan menerapkan kebijakan pemberian subsidi untuk keperluan sarana produksi pertanian. Keberadaan Diwan atha atau biro subsidi dalam baitul mal akan menjamin keperluan para petani, pemberian fasilitas dalam berbagai bentuk seperti modal, peralatan, obat-obatan, pemasaran informasi dsb. Negara juga membangun infrastruktur pertanian, jalan, komunikasi, dan sarana-saran lain yang menunjang lancarnya arus distribusi, juga melakukan pengaturan stok dan pengendalian supply. 

Praktik pengendalian supply pernah dicontohkan oleh Umar bin al-Khatthab ra. Pada waktu tahun paceklik dan Hijaz dilanda kekeringan, Umar bin al-Khatthab menulis surat kepada walinya di Mesir, Amru bin ‘Ash, tentang kondisi pangan di Madinah dan memerintahkannya untuk mengirimkan pasokan. Amru bin Ash membalas surat tersebut, “saya akan mengirimkan unta-unta yang penuh muatan bahan makanan, yang kepalanya ada di hadapan Anda (di Madinah) dan ekornya masih di hadapan saya (Mesir). saya pun sedang mencari jalan untuk mengangkutnya dari laut.”

Ekstensifikasi dilakukan untuk meningkatkan luasan lahan yang dikelola, ini dilakukan pada masa Umar bin al-Khatthab yang dilanjutkan sampai masa Umayyah. Pada waktu itu Daerah Delta Sungai Eufrat dan Tigris serta daerah rawa-rawa di Irak dikeringkan dengan dibangun saluran-saluran air atau irigasi, kemudian lahan tersebut direkayasa menjadi lahan pertanian, dan selanjutnya dibagikan kepada rakyat yang mampu menanaminya. Begitulah pengaturan Islam dalam menyelesaikan persoalan harga pangan, tentu semua ini bisa terwujud apabila sistem islam diterapkan dalam bingkai Khilafah.

Wallahu’alam bishowab

Oleh: Nabila Sinatrya
Aktivis Muslimah

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments