Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Pariwisata dalam Rengkuhan Kapitalisme Liberal


TintaSiyasi.com -- Polemik Pengesahan RUU KUHP

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau RUU KUHP telah disahkan menjadi Undang-Undang (UU). Pengesahan ini merupakan momen bersejarah dalam penyelenggaraan hukum pidana di Indonesia. Sebab, selama bertahun -tahun Indonesia menggunakan KUHP produk Belanda , dan kini tak lagi dengan kondisi dan kebutuhan hukum pidana di Indonesia.

Namun pengesahan Undang-Undang tersebut menciptakan polemik tersendiri. Munculnya polemik pasca disahkannya UU tersebut, bukannya tanpa alasan. Karena dalam Undang- Undang tersebut membahas pasal yang dinilai dapat mengganggu iklim investasi dan juga mengganggu pendapatan negara dari sektor pariwisata dan perjalanan.

Pasal yang saat ini sedang hangat diperbincangkan tersebut adalah pasal zina dan larangan seks luar nikah yang terdapat pada bagian keempat tentang perzinaan dalam Bab XV tentang Tindak Pidana Kesusilaan. RUU KUHP ini memuat 3 pasal. Yaitu, pasal 411, 412, dan 413. 

Pasal 411 berisi mengenai setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan. Mereka akan terkena hukuman penjara paling lama satu tahun atau pidana paling banyak kategori II.

Sementara, Pasal 412 menetapkan, ayat (1) setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II. Tindakan tersebut dilakukan atas pengaduan suami atau istri orang yang terikat perkawinan dan bagi yang belum menikah oleh orang tua atau anaknya.


Pasal Zina Ganggu Pariwisata?

Pasal terkait perzinaan tersebut, memicu kekhawatiran bagi pelaku industri pariwisata dan perhotelan di Indonesia.

Jika dilihat dari sisi pengusaha hotel di Indonesia, pasal ini dianggap terlalu mengurusi masalah privat. Meski dalam UU tersebut dengan delik aduan, pasal ini tetap saja memicu persoalan. Industri yang memberikan jasa kenyamanan ini dikhawatirkan justru akan mengganggu kenyamanan tamu hotel karena akan mendorong adanya prosedur menanyakan status pernikahan kepada tamu. Sementara, hotel selama ini tak pernah mempertanyakan status pernikahan tamu yang akan menginap, apalagi di satu kamar yang sama.

Pasal ini ini juga dianggap berpotensi memperburuk iklim investasi di Indonesia. Jika pasal di KUHP tersebut dipaksakan berlaku, wisatawan terutama yang datang dari negara barat, mulai Eropa, Amerika Serikat, hingga Australia, akan merasa terganggu sebab aturan itu masuk terlalu jauh ke ranah privasi. Bahkan gara-gara RUU KUHP ini, Australia sudah mengeluarkan peringatan perjalanan (travel warning) bagi warganya yang akan ke Indonesia. 

Wakil Direktur Asia Human Rights Watch, Phil Robertson pun bahkan mencuit bahwa undang-undang baru itu akan "meledakkan pariwisata Bali". Seorang pemandu wisata bernama Nyoman, yang telah bekerja di Bali sejak 2017, mengatakan, "Saya sangat-sangat khawatir, karena saya sangat bergantung pada pariwisata," katanya (BBC News, 7/12/2022).

Indonesia adalah tujuan liburan utama bagi warga Australia, termasuk pulau Bali. Menurut data yang dilansir oleh Badan Pusat Statistik Bali pada tanggal 01 Desember 2022, jumlah kunjungan wisatawan ke Bali pada bulan September 2022 adalah sebanyak 305.244 kunjungan dengan jumlah wisatawan Australia masih berada di posisi teratas dengan 86.029 kunjungan pada bulan Oktober 2022 (balimanagement.villas, 2/12/2022).

Pemerintah Australia telah memperbarui saran perjalanan ke Indonesia setelah undang-undang pidana melarang seks di luar nikah baik untuk penduduk setempat maupun orang asing . Warga Australia diperingatkan untuk melangkah dengan hati-hati di Indonesia karena undang-undang baru yang melarang seks di luar nikah mengancam akan menempatkan para wisatawan yang tidak patuh di balik jeruji besi.

Di sisi lain, Sekjen Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengatakan, pasrah dengan keputusan DPR dan Pemerintah tersebut. "Nggak ada yang bisa kami lakukan lagi, sudah disahkan. Kami sudah sampaikan masukan sebelum disahkan, bagaimana industri di dalam negeri saat ini masih sedang berjuang untuk memulihkan pasar. Dan, akan terkena dampak dari aturan ini," kata Maulana kepada CNBC Indonesia, dikutip Kamis (8/12/2022). "Kita lihat nanti bagaimana implementasinya, yang jelas tidak bisa hanya di satu daerah atau kondisi tertentu, pasti akan merata. Ini kan Undang-Undang," tambahnya.

Saat ini, pengusaha menanti-nanti pemerintah memberikan keterangan resmi soal pasal-pasal yang dianggap bermasalah di KUHP baru sehingga tidak merugikan bisnis pariwisata secara berkepanjangan.


Liberalisasi Pariwisata

Indonesia termasuk dalam kategori Top 5 Destinasi Pariwisata Halal Dunia (UNWTO Highlights, 2016). Namun sungguh sayang, sistem kapitalisme menyandarkan segala sesuatunya pada materi.

Tabiat ekonomi neolib adalah menghalalkan segala cara demi meraup cuan sebanyak-banyaknya. Tak terkecuali di sektor pariwisata.

Dengan dalih mengundang para wisatawan, kemaksiatan pun sah-sah saja menjadi bumbu penyedapnya. Demi menggaet wisatawan, perbuatan yang tidak sesuai dengan syariat seperti perbuatan seks diluar pernikahan malah menjadi menu yang wajib diadakan.

Interaksi penduduk setempat dengan para wisatawan telah menjadikan warga makin permisif terhadap budaya barat. Mereka seolah dipaksa menerima kebebasan tingkah laku mereka yang pada akhirnya mengilhami tingkah lakunya sendiri.

Sungguh hal demikian telah semakin menyuburkan liberalisasi yang sengaja disuntikkan pada negeri-negeri Muslim.


Bagaimana dengan Pandangan Islam?

Islam memiliki istilah tegas dan khas untuk menyebutkan perbuatan seks di luar pernikahan dengan sebutan zina. Keharaman zina merupakan perkara agama yang jelas hukumnya dan tidak ada perdebatan di dalamnya.

Allah SWT berfirman dalam QS Al Isra ayat 32:

وَلَا تَقْرَبُوا۟ ٱلزِّنَىٰٓ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةً وَسَآءَ سَبِيلً

Dan janganlah kamu mendekati zina, karena sesungguhnya zina itu adalah faahisah (perbuatan yang keji) dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh oleh seseorang).” 

Menurut imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya, fahisyah فاحشة) ) adalah dosa besar dan saa’a sabiilaa (ساء سبيلا) ) adalah hal yang paling buruk. “Allah melarang hamba-hamba-Nya berbuat zina, begitu pula mendekatinya dan melakukan hal-hal yang mendorong dan menyebabkan terjadinya perzinaan.”

Dari sini kita bisa melihat bahwa di dalam industri pariwisata pun, jika tata kelolanya masih di bawah sistem ekonomi neolib, semua akan berujung pada keuntungan materi semata.

Ekonomi neoliberal yang dianut negeri ini, telah menjadikan pariwisata sebagai tumpuan devisa negara. Sehingga menggenjot sektor pariwisata dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah perkara yang wajib, walau melanggar rambu-rambu agama. Di mana pada faktanya, para kapitalis bermain di dalamnya, yang berujung keuntungan besar bagi mereka.

Sungguh ironis, sumber ekonomi krusial yang dimiliki negeri ini malah dibiarkan. Eksploitasi masif oleh asing pada sumber daya alam kita, sama sekali tidak menjadi permasalahan. Padahal, jika kita sungguh-sungguh mengelola sumber daya alam yang melimpah ruah ini, akan kita dapatkan keuntungan yang tentunya akan menciptakan kesejahteraan bagi rakyat.


Pariwisata dalam Islam

Berbeda dalam Islam, Islam akan menjadikan pariwisata sebagai sarana dakwah dan propaganda.

Keindahan alam yang dijadikan tempat pariwisata seperti pantai, pegunungan, dan yang lainnya, akan dijadikan sarana dalam menyebarkan Islam. Pemandu wisatanya disiapkan untuk menyebarkan pemahaman Islam agar interaksi antara wisatawan dan penduduk setempat diwarnai dengan budaya Islam sehingga terjadilah transfer pemikiran di sana. 

Jadi bukan hanya menikmati keindahan alamnya saja, namun juga beserta penjelasan tentang alam raya dan hakikat kehidupan seorang hamba. Jadilah para wisatawan mengenal akidah Islam dan khasanahnya. Begitu pun cagar budaya yang ada akan dimanfaatkan untuk menyampaikan bukti-bukti sejarah kejayaan Islam sekaligus sebagai wisata edukasi. 

Adapun peninggalan budaya selain Islam, jika bentuknya peribadatan dan masih dipakai maka akan dibiarkan, karena Islam melarang menghancurkan tempat peribadatan. Inilah toleransi dalam Islam. Namun, haram hukumnya untuk kaum muslim berwisata ke sana, karena Allah SWT telah melarang umat Muslim memasuki tempat peribadatan umat lainnya. Namun jika sudah tidak dipakai beribadah, tak ada alasan untuk negara membiarkan cagar budaya tersebut, karena tak ada manfaatnya untuk dakwah.

Begitulah prinsip adanya sektor pariwisata dalam Islam, yaitu untuk menyebarkan syiar Islam.
Islam adalah agama sempurna sebagai pedoman dan petunjuk dalam kehidupan. Maka dari itu, mari kita bersama-sama berjuang mewujudkan negara yang mampu memfungsikan pariwisata sebagai syiar Islam, bukan syiar liberal.

Wallaahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Atik Kurniawati
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments