TintaSiyasi.com -- Ibu rumah tangga harus berpikir berkali-kali agar uang belanja bisa cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Apalagi ketika ada momen seperti hari besar keagamaan dan pergantian tahun, harga kebutuhan pokok melambung.
Fakta menunjukkan, menjelang Nataru (Natal dan tahun baru), harga pangan melonjak. Kondisi ini jelas menyusahkan rakyat. Seperti tahun ini, harga kebutuhan pokok di sejumlah pasar tradisional diKabupaten Lamongan mengalami kenaikan. Setidaknya itu berlaku di Pasar Babat, Sidoarjo, Sekaran, Sukodadi, Blimbing, Mantup, Tikung dan Paciran (TribunJatim, 22/12/2022).
Menurut Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Anang Taufik, kenaikan harga kebutuhan bahan pokok di pasar memang setiap tahunnya terjadi saat menjelang Nataru. Menurut Anang hal ini sudah biasa terjadi. Selain disebabkan oleh pergantian tahun naiknya harga kebutuhan pokok juga dipengaruhi oleh faktor cuaca.
Tak hanya di Jawa Timur, Kepala Sekretariat Presiden Sri Haryati memastikan pasokan kebutuhan pangan di wilayah Jakarta cukup stabil dan terjaga. Menurut Asisten Perekonomian dan Keuangan Setda DKI Jakarta Sri Haryati, stok pangan cukup hingga dua bulan mendatang. "Ketersediaan (kebutuhan pangan) kami sampai dengan dua bulan ke depan, seluruhnya dalam kondisi cukup,” paparnya. Sri menjelaskan kenaikan harga bahan pokok menjelang Nataru 2023 dipicu adanya lonjakan permintaan dari masyarakat. Kenaikan harga tertinggi, tutur dia, terjadi pada telur dan tepung terigu yang mencapai 12 persen (Tempo.co, 21/12/2022).
Minim Antisipasi
Problem rutin tahunan ini jelas menunjukkan lemahnya sistem ekonomi yang diterapkan dan lemahnya negara mengantisipasi kondisi ini. Sistem neoliberal berbasis kapitalisme menggerus peran negara dalam urusan rakyat secara penuh. Baik dari segi produksi dan konsumsi. Pengalihan tanggung jawab pada korporasi menjadikan rakyat pangsa pasar bukan sebagai komunitas yang harus disejahterakan.
Penimbunan bahan pangan yang berakibat melambungnya harga pun sangat sulit ditertibkan. Melonjaknya harga telur saat ini tidak terlepas dari keberadaan korporasi integrator yang menguasai rantai penjualan produk-produk peternakan sehingga merusak harga pasar. Akibatnya negara tidak dapat menstabilkan harga pangan ketika mayoritas pasokan pangan tidak dalam kendali negara.
Seharusnya pemerintah bisa mengantisipasi, dengan menjaga rantai stok pangan dan mencegah praktik yang berdampak pada naiknya harga, seperti menimbun atau monopoli. Namun, Praktik penimbunan dan monopoli masih ada dan pelaku bisa melenggang dengan leluasa.
Islam Mengatur Distribusi Pangan
Sistem ekonomi islam memilki cara jitu untuk menjaga distribusi pangan dan menjaga gejolak harga. Islam memiliki visi mewujudkan kemandirian pangan dan jaminan pasokan pangan, sebab pangan kebutuhan asasi yang wajib dipenuhi.
Pertama, menjaga stok pangan agar supply dan demand stabil dengan memastikan produksi pertanian berjalan maksimal.
Kedua, menjaga distribusi pangan dengan melarang praktik penimbunan, ribariba, kartel maupun monopoli.
Ketiga, Negara memberikan bantuan kepada para pemilik tanah agar dapat memakmurkan atau memproduktifkan tanahnya, termasuk untuk pertanian dan produksi pangan.
Sebagaimana Umar bin al-Khattab memberi petani Irak harta dari Baitul mal untuk modal bercocok tanam.
Rasulullah bersabda, "Siapa saja yang menghidupkan tanah mati maka tanah itu menjadi miliknya." (HR Tirmidzi, Abu Dawud).
Dengan seperti ini, ketahanan pangan dapat diwujudkan sekalipun ada momen seperti hari-hari besar keumatan.
Sesungguhnya, seluruh problematik manusia hingga hari kiamat ada solusi hukumnya dalam Islam. Ketika tidak menemukan hukumnya, sebenarnya kelemahan itu ada pada diri manusia, bukan pada Islam. []
Oleh: Leny Agustin, S.Pd
Aktivis Muslimah
0 Comments