Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kesejahteraan Hanya Ilusi, Stop Berharap pada Demokrasi!


TintaSiyasi.com -- Dari Rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat adalah jargon demokrasi yang fenomenal. Siapa yang tak mengenal demokrasi? Terlebih di Indonesia demokrasi dianggap sebagai sistem politik terbaik yang digunakakan untuk mengatur dan meregulasi aturan-aturan.

Namun faktanya demokrasi yang digadang-gadang tengah mengalami tantangan, bahkan menurut beberapa survei menunjukkan demokrasi mengalami kemunduran, hal ini senada dengan yang diungkapkan Mentri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi dalam sambutan pembukaan Bali Democracy Forum (BDF) ke-15 di Bali, Kamis (8/12/2022). 

"Dalam pembukaan tadi, saya juga menyampaikan bahwa demokrasi tengah menghadapi berbagai tantangan. Saya mengutip data-data yang tersedia, antara lain dari International IDEA yang melaporkan bahwa demokrasi mengalami kemunduran atau stagnan," kata Retno dalam konferensi pers secara daring usai pembukaan BDF. Retno Marsudi mengungkapkan, data dari Freedom House bahkan menyampaikan terjadi kemunduran demokrasi selama 16 tahun berturut-turut. Sementara V-Dem Institute menyebut rata-rata kualitas demokrasi turun ke level 30 tahun yang lalu (Kompas.com).

Selain itu Analis politik Exposit Strategic Arif Susanto juga pernah mengatakan bahwa kualitas demokrasi di Indonesia cenderung mengalami kemerosotan. Ancaman terhadap demokrasi muncul dari hampir semua arah. Pertama, negara, di mana terjadi penyalahgunaan kekuasaan, mulai dari korupsi, peraturan tidak adil, intimidasi samar/terang, kekerasan, dan diskriminasi. Kedua, elite politik yang kerap melakukan praktik korupsi, pemusatan kuasa ekonomi-politik, populisme dan propaganda. Ketiga, elite ekonomi. Faktor tersebut membuat terjadinya perburuan rente, pemusatan kuasa ekonomi-politik, pendanaan tidak sah politik, dan peminggiran. Keempat adalah masyarakat yang mengalami kekerasan, pemencilan, hingga jebakan kabar bohong (Kompas.com).

Menyadari ancaman-ancaman tersebut para pejuang demokrasi tidak tinggal diam, mereka terus berupaya menjaga dan menyelamatkan eksistensi demokrasi salah satunya dengan rutin diagendakannya Bali Democracy Forum (BDF). BDF adalah forum kerja sama tahunan negara-negara demokrasi di Asia yang diadakan setiap bulan Desember di Bali, Indonesia. Forum ini bertujuan untuk memperkuat kapasitas demokrasi dan institusi demokrasi melalui diskusi antar-negara. BDF sudah berlangsung 15 tahun dengan tema berbeda, dan menyoroti praktek demokrasi. Dalam pertemuan tahun ini disampaikan banyak penelitian yang menunjukkan adanya kemunduran demokrasi. Sayangnya masih ada pihak yang percaya bahwa demokrasi menjadi solusi pesoalan dunia.


Lelucon dalam Demokrasi

Charles Bukowski seorang penulis asal Amerika menyatakan, "Perbedaan antara demokrasi dan kediktatoran adalah dalam demokrasi Anda memilih terlebih dahulu dan menerima perintah kemudian. Dalam kediktatoran Anda tidak perlu membuang waktu untuk memilih". Kemunduran demokrasi adalah sebuah keniscayaan, karena terdapat sikap hipokrit di dalamnya. 

Hipokritnya demokrasi bisa terlihat salah satunya dari bagaimana penguasa demokrasi menghadapi perbedaan pandangan. Mereka mengelu-elukan kebebasan berpendapat tetapi tidak mau menerima perbedaan, alih-alih berdiskusi dan mencari solusi mereka justru menggebuk lawan dengan kebijakan-kebijakan yang dibuatnya sendiri. 

Selain itu, tak sedikit yang kecewa dengan sistem demokrasi, yang melahirkan pemimpin-pemimpin bermental korup. Namun lucunya, sistem yang sudah menunjukkan kelemahan dari berbagai arah ini masih diharapkan menjadi solusi kesejahteraan rakyat, masih ada yang membela dan memperjuangkannya mati-matian, bahkan masih ada sebagian Muslim yang meyakini demokrasi sejalan dengan ajaran Islam. 


Demokrasi Sistem Batil

Sebagai sistem yang lahir dari asas sekulerisme (pemisahan agama dari kehidupan) dalam praktiknya demokrasi berjalan tanpa campur tangan agama. Menurut Syekh Abdul Qadim Zallum dalam kitabnya Demokrasi Sistem Kufur, demokrasi mempunyai latar belakang sosio-historis tipikal Barat selepas abad pertengahan, yakni situasi dipenuhi semangat untuk mengurangi pengaruh dan peran agama dalam kehidupan manusia. Demokrasi lahir sebagai antitesis terhadap dominasi agama dan gereja terhadap masyarakat Barat.

Dari uraian di atas jelas demokrasi bertentangan dengan Islam, demokrasi menihilkan aturan Tuhan dan menuhankan akal manusia karena aturan-aturan yang lahir dari demokrasi berasal dari akal manusia yang terbatas. Adapun kesejahteraan yang dijanjikan dalam demokrasi itu hanyalah ilusi semata.  

Jadi anggapan demokrasi adalah satu-satunya sistem politik terbaik harus dikaji kembali. Sangat aneh jika masih ada Muslim yang yakin bahkan membela dan memperjuangkan demokrasi mati-matian padahal demokrasi tak akan mampu memberikan solusi karena berbagai prinsip demokrasi justru kontradiksi dan gagal mewujudkan dunia yang sejahtera.


Delete Demokrasi, Terapkan Islam Kaffah!
 
Hari ini masih banyak Muslim yang menganut paham demokrasi, mereka juga ikut memperjuangkannya, tak sedikit dari mereka yang mencoba mengaitkan demokrasi dengan Islam. Ini adalah bukti kesalahpahaman umat terhadap sistem batil demokrasi, mereka terjebak pada pemaham yang salah tentang hakikat demokrasi. Tak ada kaitannya secuil pun antara Islam dan demokrasi, kenyataan prinsip-prinsip demokrasi jelas bertentangan dengan Islam. Yang ada justru demokrasi menjadi racun di tengah umat dan menjadi batu ganjalan yang menghambat perjuangan Islam. Saatnya kaum muslim memahami sesatnya demokrasi dan mulai berjuang untuk menggantinya dengan sistem Islam. 

Sebagai seorang Muslim kita harus yakin bahwa satu-satunya solusi penyelesaian masalah umat saat ini hanya berasal dari Islam, bukan demokrasi atau sistem lain. Sebab Islam merupakan sebuah kebenaran yang datang dari Allah Zat yang Maha Benar dan nyata terbukti membawa kebaikan, hal ini terbukti secara historis dalam sepanjang peradaban Islam yang mulia. Tidak ada pilihan lain untuk kita selain berjuang memperjuangkan Islam. Stop demokrasi! Terapkan Islam kaffah! []


Oleh: Wiwit Irma Dewi, S.Sos.I
Pemerhati Sosial dan Media
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments