TintaSiyasi.com -- Wacana Impor beras diusulkan oleh Perum Bulog dikarenakan kekurangan stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP). Tanah yang subur di negeri ini dengan harapan panen melimpah dan perbaikan ekonomi nampaknya jauh panggang dari api.
Seperti yang diberitakan oleh Katadata.co.id, cadangan beras pemerintah yang dikelola oleh Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik atau Perum Bulog hanya mencapai 594.856 ton per 22 November 2022. Jumlah cadangan beras pemerintah atau CBP tersebut jauh di bawah angka ideal minimal sebesar 1,2 juta ton. Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso, mengatakan bahwa pihaknya sudah berupaya untuk melakukan penyerapan gabah dan beras dari petani dalam negeri. Namun demikian, penyerapan tersebut masih di bawah target. Kondisi tersebut memunculkan wacana impor yang diusulkan oleh Perum Bulog.
Impor dianggap perlu dilakukan karena penyerapan beras oleh Bulog rendah, sementara Kementan gagal menyediakan beras yang dijanjikan. Presiden Joko Widodo bersama Kementerian Pertanian, Badan Pangan Nasional, Perum Bulog, serta stake holder lainnya telah melakukan rapat koordinasi terbatas pada awal November. Dalam rakortas tersebut, Bulog mengusulkan untuk impor sehingga bisa memenuhi target CBP. Namun demikian, Kementerian Pertanian atau Kementan menyatakan sanggup untuk memenuhi kebutuhan beras Bulog sebesar 600 ribu ton dari dalam negeri. Kementan berjanji memenuhi kebutuhan beras Bulog tersebut dalam waktu sepekan. Namun hingga 22 November 2022, Kementan belum memenuhi janjinya untuk memenuhi 600 ribu ton kebutuhan beras Bulog. Bulog juga telah mengecek rujukan dari Kementan mengenai tempat penggilingan yang bisa menyediakan cadangan beras. Namun setelah dicek, realisasi stok beras yang tersedia untuk Bulog jauh di bawah rekomendasi Kementan.
Di sisi lain, petani enggan menjual beras produksinya ke Perum Bulog karena harga di pasar jauh lebih tinggi dibandingkan harga beli yang ditetapkan BUMN tersebut sebesar Rp 9.700 per kg. Akibatnya, Bulog kesulitan untuk menambah cadangan beras pemerintah atau CBP yang semakin menipis. Ketua Umum Perkumpulan Penggiling Padi dan Pengusaha Beras atau Perpadi, Sutarto Alimoeso, menuturkan petani saat ini lebih memilih untuk menyimpan berasnya atau menjualnya langsung di sawah dibandingkan dengan menjual berasnya ke Perum Bulog.
Persoalan ini menunjukkan adanya kegagalan perencanaan penyerapan beras cadangan dan buruknya koordinasi berbagai pihak terkait. Selain itu, hal ini juga dipengaruhi oleh kebijakan pengelolaan pangan yang bersifat kapitalistik yang landasannya sekularisme, yaitu tidak mau diatur oleh Pencipta dalam mengurus negara dan rakyat. Sehingga semua aturan yang ada berasal dari akal pikiran manusia. Akal yang lemah dan terbatas, yang melahirkan sistem ekonomi dan politik yang cacat bawaan. Wajar akhirnya tidak mampu memberi solusi atas permasalahan yang dihadapi manusia.
Indonesia sebagai wilayah yang bertanah subur dan beriklim tropis, menjadikannya sebagai negara agraris yang sebagian besar penduduknya bertani dan bercocok tanam. Sektor pertanian masih menjadi kekuatan ekonomi, bahkan menjadi ruang penghasilan utama khususnya bagi sebagian rakyat kecil. Kebanyakan mereka bermodal pas-pasan, bahkan sebagian ada yang harus menyewa lahan atau berhutang modal.
Harapan besar para petani adalah dapat menjual hasil panen dengan harga layak, sehingga dapat menutup hutang pupuk dan lain sebagainya. Selain itu, diharapkan dapat memperoleh modal untuk bercocok tanam kembali. Namun, harapan tersebut hanya menjadi angan dalam sistem kapitalis hari ini.
Dalam pandangan Islam, setiap sumber aturan hidup diambil dari telaga kebenaran Al-Quran, As-Sunnah, Ijma’ sahabat dan Qiyas. Islam kaffah dalam institusi Khilafah adalah pemerintahan berkarakter penyejahtera. Bukan hanya satu atau dua manusia saja, tetapi seluruh alam semesta.
Khilafah bertanggungjawab penuh terhadap kesejahteraan rakyatnya, karena Khalifah adalah pengurus rakyat, Rasulullah Saw bersabda:
“Imam (khalifah) raa’in (pengurus) rakyat dan bertanggungjawab terhadap rakyatnya.”(HR.Ahmad Bukhari)
Islam memiliki sistem pengelolaan terbaik yang akan menjamin ketersediaan cadangan pangan oleh negara dan melindungi petani beras sehingga dapat berproduksi optimal. Ketahanan pangan bagi negara sangat penting dan mendesak untuk segera diwujudkan. Sebab bila sektor pangan lemah apalagi selalu melakukan impor, sama saja menjadi bunuh diri ekonomi.
Dalam urusan ini, hal yang akan dilakukan oleh Islam adalah menyediakan bibit unggul untuk para petani. Bahkan sekitar tahun 1800-an, daulah Islam mampu menghasilkan beberapa varietas unggul setiap tahunnya dari jenis sayuran, biji-bijian, kacang-kacangan dan buah-buahan.Wilayah-wilayah yang sepi atau bahkan ditinggalkan penduduknya, menjadi daerah padat penduduk yang produktif dalam bertani. Kebutuhan pangan pun terpenuhi, bahkan berlebih dan menjadi negara eksportir.Khilafah pun sering mengirimkan bantuan pangan ke berbagai negara, yang mengalami kelaparan.
Selanjutnya Khalifah akan menjamin kepemilikan lahan kepada pengelolanya. Banyaknya lahan menganggur pun akan diminimalisir, dengan menerapkan hukum syara tentang tanah. Tanah mati atau tanah telantar akan diambil negara, bila tidak dikelola selama tiga tahun berturut-turut. Di dalam Islam juga dilarang ada sewa menyewa lahan.
Dalam naungan Islam, kesejahteraan petani dan rakyat akan terjamin, ketahanan pangan pun akan benar-benar terwujud. Wallahu a’lam.
Oleh: Ghazia Asma Syahida
Aktivis Muslimah
0 Comments