TintaSiyasi.com -- Tanggal 1 Desember diperingati sebagai hari HIV-AIDS sedunia. Kasus ini pertama kali ditemukan pada lima lelaki homoseksual di Los Angeles Amerika Serikat pada tahun 1981. Hingga kini penyakit yang menyerang kekebalan tubuh ini sudah menjadi problem kesehatan dunia. Badan kesehatan dunia mencatat sudah 40,1 juta orang yang mati akibat terkena virus ini.
Di Indonesia sendiri, terdapat sekitar 543.100 orang hidup dengan HIV dengan estimasi 27 ribu kasus infeksi baru pada 2021. Sekitar 40 persen kasus infeksi baru terjadi pada perempuan, sedangkan lebih dari 51 persennya terjadi pada kelompok remaja (15-24 tahun), dan 12 persen infeksi baru pada anak (SindoNews, 28/11/2022).
Kasus infeksi baru HIV terus meningkat, diantaranya karena meningkatnya perilaku menyimpang pasangan sejenis, dan seks bebas yang jadi budaya. Akibatnya perempuan dan anak pun juga banyak yang tertular. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kota Batam Didi Kusmardjadi mengatakan, frekuensi peningkatan kasus HIV/AIDS karena pasangan sejenis bukan hanya terjadi di Batam, tapi juga Indonesia secara nasional bahkan di negara lain (Liputan6, 02/12/2022).
Akan tetapi anehnya, langkah yang diambil untuk menyelesaikan masalah ini tidak dari akar permasalahannya. Justru hanya fokus pada akibatnya saja, yaitu pengobatan para penderita. Para pendukung kebebasan meminta masyarakat bersikap biasa terhadap orang yang terkena HIV-AIDS ini. Kemudian memaksa pihak pemerintah untuk memberikan pengobatan bagi mereka. Padahal jelas biaya yang dibutuhkan sangatlah besar hingga pemerintah kekurangan dana. Seakan pepatah lebih baik mencegah daripada mengobati hanya omong kosong belaka.
Begitulah penyelesaian yang disodorkan kapitalisme. Mereka setengah hati dalam menyelesaikan masalah ini. Padahal jelas problem ini muncul akibat dari pergaulan bebas dan perilaku penyimpangan seksual atau L96TQ. Di Amerika Serikat sendiri dan negara lainnya sudah disahkan pernikahan sesama jenis. Akibatnya HIV-AIDS tumbuh subur dalam sistem sekuler.
Dalam kapitalisme sekuler, agama dipisahkan dari kehidupan. Agama tidak boleh mengatur kehidupan. Jelas ketika ini dijalankan, maka yang terjadi adalah kehidupan ini diatur dan dijalankan sesuai aturan dan hawa nafsu manusia. Selain itu, sistem ini memuja kebebasan, termasuk kebebasan berperilaku yang di dalamnya kebebasan dan penyimpan seksual. Sistem ini hanya menjamin kebebasan individu semata bukan masyarakat secara keseluruhan. Meskipun ada individu atau sebagian individu membawa mudarat tetap akan dilindungi selama menguntungkan secara ekonomi.
Berbeda halnya dengan sistem Islam. Sistem Islam melindungi masyarakat secara umum termasuk individu-individu. Dari pemahaman ini mengharuskan negara menjauhkan masyarakat termasuk individu di dalamnya dari perilaku penyimpangan seksual dan pergaulan bebas. Adapun mereka yang tidak taat akan diberikan sanksi yang sangat tegas.
Pelaku homoseksual akan diberikan sanksi hukuman mati. Dengan cara dijatuhkan dari gedung yang sangat tinggi. Sedangkan yang lainnya akan diberikan hukuman takzir yaitu sanksi yang diberikan oleh hakim. Adapun pelaku hubungan bebas berlainan jenis akan diberi sanksi hudud. Yaitu di rajam dan diusir bagi yang belum nikah dan dilempari batu hingga mati bagi yang sudah menikah.
Selain itu, dalam sistem Islam masyarakat akan diberikan pendidikan Islam. Mulai dari akidah yang merupakan pondasi keimanan dan tsaqafah Islam serta keterampilan hidup. Sehingga masyarakat akan tahu perilaku yang baik dan buruk dan menjalankan kehidupan berdasarkan aturan Islam yang diimani. Islam juga akan memberikan lapangan pekerjaan kepada para laki-laki. Sehat para wanita atau laki-laki tidak harus menjual harga dirinya hanya untuk menghidupi keluarga.
Kemudian negara juga akan mengobati dan mengisolasi orang-orang yang terkena virus HIV-AIDS. Mereka akan diisolasi di tempat yang jauh dari penduduk. Hal ini dilakukan untuk memutuskan mata rantai penularan. Negara akan menjamin pengobatan secara gratis bagi mereka yang terkena virus ini.
Dengan demikian Islam memiliki solusi dari akar permasalahannya. Yaitu melarang pergaulan bebas dan penyimpanan seksual. Mengedukasi masyarakat dengan akidah dan juga skill untuk hidup yang baik.
Bandingkan dengan kapitalisme, pelaku kemaksiatan dan menularkan penyakit berbahaya justru dibela dan diperjuangkan. Mereka minta dilindungi dan dihormati oleh orang yang sehat sedangkan orang yang sehat terus dihantui oleh virus-virus yang bersebaran di mana-mana. Sungguh cara berpikir yang tidak masuk akal dan tidak menyelesaikan permasalahan secara tuntas.
Maka sudah saatnya kita beralih pada sistem Islam dan membuang pada tempatnya sistem kapitalisme-sekular. Sebab, sistem Islam bukan hanya memberikan solusi tuntas di dunia. Akan tetapi, menjanjikan hidup bahagia hingga di akhirat kelak.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Verawati, S.Pd.
Pegiat Literasi
0 Comments