Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Gempita Deklarasi di Atas Musibah

TintaSiyasi.com -- Suka cita deklarasi politik relawan Jokowi seolah berkebalikan dengan korban gempa. Deklarasi nirempati, kata yang paling tepat. Suasana duka dan derita masih menggelayut di sana. Belum kering tanah kuburan korban gempa. Belum terurusnya pengungsi korban gempa dengan baik, terlebih tidak sedikit anak, bayi dan manula yang menjadi korban. Inilah realitas politik Machiavelli demokrasi, suka cita di atas derita saudara sebangsa.

Miskin empati, kata yang tepat untuk acara Nusantara bersatu yang digelar Relawan Jokowi di Stadion  Gelora Bung Karno, Sabtu 26/11/2022. Acara syarat politik yang digelar tidak lama setelah terjadi musibah gempa di Cianjur. Kemegahan perhelatan tersebut  menyisakan tumpukan sampah sebanyak 31 ton setelah 500 pasukan oranye Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta berkerja keras membersihkannya. (CNNIndonesia.com, 27/11/2022). 

Perhelatan akbar tersebut tentu menelan biaya besar. Mantan Sekretaris Kementerian BUMN,  Muhammad Said Didu memperkirakan acara Nusantara bersatu yang digelar Jokowi bersama relawannya  ditaksir menelan biaya hingga Rp100 miliar (Populis.id, 27/11/2022). Sungguh biaya yang tidak sedikit, yang seharusnya bisa dialokasikan untuk menolong korban gempa yang lebih membutuhkan.

Tak heran, perhelatan yang kental intrik politik dan menghalalkan segala cara tersebut hujan kecaman. Pasalnya, acara tersebut diselenggarakan di tengah musibah gempa Cianjur. Gempa yang terjadi pada Senin, 21/11 berkekuatan 5,6 Menelan korban jiwa 318 orang,  luka berat 108 orang dan 11 orang masih dalam pencarian. Peristiwa ini juga menyebabkan 73.874 orang berada dalam pengungsian (Kompas.com, 27/11/2022). Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, sebanyak 526 infastruktur rusak, yakni 363 bangunan sekolah, 144 tempat ibadah, 16 gedung perkantoran, dan tiga fasilitas kesehatan. Sedangkan jumlah rumah warga yang rusak sebanyak 56.320 unit (Kompas.com, 26/11/2022).

Umar bin Khattab Sosok Pemimpin Teladan

Deklarasi relawan Nusantara bersatu seolah membuka karakteristik sejati sosok pemimpin dalam demokrasi, ambigu. Dulu viral, sosok Jokowi digambarkan bak pemimpin Umar bin Khattab, faktanya sungguh jauh dari klaim pendukungnya.

Ibnu Katsir dalam kitab Al–Bidayah Wa Al-Nihayah, mengisahkan pada masa pemerintahan Umar Bin Khattab, madinah pernah menghadapi musim kemarau yang sangat panjang (musim paceklik), sering disebut  tahun Abu (Amar Ramadah). Kekeringan terjadi karena hujan sama sekali tidak mengguyur selama sembilan bulan lebih. Usaha pertanian dan peternakan hancur total. Hewan ternak kurus kering, unta dan domba tidak menghasilkan air susu. Banyak orang kelaparan. Masyarakat Arab Badui di pedalaman banyak yang mengungsi ke Madinah, meminta pertolongan Sang Khalifah. Hingga kota tersebut menjadi padat dan berisiko mengalami kekurangan pangan.

Melihat kondisi kaum muslimin yang sangat  memprihatinkan, Khalifah Umar tidak tinggal diam. Beliau bersumpah tak akan makan daging dan samin hingga kondisi pulih. Umar menggunakan dana Baitul Maal untuk membantu rakyat yang terkena musibah.  Bahkan Umar mengurangi konsumsi kebutuhan hidupnya, serta lebih memilih gajinya diserahkan kepada rakyat.

Kondisi fisik Umar berubah, kulitnya bertambah hitam akibat selalu blusukan dan badannya bertambah kurus karena mengurangi konsumsi makanan untuk dirinya. Para sahabat  sedih melihat kondisi yang dialami Umar, mereka khawatir Umar akan jatuh sakit karena tindakannya.

Khalifah Umar lantas mengirim surat kepada Abu Musa al Asy'ari di Bashrah dan Amr bin Ash di Mesir
Beliau mengerahkan pejabat di daerah lain untuk mengirim bantuan dan menyumbangkan sebagian hartanya kepada rakyat yang mengalami musibah. Mulai dari sahabat Abu Musa yang berada di Bashrah, lalu sahabat Abu Ubaidah yang menyumbangkan makanan dengan dibawa oleh 4.000 tunggangan serta sahabat-sahabat lainnya yang saling bahu membahu untuk bertahan dalam musibah tersebut.

Begitulah karakteristik pemimpin pengayom rakyat, terlebih dikala ada musibah. Pemimpin yang meriayah rakyatnya karena dorongan keimanan bahwa setiap amanah yang diembannya akan diminta pertanggungjawaban. Sosok pemimpin yang sulit dijumpai dialam demokrasi, dimana manfaat dan kepentingan menjadi tujuan. Wallahu a'lam.

Oleh: Ida Nurchayati
Sahabat TintaSiyasi
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments