TintaSiyasi.com -- Pada tanggal 1 Desember 2021 Indonesia menggelar hajat akbar, yakni Presidensi G20. Dikutip dari situs Kementerian Keuangan Bank Indonesia, G20 atau Group of Twenty adalah sebuah forum kerja sama ekonomi internasional yang terdiri dari 19 negara dan 1 lembaga Uni Eropa. G20 direpresentasikan lebih dari 60%populasi bumi, 75% perdagangan global dan 80% PDB dunia. Adapun anggota G20 yaitu, Afrika Selatan, Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brasil, India, Indonesia, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Meksiko, Republik Korea, Rusia, Perancis, Tiongkok, Turki dan Uni Eropa.
Dilansir dalam web Kemenku.go.id, Presidensi G20 kali ini Indonesia mengambil tema “Recover Together, Recover Stronge”. Melalui tema ini Indonesia ingin mengajak seluruh dunia bahu-membahu, saling mendukung untuk pemulihan bersama serta tumbuh lebih kuat dan berkelanjutan. Melalui hajat akbar ini, Indonesia bisa mendapatkan manfaat dari informasi tentang perkembangan ekonomi global, potensi resiko yang dihadapi serta kebijakan ekonomi yang diterapkan negara-negara, terutama negara maju. Dengan demikian Indonesia dapat membuat kebijakan ekonomi yang tepat dan dapat memperjuangkan kepentingan nasional dengan dukungan internasional melalui forum ini.
Agenda KTT G20 yang diadakan di Indonesia diharapkan mencapai kesepakan komunike, bahkan Presiden RI Joko Widodo mengungkapkan KTT yang berlangsung pada 15-16 November 2022 harus berhasil, “KTT G20 harus berhasil dan tidak boleh gagal.” Meski juga banyak yang mengkhawatirkan tidak akan tercapainya komunike dalam KTT G20, lantaran memanasnya kondisi geopolitik global karena perang Rusia dan Ukraina. Kalaupun tidak terjadi kesepakatan komunike, namun menurut Luhut ada banyak limpasan yang didapatkan dari agenda KTT G20, dampak G20 akan mengalir ke 361 titik yang nilainya tidaklah sedikit (jutaan dolar) (Tempo.com, 16 November 2022).
G20 Kepanjangan Tangan dari Kapitalisme
Demokrasi dengan sistem ekonomi kapitalisme meniscayakan keuntungan hanya berpihak kepada pemilik modal (para kapitalis) sedangkan untuk rakyat kecil hanya mendapatkan remah-remahnya. KTT G20 merupakan satu alat untuk mensukseskan rencana-rencana para negara kapitalis untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya dan meminimalisir modal yang dikeluarkan.
Awal terbentuknya KTT G20 dimulai atas inisiasi G7, G20 terdiri dari menteri keuangan dan perwakilan Bank Sentral tiap negara anggota. Yang fokus dari G20 adalah seputar tata kelola ekonomi global khususnya dalam merespon krisis ekonomi.
Keberadaan dari G20 melegitimasi kapitalisme global. G20 mencoba untuk mempertahankan bentuk neoliberalisme dalam kapitalisme dengan mengkoordinasi ekonomi yang berbasis pasar. Kerangka kerja dari G20 mengatur berbagai area kebijakan, yaitu pajak, keuangan, pertukaran mata uang, dan masih banyak lagi. Yang semua point ini diawasi dan dinilai kepatuhannya oleh IMF melalui Mutual Assesment Prosess. Hal ini menunjukkan kepada kita, sebenarnya G20 merupakan kepanjangan tangan dari Lembaga Keuangan Internasional (LKI) dalam menintervensi ekonomi dari negara anggotanya. G20 secara lebih luas beroperasi atau bekerja untuk mempertahankan pasar bebas meskipun pada situasi sulit seperti halnya krisis saat pandemi Covid-19. Semua kebijakan yang dihasilkan dari pertemuan G20 akan mengarahkan kepada pertumbuhan ekonomi, serta liberalisasi ekonomi dan perdagangan. Dan dalam pertemuan seperti ini, Bank Dunia IMF akan selalu hadir di dalamnya.
Perlu kita ingat bersama, G20 merupakan pemekaran dari G7 yang anggotanya didominasi oleh negara utara, yang kesepakatan dari G7 akan di dorong dalam forum G20. Maka sebenarnya dengan agenda G20 yang dilaksanakan di Indonesia, tidak patut untuk dibanggakan karena pada dasarnya Indonesia justru menjadi pion dari negara-negara G7, dan jelas rakyat akan menjadi korban dan tidak akan merasakan keuntungan dari terlaksananya agenda G20 ini.
Islam dan G20
Islam merupakan agama yang sempurna dan paripurna, di dalamnya mengatur tiga dimensi kehidupan, dari hubungan individu dengan dirinya sendiri, individu dan individu lain, dan yang terakhir hubungan individu dengan Sang Pencipta. Dasar dari ketiga dimensi kehidupan ini semata-mata menjalankan perintah Sang Pencipta, maka tidak akan kita temui aturan yang lahir darinya akan menyusahkan individu.
Dalam masalah ekonomi negara, Islam mengatur bagaimana mendapatkan pemasukan dan juga mengatur bagaimana dan seperti apa anggaran dibelanjakan. Bukan hanya pemasukan dan pengeluaran, namun Islam juga mempunyai indikator tersendiri, bagaimana negara bisa dikatakan sukses secara ekonomi. Kesuksesan suatu negara dalam mengatur ekonomi tidak hanya terpaku pada meningkatnya pendapatan perkapita atau meningkatnya pembangunan fisik suatu negara namun juga ditentukan oleh ada atau tidaknya keadilan dalam kesejahteraan suatu masyarakat, terikatnya masyarakat dengan hukum syarak dan bagaimana moral masyarakat dalam suatu negara tersebut. Pendapatan harus dipastikan halal, jelas dari mana mendapakannya, bukan berbasis judi, utang ataupun mengandung riba.
Keuntungan yang di klaim oleh Luhut akan mengalir ke 361 titik yang nilainya tidaklah sedikit (jutaan dolar) tidak sebanding dengan efek setelahnya. Terlebih, kita tahu bersama pembangunan dan penggerakan ekonomi negara ini adalah berbasis hutang yang mengandung riba. Jika suatu negara sudah terjerat hutang oleh negara lain sudah pasti ia tidak akan berdikari dalam mengambil kebijakan. Sang pemberi utang akan menintervensi setiap kebijakan yang ada.
Islam Berdikari
Seorang negarawan tidak hanya memikirkan bagaimana nasib negara saat ini saja, namun lebih memikirkan jauh kedepan, bukan 1 atau 2 tahun saja namun jauh ke depan. Bukan hanya memikirkan secara duniawi semata, namun sampai tataran ukhrawi (akhirat).
Dalam hal ekonomi, Islam mempunyai cara membangun ekonomi negara yang basisnya bukan hutang seperti yang diambil oleh negara ini, namun berbasis sistem Baitul Mal. Sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW yang dicontohkan dalam kehidupan bernegara dan dilanjutkan oleh kepemimpinan para sahabat. Utang tidak akan dijadikan pemasukan inti dalam suatu negara, namun lebih memaksimalkan pengelolaan sumber daya yang dimiliki negara tersebut dan juga menguatkan dana pada zakat mal. Sumber daya alam (SDA) tidak akan diizinkan dimiliki dan diekploitasi oleh individu namun akan dikelola baik oleh negara. Hasilnya akan digunakan untuk menfasilitasi rakyat umum berupa pembangunan jalan, transportasi, pendidikan, kesehatan, pemerataan ekonomi dan masih banyak lagi.
Sistem Islam akan melahirkan masyarakat yang cerdas dalam pembelanjaannya yang senantiasa mempertimbangkan antara kebutuhan atau keinginan, karena landasannya ialah iman dan takwa bukan hawa nafsu. landasan seperti inilah yang akan membawa manfaat dan kesejahteraan untuk semua kalangan. Oleh karena itu hanya sistem Islamlah yang mampu membawa manfaat bagi seluruh alam.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Oktavia
Aktivis Muslimah
0 Comments