TintaSiyasi.com -- Angka putus sekolah di Kota Solo tak bisa diabaikan. Tahun ini didapati 1.000 anak mengalami putus sekolah. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Surakarta, melakukan pengecekan terkait data anak putus sekolah. Dikabarkan pada tahun 2020, ada 1.519 anak dengan mayoritas Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat. Kemudian di tahun 2021, meningkat menjadi 2.000 anak putus sekolah. Dilansir dari Jawa Pos Radar Solo (05/12/2022).
Sekretaris Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Surakarta Abdul Haris Alamsyah mengakui berdasarkan data, ada 400 anak yang tidak pernah sekolah. Tentu dengan sebab yang bermacam-macam. Ia menyatakan faktor pemicu anak putus atau tidak sekolah antara lain, infrastruktur sekolah negeri yang belum merata, terutama di wilayah Kecamatan Pasar Kliwon dan Lawean, yang sampai saat ini belum memiliki SMA negeri.
Juga tak lepas dari faktor ekonomi. Badan Pusat Statistik Kota Surakarta, mengatakan memang terjadi kenaikan angka kemiskinan dari tahun 2020 dengan jumlah 9,30%, meningkatkan di tahun 2021 menjadi 9,40%. Pernikahan dini serta keinginan anak untuk memilih bekerja dibandingkan sekolah pun tak menutup kemungkinan, karena faktor ekonomi yang menjepit keluarga.
Wakil Ketua DPRD kota Surakarta Sugeng Riyanto mengatakan, melihat fenomena yang terjadi berdasarkan data, kebijakan pemerintah terkait program wajib belajar 12 tahun belum terlaksana secara maksimal, sebab faktor di atas.
Jika kita menelisik lebih dalam, tentu permasalahan yang terjadi bersifat kompleks dan sistematis. Sebab mahalnya biaya sekolah baik swasta ataupun negeri mempersulit orang tua untuk membiayai pendidikan anaknya.
Ekonomi keluarga yang mengimpit hasil dari pencarian pekerjaan yang semakin sulit dan kebutuhan yang meningkat dengan harga jual tinggi, tentu menjadi penyebab utama. Tak sedikit anak yang akhirnya memilih untuk bekerja atau menikah, demi mengurangi beban keluarga. Hal ini terjadi sebab kapitalisasi pendidikan dan abainya pemerintah dalam memerhatikan pendidikan warganya.
Pendidikan dalam kaca mata kapitalisme adalah mesin penghasil pundi uang. Bukan menjadi kewajiban yang memang harus di urusi oleh pemerintah. Bagaimana tidak, terjadinya kekurangan infrastruktur sekolah serta mahalnya biaya merupakan bukti kuat, akan kosongnya pemerintah dari rasa peduli terhadap rakyatnya dan hanya ingin meraup keuntungan dari rakyatnya saja.
Negara seharusnya sadar pentingnya pendidikan sebagai kebutuhan setiap warganya dan bagi generasi penerus bangsa. Oleh karenanya sudah sewajarnya negara mengoptimalkan fokus pencapaian pendidikan terbaik bagi rakyatnya. Memberikan tempat terbaik, dengan biaya yang memungkinkan para orang tua untuk menyekolahkan anaknya. Tak lupa untuk mengurus problem ekonomi tak stabil yang sedang terjadi saat ini. Membuat kebijakan yang mampu menyejahterakan rakyat dari segala aspek. Namun hal ini tidak mungkin tercapai dalam pemerintahan berbingkai kapitalisme.
Pengadopsian ide kebebasan individu dalam hal kepemilikan, menjadikan negara tak memiliki andil untuk memetakan bagian-bagian yang boleh dimiliki oleh setiap individu. Sehingga menciptakan individu rakus yang akan melakukan segala cara untuk keinginannya. Ironisnya lagi, tidak ada proses distribusi kekayaan, hal ini tentu akan berdampak pada keseimbangan ekonomi di masyarakat. Yang kaya makin kaya, yang miskin makin tertindas.
Demikian jika pemerintahan diserahkan kepada kapitalisme, kesejahteraan rakyat bukanlah perihal utama. Bandingkan dengan sistem pemerintahan yang ditawarkan Islam.
Dalam Islam, negara wajib memberikan fasilitas pendidikan untuk semua warganya, tanpa dibedakan antara yang kaya dengan yang miskin, laki-laki ataupun perempuan. Bahkan negara mampu membebaskan biaya pendidikan di seluruh tingkatan. Ditemukan di berbagai tempat wahana keilmuan, seperti di sekolah, masjid, dan perguruan tinggi.
Negara pun menyediakan perpustakaan umum, seperti perpustakaan Darul Hikmah yang didirikan oleh Khalifah Harun Ar-Rasyid di Baghdad, juga perpustakaan Al-Aziz Al-Fathimiy di Kairo. Semua fasilitas yang disediakan oleh negara dapat diakses oleh kalangan mana pun. Sehingga rakyat tak perlu risau akan pendidikan, sebab negara telah menjamin kecerdasan rakyat dengan kebijakan sebaik mungkin.
Dengan pembebasan biaya pendidikan oleh negara, ini menjadi kemudahan bagi orang tua untuk menyekolahkan anaknya tanpa rasa khawatir. Tentu karena negara mampu mengatur sistem ekonomi yang sanggup menyejahterakan negara tanpa memungut harta rakyat. Negara juga mampu menjadikan kesejahteraan tak hanya berhenti di kalangan orang kaya saja, melainkan menyeluruh kepada semua lapisan masyarakat. Ini hanya akan terjadi, ketika kita menerima sistem pemerintahan yang di tawarkan oleh Islam.
Wallahu a’lam. []
Oleh: Priety Amalia
Aktivis Muslimah
0 Comments