TintaSiyasi.com -- Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengungkapkan akan membuka lebar pintu investasi tanah IKN bagi para pengusaha yang tertarik. Tak tanggung-tanggung, pihaknya menjanjikan hak lahan dengan jangka panjang hingga 180 tahun bagi para investor IKN. Janji tersebut diakuinya sebagai pemanis undangan investasi di tanah IKN (CNN Indonesia, 2/12/2022).
Diketahui belakangan ini pula pemerintah berencana akan segera merevisi UU IKN untuk melonggarkan masa hak guna lahan hingga 100 tahun lebih. Motif dari usulan tersebut adalah permintaan para korporat (Tempo, 5/12/2022).
Lain berita, publik dihebohkan dengan pelelangan 100 pulau Maluku yang akan dilaksanakan di New York. Lelang ini akan dilakukan oleh PT. Leadership Island Indonesia (LII).
Ironi sekali, di tengah banyak masyarakat yang belum memiliki tempat tinggal layak huni justru pemerintah membuka investasi IKN dengan pihak asing dan melelang pulau. Alih-alih memaksimalkan penggunaan lahan bagi rakyatnya sendiri dan memberdayakan guna keuntungan negara justru mengobral dengan murah.
Tanah Bukan Milik Penguasa
Dalam berita terbitan Okezone (5/12/2022), Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian membenarkan tindakan PT. LII melelang pulau-pulau Maluku. Ia menuturkan bahwa PT LII telah menandatangani MoU dengan gubernur setempat soal pemberdayaan pulau-pulau kosong setempat. Ia pun berharap agar manfaatnya kembali pada masyarakat.
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia pun berulangkali menjelaskan pada media bahwa perpanjangan masa hak guna lahan IKN hanyalah sebagai pemanis. Supaya keuntungan setara dirasakan oleh pihak Indonesia dan pengusaha.
Padahal, tanah yang ada sejatinya milik umat. Bukan semata milik pemerintah. Dalam satu hadis dikatakan, “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
Dengan kata lain, pemerintah tidak memiliki tanah sepenuhnya. Pemerintah tidak berhak mengobral kepada pihak asing sejengkal tanah pun. Tanah ini milik rakyat, pemerintah hanya mengontrol dan mengelola tanah yang ada dalam satu negara untuk dikembangkan dan manfaatnya dikembalikan pada negara dan umat.
Pengukuhan Neoimperialisme
Pemanis undangan investasi yang diklaim pemerintah tak lain menjadi lubang celaka bagi negeri kita sendiri. Karena dengan negara lain ataupun pengusaha asing memiliki hak guna lahan maka memberi peluang ikut campur mereka dalam berbagai kebijakan dalam negeri.
Saat ini telah nyata terjadi. Bagaimana para korporat berhasil ‘memesan’ perubahan UU IKN perihal masa hak guna lahan. Apalagi nanti ketika mereka berhasil masuk dan dibiarkan bergerak bebas, mereka akan menguras segala kekayaan yang ada. Mereka akan memperbudak tuan tanah pribumi untuk bekerja di bawah naungan mereka dengan kompensasi sesuka hati mereka.
Dengan kemurahan hati pemerintah membuka investasi bagi asing juga melukai marwah negara di kancah internasional. Bagaikan tuan rumah membiarkan tamunya masuk dan mengendalikan rumah tangganya. Maka pemerintah hanya bisa manut mengikuti kemauan pengusaha dalam pembuatan UU. Pemerintah juga tidak bisa bergerak bebas dalam membela hak rakyatnya lantaran kemudi pemerintahan lebih besar dikendalikan oleh korporat.
Dengan begitu berbanding jauh sekali dengan Daulah Islam yang berdiri gagah menjaga marwahnya di hadapan negara-negara internasional. Daulah mencegah segala langkah yang menjadi celah bagi intervensi negara lain dalam perpolitikannya. Daulah pun selalu mengedepankan keuntungan bagi masyarakat dalam segala pemanfaatan sumber daya alam.
“Sesungguhnya seorang imam itu (laksana) perisai. Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan adil, maka dengannya, dia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/adzab karenanya.” [HR. Bukhari dan Muslim].
Pengelolaan Tanah dalam Islam
Dalam Daulah Islam, tanah ada yang dimiliki oleh negara dan adapula yang dimiliki oleh individu. Tanah dapat dimiliki oleh individu dengan cara diberi secara cuma-cuma oleh Khalifah, atau dengan diwariskan, atau dengan ihyaul mawat (menghidupkan tanah mati), atau dengan jual beli.
Daulah memiliki kendali untuk mengawasi kepemilikan tanah. Apabila didapati tanah yang tidak dikelola oleh pemiliknya selama lebih dari tiga tahun maka negara akan mengambil alih dan mengoper kepada orang lain yang membutuhkan. Atau negara kelola langsung untuk kepentingan masyarakat. Penyewaan tanah untuk pertanian dilarang, guna menghindari adanya tuan tanah dan penguasaan sumber pangan oleh individu. Besarnya lahan pertanian dimiliki oleh individu disesuaikan dengan kemampuan dia mengolahnya.
Daulah juga akan memaksimalkan pemanfaatan tanah dalam wilayahnya. Tanah pemukiman akan diatur ketertibannya supaya rapih dan semua penduduk mendapatkan sesuai kebutuhannya. Tanah pertanian akan dibagikan pada petani yang mampu mengelolanya dan dimaksimalkan untuk ketahanan pangan daulah.
Dengan pengelolaan yang baik dan sesuai dengan syariat akan terwujud kesejahteraan dan keberkahan hidup di dunia dan akhirat. Hanya Islam yang memiliki peraturan paripurna mampu mengatur kehidupan manusia.[]
Oleh: Qathratun
Member @geosantri.id
0 Comments