Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Ada yang Campur Aduk, tetapi Bukan Gado-Gado

TintaSiyasi.com -- Bhineka Tunggal Ika atau berbeda – beda tetapi tetap satu juga menjadi pedoman warga Indonesia dalam bermasyarakat. Berbagai daerah yang memiliki ciri khas bahasa, adat, atau pun budaya berbeda termasuk kota Surabaya. Konon, sebuah kota yang berada di provinsi Jawa Timur akan memasifkan berbagai kegiatan menjelang natal dan akhir tahun. Wali kota Surabaya, Eri Cahyadi menjelaskan bahwa Kota Pahlawan itu sudah menjadi kota toleransi nomor enam di Indonesia dan nomor 1 di Jawa Timur. Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Surabaya, Agus Djudiantoro menegaskan mengenai Surabaya yang merupakan kota pluralisme, maka dari itu Surabaya dijuluki sebagai kota toleransi dan seluruh masyarakatnya berkomitmen untuk menjaga toleransi tersebut agar tetap tercipta keharmonisan agama pada warga kota Surabaya (Suarapubliknews.net, 17/12/2022).

Komitmen tersebut dibuktikan dengan memasang berbagai ornamen atau hiasan natal di beberapa tempat sekitar Surabaya seperti Kawasan Monumen Bambu Runcing Jalan Panglima Sudirman (Pangsud), Plaza Tengah Alun – Alun Surabaya, dan Teras Kanopi Balai Kota Surabaya. Tempat-tempat tersebut dihiasi dengan hiasan natal seperti rangkaian lampu warna-warni hingga pohon cemara khas natal. Tidak cukup sampai disitu, Pemkot Surabaya juga mengadakan pertemuan pada 15 Desemeber  yang membahas tentang penjagaan dan keamanan untuk gereja saat nanti perayaan hari natal 25 Desember  (Suarapubliknews.net, 17/12/2022). 

Penjagaan keharmonisan terhadap beragam agama tersebut berlaku untuk semua warga Surabaya dengan berbagai agama yang dipeluk oleh mereka. 

Halal, Haram, Hantam

Toleransi atau toleran berasal dari bahasa latin “tolerare” yang berarti menahan diri terhadap perilaku menyimpang dengan batasan tertentu. Jika dijabarkan secara istilah toleransi berarti sikap saling menghargai antara kelompok masyarakat dengan karakter perbedaan di dalamnya. Itulah makna toleransi dalam sistem kapitalisme – liberalisme, sehingga ditemukan fakta terdapat tindakan masyarakat untuk ikut serta meramaikan dan merayakan hari raya tetangga dengan masuk ke dalam tempat peribadatannya atau hanya sekadar mengucapkan selamat natal. Momen seperti ini dimanfaatkan oleh sistem kapitalisme untuk menyelipkan paham pluralisme dan moderasi agama ke dalam pemikiran umat Islam.

Menutup serta mengaburkan pemikiran umat terhadap kebenaran hakiki sehingga umat Islam tidak dapat menganalisis dengan baik dan akurat perkara halal – haram terhadap fakta yang mereka hadapi saat sekarang. Memanglah betul jika Indonesia adalah negara yang penuh dengan keberagaman, tetapi konsep pluralitas dengan pluralisme adalah bab yang berbeda. Pluralitas adalah konsep keberagaman dalam sebuah wilayah dan tidak ada yang salah dengan keberagaman tersebut. Sedangkan pluralisme merupakan paham yang menganggap bahwa semua agama sama, dan inilah titik masalahnya. Gerakan terstruktur sistem kapitalisme sengaja mencampur adukkan kopi ke dalam susu sehingga pro kontra ditengah – tengah umat adalah hal yang sudah lumrah terjadi. 

Sistem kufur kapitalisme mendorong umat agar merasa kebingungan untuk memilih perkara yang haq dan yang bathil. Maka dari itu, diambil jalan tengah (wasathon) / moderasi agama bahwa mereka yang berbeda juga berhak dihargai asalkan tidak merugikan satu sama lain. Halal haram hantam, tidak memiliki standar perbuatan menimbulkan efek toleransi tanpa batas. Dipayungi oleh HAM ala kapitalisme barat yang mengangkut 4 kebebasan berperilaku, kebebasan berpendapat, kebebasan berakidah, dan kebebasan berkepemilikan, pergerakan mereka terjamin aman sehingga bebas untuk melakukan apapun yang mereka kehendaki. Tanpa sadar umat islam telah jauh meninggalkan hukum syari’at dan menjadi budak kapitalis – liberalis.  

Standar Perbuatan Dalam Islam 

Sejak kekuasaan negara Islam menyebar sampai dua per tiga dunia dengan wilayah, adat, budaya, bahasa, dan agama yang berbeda – beda, Islam berhasil jaya selama 13 abad. Hal tersebut karena negara Islam senantiasa menerapkan peraturan yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadis yang diturunkan oleh Sang Pengatur Kehidupan sebagai acuan hidup manusia. Sehingga hukum syara’ lah yang seharusnya menjadi standar perbuatan kaum muslim. Allah berfirman yang artinya, “Katakanlah, Hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukku lah, agamaku” (QS. Al – Kafirun: 1-6). 

Adapun di dalam Islam mengakui adanya pluralitas bukan pluralisme sehingga dijelaskan dalam surah di atas yang mengatur perihal toleransi dengan cara membiarkan, menghormati, dan menghargai kepercayaan orang lain sehingga mereka bebas melakukan kegiatan sesuai keyakinan mereka seperti ibadah ritual dan perayaan di daerah khusus mereka masing-masing. Tidak mencampur adukkan prinsip pada tiap-tiap keyakinan untuk menunjukan bahwa Islam mencintai kerukunan dan keharmonisan. Disini negara sangat berperan penting untuk merawat akidah seorang muslim. Senantiasa memahamkan kepada seluruh umat Islam bagaimana cara untuk menjaga hubungan persaudaraan antara kaum muslim dan non – muslim tanpa menanggalkan hukum syari’at. 
Allah berfirman yang artinya, "Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama. 

"Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim." (QS. Al – Muntahanah: 8-9). 

Sebagaimana ayat di atas menjelaskan bahwa Islam mengatur wujud akhlak yang baik dan adil kepada non muslim yang tidak memusuhi Islam dan wajib menjauhi mereka jika ternyata mereka memusuhi Islam. Islam adalah ideologi rahmatan lil’alamiin, agama yang lembut terpancar oleh keadilan dan kemuliaan kekuasaannya dalam mengatasi keberagaman dalam sebuah peradaban sehingga tidaklah ada suatu keharmonisan dan kesejahteraan melainkan hanya jika Islam diterapkan secara menyeluruh di dalamnya.


Oleh: Annisa Sukma Dwi Fitria
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments