TintaSiyasi.com -- Pemimpin pertama Indonesia, Soekarno pernah berkata, “Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.” Sedangkan sejarah Islam juga membuktikan satu pemuda bisa menaklukkan satu negeri. Pemuda sebagai agen perubahan adalah realita. Tapi, kerusakan pemuda saat ini nampak nyata di depan mata.
Pemuda dengan segudang potensi, adalah karunia Ilahi. Potensi itu bisa menghasilkan peradaban gemilang jika dibangun dengan keimanan. Serta bisa menghasilkan peradaban yang rusak jika dilandasi kemaksiatan. Semua tergantung dari pengarahan potensi pemuda itu sendiri. Layaknya negara kaya namun hidup dalam kemiskinan, atau negara yang canggih namun hidup dalam penjajahan.
Rusaknya Pemuda Menjadi Realita
Sungguh miris dan menyayat hati ketika kita melihat banyak pelaku kejahatan adalah para pemuda. Sebagaimana yang dilansir Metro Pariaman terkait 7 remaja yang melakukan pembacokan kepada pejalan kaki hingga nyaris tewas di kawasan Nagari Balah Hilia, Kecamatan Lubuk Alung, Kabupaten Padang pariaman. Mereka sungguh telah hilang akal, menghilangkan nyawa seseorang tanpa alasan yang dibenarkan. Menghabisi nyawa seseorang sebagai ajang unjuk kekuatan. Padahal mereka telah masuk dalam pengaruh setan.
Memang sudah seharusnya mereka ditangkap dan dihukumi. Karena usia 16 atau 17 tahun bukanlah lagi usia anak-anak yang bisa terbebas dari hukum. Mereka sudah baligh, dan sudah seharusnya bisa membedakan yang baik dan buruk. Bahkan seharusnya usia itu adalah masa saat mereka berlomba meraih cita-cita. Memasang target untuk meraih keberhasilan di masa depan.
Kasus lain terjadi di Dharmasraya kecamatan timpeh, dua anak laki-laki melakukan pelecehan terhadap seorang anak perempuan. Mirisnya mereka baru berusia 9 tahun. Sungguh membuat malu dan menampar kita. Bagaimana bisa anak yang sedang asik bermain dan belajar justru menjadi pelaku kemaksiatan dan bertindak seperti hewan. Nauzubillahimindzalik.
Sebenarnya apa yang terjadi dengan pemuda masa kini? Mengapa karakter pemuda sekarang jauh dibawah nilai kemanusiaan apalagi syariat Islam? Sampai kapan krisis moral menggempur menghancurkan peradaban?
Ini adalah problematika umat yang d terus berulang, dan faktanya seperti fenomena gunung es. Maka sudah seharusnya menjadi bahan kajian serius untuk menemukan akar masalah dan menemukan solusi hakiki. Karena sungguh masa depan pemuda adalah masa depan bangsa.
Pembajakan Potensi Generasi Mencegah Kebangkitan Hakiki
Terdapat banyak program pemberdayaan pemuda, namun sejatinya itu adalah pembajakan potensi generasi semata. Sebagaimana yang disampaikan drg. Luluk Farida, bahwa terdapat 3 pemberdayaan pemuda . “pemberdayaan” itu sendiri sebagai bentuk serangan kapitalisme terhadap kaum muda yang akan mewarisi tanah tercinta.
Pertama, pemuda berperan secara global dalam kaitan politik mencegah ekstremisme melalu moderasi beragama. Pemuda menjadi bagian dari strategi politik kapitalisme untuk membendung kebangkitan Islam. Selama ini ekstrimisme maupun radikalisme lebih cenderung ditujukan kepada muslim yang menjunjung ide Islam kaffah. Mereka yang menginginkan penerapan Islam secara total dikatakan radikal. Jelas, selayaknya ideologi maka tidak akan dibiarkan ada ide lain yang menggeser eksistensinya.
Ide Islam kaffah dibungkam dan ditumbangkan. Kemudian diganti dengan ide Islam moderat. Umat Muslim tidak dipaksa keluar Islam, tapi mereka terpaksa bahkan sukarela meninggalkan sebagian ajaran agama dan aturan Yang Maha Kuasa. Semua ini tidak terlepas dari peran pemuda. Mereka dijadikan garda terdepan untuk terus melakukan propaganda di tengah masyarakat. Program kontraradikalisme digulirkan. Duta damai pun digencarkan. Walhasil banyak umat Islam terjangkit virus islamo fobia, dan pemuda kehilangan identitasnya.
Kedua, menjadikan pemuda memiliki profil sekuler kapitalis, dibajak untuk kepentingan industri kapitalis. Dalam hal ini pemuda dijadikan alat pendongkrak kemajuan ekonomi para korporat. Terlebih dalam bisnis digital, pemuda menjadi motor utamanya. Wajar saja, berdasarkan study yang didanai oleh UNICEF, yang bekerja sama dengan kominfo, menemukan bahwa 79,5 % dari anak/remaja adalah pengguna aktif internet. Sehingga menggarap pemuda akan mendapat hasil panen yang melimpah. Rasa ingin tau yang tinggi serta kemampuan yang dimiliki menjadikan para agen perubahan terlena dan lupa perannya. Tak jarang anak muda bercita-cita menjadi influenser, konten kreator, bahkan banyak yang sudah terjun ke dunia online shop. Ini semua akan membuat sang “raja” makin berjaya.
Ketiga, serangan dari media kapitalis sekuler agar pemuda muslim hidup hedonis, arahan demi cuan meskipun melanggar nilai-nilai agama. Berbagai bentuk serangan terus diluncurkan oleh musuh islam. Bahkan media kapitalis senantiasa menggiring anak bangsa dengan budaya-budaya barat yang merusak. Food, fun, fashion dengan aneka bentuknya terus disuguhkan sebagai bagian dari gaya hidup. Walhasil para pejuang kebangkitan menjadi pejuang dolar. Insan visioner cinta majlis justru terjebak dalam kehidupan yang hedonis. Maka jelaslah bahwa semua ini adalah skenario penjajahan.
Kejahatan Pemuda Akibat Rusaknya Mabda
Dapat kita amati, bahwa kenyataannya kerusakan pemuda bukan karena radikalisme. Maka, sangat tidak sesuai jika solusi dari kejahatan pemuda adalah kontraradikalisme atau moderasi beragama. Karena kejahatan muncul akibat tidak ada ketaatan. Sedangkan moderasi tidak mengantarkan kepada ketaatan. Ini disebabkan adanya upaya untuk mencari kompromi atau jalan tengah terhadap syariah. Bagaimana bisa seorang muslim harus menerima ide-ide barat, sedangkan ide Islam dijauhkan.
Selain itu halal haram tidak dijadikan standar perbuatan. Maka setiap orang bebas melakukan apa saja yang menurutnya benar dan baik. Sedangkan standar benar/salah atau baik/buruk manusia akan berbeda. Mabda kapitalisme berasaskan sekuler, yaitu pemisahan agama dari kehidupan. Ketika aturan kehidupan diserahkan kepada manusia, maka hawa nafsu menjadi yang utama. Unsur kepentingan dan keuntungan menjadi patokan. Tidak bisa dipungkiri bahwa seorang melakukan perbuatan dalam rangka meraih kebahagiaan. Hanya saja kapitalisme menghasilkan orang-orang yang standar kebahagiaannya adalah pemenuhan kebutuhannya jasmaniah semata. Sehingga apapun akan dilakukan untuk meraihnya. Sekalipun bertentangan nilai agama.
Dari sisi penegakkan hukum, kapitalisme tidak bisa memberi efek jera, apalagi untuk penghapus dosa. Wajar saja jika kemaksiatan dan kejahatan terus berulang dan berkembang liar. Para pemuda semakin liberal, karena aturan membolehkan dan menumbuhkembangkan dengan alasan kebebasan berekspresi dan HAM.
Sehingga jelas bahwa kejahatan merajalela saat ini, efek dari tidak dilaksanakan aturan ilahi. Menjadikan akal manusia sebagai pemutus perkara satu-satunya. Bagaikan akar yang rapuh tak akan menghasilkan pohon yang kokoh.
Kembalikan Peran Pemuda untuk Kebangkitan Islam
Kondisi yang mengerikan ini harus diputus. Jauhkan keraguan untuk kembali bersandar pada risalah Islam. Selayaknya Muslim adalah yang mengatakan sami'na wa atho’na. Menjadikan Rasulullah sebagai teladan dan patokan.
Peradaban di masa depan ada di tangan para pemuda. Mereka menjadi tumpuan dan harapan menuju kehidupan mulia. Maka, sudah seharusnya untuk mengembalikan peran pemuda dan menyalakan api perjuangan. Mewujudkan kehidupan yang gemilang. Mengikuti perjalanan pejuang Salahuddin Al Ayyubi dan Muhammad Al Fatih. Meraih cita-cita tinggi, menggapai ridha Ilahi.
Sangat penting membekali para pemuda dengan tsaqofah Islam. Menguatkan akidah dengan pembinaan. Memberikan pendidikan yang menghasilkan peserta didik berkepribadian Islam. Sehingga mencetak orang-orang visioner, menggapai memuliakan hakiki didunia dan akhirat. Menjadikan halal dan haram sebagai standar perbuatan. Meraih ridho Ilahi sebagai cita-cita tertinggi dan kebahagiaan yang abadi. Dengan demikian terwujudlah umat terbaik yang mewujudkan peradaban terbaik.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Ai Qurotul Ain, S.Pd.
Praktisi Pendidikan
0 Comments