Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Stigmatisasi Ajaran Islam dan Khilafah Tak Kunjung Usai

TintaSiyasi.com -- Beredar isu jaringan teroris terkait insiden seorang yang membawa senpi dan menerobos Istana Merdeka. Nurwakhid menegaskan, BNPT telah mewaspadai tingkat kerentanan perempuan untuk direkrut dan dijadikan pengantin oleh kelompok teroris. 

Seorang wanita bernama Siti Elina, tinggal di kawasan Koja, Jakarta Utara. BNPT menduga Siti memiliki pemahaman yang radikal serta pendukung salah satu ormas radikal, yakni HTI. “Pemanfaatan  perempuan dalam aksi terorisme memang tren baru khususnya yang dilakukan ISIS baik dilakukan dengan jaringan atau lone wolf yang tidak terikat komando dan jaringan,“ ujar  wakhid (Kumpara News, 26 Oktober 2022).

Kemudian seorang guru (S) Sekolah Dasar Negeri di kecamatan Kota Sampang, Jawa Timur juga ditangkap oleh Densus 88 Antiteror Mabes Polri. Surati selaku Kepala Sekolah tempat S mengajar sejak tahun 2017 mengaku terkejut, lantaran S tidak pernah menunjukkan gelagat aneh. “Sikap dan bicaranya baik. Sepertinya mustahil jika ada kaitannya dengan teroris. S memang tidak masuk mengajar sejak hari Jumat, ketika dihubungi, istrinya bilang tidak tahu. Handphonenya ditinggal dirumahnya,” kata Surati (Kompas.com, 17 Oktober 2022).

Pemerintah tidak pernah berhenti memberikan stigmatisasi terhadap ajaran Islam dan khilafah sebagai ajaran dan penyebab terorisme. Ini menunjukkan bahwa yang disasar adalah Islam sangat nyata. Terbukti, kekerasan yang dilakukan pihak lain, seperti pendeta, sekali pun tidak pernah disebut sebagai terorisme ataupun radikal.

Kelompok teroris dan radikal selalu dikaitkan dengan Islam. Terutama HTI, isu-isu seperti ini nampaknya tak kunjung usai, bahkan terus di hembuskan. Mulai merebak di kalangan pemuda peradaban. Menyerang pada kemampuan berpikir generasi emas. Yang menjadi pertanyaan ialah, mengapa harus selalu HTI yang menjadi sasaran? Tidakkah ada ormas lain yang disasar? Akibat isu ini banyak pemuda yang takut belajar agama. Bahkan para pemuda tidak mau dan takut untuk mempelajari Islam secara kaffah. Padahal ketakutan mereka ini menjadi kebahagiaan kapitalisme. Mereka makin gencar menyodorkan pemikiran buruk tentang sistem Islam yang kaffah ini.

Siapa saja dapat disasar dengan tuduhan keji ini, meski tak pernah jelas latar belakangnya, demikian juga penanganan kasusnya. Sekali pun mereka bukan anggota HTI, tetap bisa menjadi sasaran isu seperti ini.

Firman Allah, “Jauhilah olehmu sebagian besar dari prasangka. Sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah keburukan (dosa)” (QS. Al Hujarat : 12).

Dalam hadis Rasulullah SAW juga menegaskan bahwa, “Jauhilah prasangka, karena sesungguhnya prasangka adalah seburuk-buruknya perkataan.”

Dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, "Jauhilah prasangka buruk, karena prasangka buruk adalah sedusta-dustanya perkataan” (HR. Bukhari Muslim).

Dari firman Allah dan hadis di atas menjelaskan bahwa prasangka buruk kepada umat tidak boleh. Apalagi menduga umat Muslim sebagai terorisme dan kaum radikalme. Di mana makna dalam UU disebutkan bahwa terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik atau gangguan keamanan.

Sedangkan makna radikalime ialah sebuah kelompok atau gerakan politik yang kendur dengan tujuan mencapai kemerdekaan atau pembaruan electoral yang mencakup mereka yang berusaha mencapai republikanisme, penghapusan gelar, redistribusi hak milik dan kebebasan pers, dan dihubungkan dengan perkembangan liberalisme. 

Dari makna ini jelas bahwa radikal dan terorisme yang dimaksud ialah kegiatan atau aktivitas yang membahayakan publik. Sedangkan umat Islam yang diduga terorisme atau radikal tidak melakukan hal-hal yang berbahaya. Mereka kebanyakan hanya mendakwahkan Islam secara kaffah, yang jelas berbeda dengan penerapan kapitalisme.

Lalu mengapa harus selalu HTI yang menjadi sasaran isu-isu ini? Karena HTI yang benar-benar paham sistem Islam yakni khilafah. Tahu bagaimana cara memulai kembali untuk membangkitkan Islam serta penerapannya yang dilakukan secara kaffah (menyeluruh).

Mereka takut akan kebangkitan Islam, mereka juga mendongkrak popularitas di tengah kontestasi politik kapitalisme. Maka berbagai upaya dilakukan, dengan prasangka buruk yang di tujukan kepada umat Muslim.

Kekejaman kapitalisme tidak akan sampai disini saja, apalagi mengetahui aktivitas dakwah masih terus berlanjut, karena umat Muslim menyadari dakwah adalah kewajiban bagi tiap-tiap individu Muslim. Membangkitkan semangat juang umat Islam untuk meraih kejayaan Islam kembali melalui dakwah. Maka dari itu kita butuh kenyamanan berdakwah dan berjuang dengan dukungan sistem yakni Khilafah Islamiah.

Umat Islam hanya akan aman dan nyaman dalam naungan khilafah, termasuk saat melakukan aktivitas dakwah. Karena khilafah akan melindungi umatnya apalagi umat yang berjuang di jalan Allah. Bukan hanya keamanan dan kenyamanan umat Islam saja yang dijamin oleh sistem Islam, yakni orang-orang kafir yang mau taat dengan aturan Islam kaffah.

Inilah keindahan hidup dengan sistem Islam yakni khilafah. Tidak ada prasangka buruk atau stigmatisasi ajaran agama Islam dan khilafah. []


Oleh: Sarinem
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments