Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Serapan APBN Masih Rendah, Apakah Ada yang Salah dengan Program Pemerintah?


TintaSiyasi.com -- Siapa yang tak senang saat mendengar kas negara masih banyak. Apalagi jika nilainya tak sedikit. Dikabarkan dana APBN Indonesia tahun 2022 masih bersisa sekitar Rp1200 triliun padahal sudah mendekati akhir tahun. Ini berarti serapan APBN tahun ini masih rendah.

Menteri Keuangan Sri Mulyani meminta kementerian/lembaga untuk menghabiskan sisa anggaran belanja APBN yang jumlahnya masih sekitar Rp1.200 triliun sampai akhir tahun ini. Tercatat, hingga akhir September 2022 belanja negara sudah terealisasi Rp1.913,9 triliun atau baru terserap 61,6 persen dari target Rp3.106,4 triliun (Cnnindonesia.com, 28/10/2022).

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rizal Taufikurahman menilai, melihat sisa anggaran belanja yang masih jumbo di tiga bulan terakhir tahun ini, mengindikasikan bahwa tahun ini program pemerintah sangat lambat dan target dari indikator makro APBN 2022 berpotensi tidak akan tercapai. Sebab menurutnya untuk merealisasikan sisa anggaran belanja yang masih sangat besar tersebut tidak lah mudah. Bahkan hal ini merupakan pemaksaan anggaran untuk direalisasikan yang belum tentu tercapai tujuannya.

Ia pun menambahkan seharusnya pemerintah tidak menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada September lalu. Sebab, pemerintah masih mempunyai cukup anggaran untuk menutupi belanja subsidi energi dan kompensasi yang membengkak pada tahun ini. Akibatnya terjadi inflasi sangat tinggi (Kontan.co.id, 30/10/2022). 

Dalam APBN 2022, pemerintah menetapkan total pagu belanja negara sebesar Rp3.106,4 triliun, yang terbagi untuk belanja pemerintah pusat sebesar Rp2.301, 6 triliun, serta transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp804, 8 triliun. Serapan anggaran yang baru mencapai 61,6% pada bulan September menunjukkan kinerja pemerintah tidak baik. Di sisi lain juga menggambarkan ketidak jelasan arah pembangunan, yang tidak berdasarkan kepada kebutuhan dan kemaslahatan umat. Sebagai rakyat wajar saja jika sangat berharap sisa dana tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Bukan dihabiskan untuk pengeluaran yang tidak berkualitas dan kurang urgen. 

Pasalnya kita tahu selama ini banyak layanan publik yang belum optimal dirasakan rakyat. Mulai dari biayanya yang mahal, prosedurnya ribet dan prosesnya lama. Misal pelayanan administrasi (dokumen-dokumen kepemilikan) dan jasa (pendidikan, kesehatan, transportasi). Selain itu, kebutuhan dana besar untuk anggaran beberapa bidang, namun faktanya justru kurang dan malah dikurangi seperti dana riset dan hankam. Sementara selalu dinarasikan terjadinya defisit anggaran, sehingga subsidi dikurangi bahkan dihapuskan. Hal ini yang sering menjadi alasan ketika Pemerintah hendak menaikan harga BBM. Akan tetapi nyatanya dana tidak terserap dan bersisa. Hal ini tentu membuat rakyat sakit hati.

Sungguh nyata kerusakan sistem anggaran dalam sistem demokrasi. Dengan serapan dana rendah, bagaimana mungkin rakyat terlayani dengan baik kebutuhannya? Padahal banyak rakyat yang sulit untuk makan karena pengangguran atau penghasilan yang pas-pasan. 

Sementara itu, sistem anggaran dalam Islam, di bawah kendali khalifah yang berperan sebagai raain (pengurus urusan rakyat) akan tepat sasaran dan sesuai kebutuhan umat. Khalifah akan berupaya maksimal dalam memenuhi kebutuhan rakyat. Bukan memalak rakyat dengan berbagai macam pajak. 

Alhasil dalam memperoleh sumber pemasukan APBN nya bukan mengutamakan pajak. Akan tetapi negara memiliki banyak sumber pendapatan negara. Di antaranya sektor kepemilikan umum, seperti sektor pertambangan, minyak bumi, hutan, dan pengelolaan SDA lain yang melimpah. Negara akan mendistribusikan ke seluruh daerah sesuai kebutuhan. Seperti biaya pembangunan jalan, rumah sakit, pendidikan, dan lain-lain. Semua pengeluaran akan diutamakan untuk kebutuhan rakyat dan kemaslahatan umat. Bukan untuk menyenangkan para pejabat seperti dalam sistem saat ini. Khalifah akan berhati-hati dalam mengatur keuangan negara. Tidak akan bersikap boros dengan melakukan pengeluaran yang tidak penting. 

Selain itu, pembelanjaan negara akan selalu diawasi langsung oleh rakyat, majelis umat, majelis wilayah hingga partai politik. Maka peluang kecurangan pun dapat dicegah. Amar makruf nahi mungkar senantiasa berjalan atas dasar keimanan. 

Jika terjadi surplus, maka negara akan memastikan segala kebutuhan rakyat terpenuhi. Jangan sampai ada yang terlalaikan. Hal ini sebagaimana yang terjadi pada masa Khalifah Umar bin Abdul Azis. Ketika tidak ditemukan lagi rakyat yang miskin, khalifah memerintahkan untuk membayar gaji seluruh pegawainya secara rutin. Ketika Baitul Mal masih banyak uang, lalu khalifah memerintahkan untuk mencari orang yang terlilit utang agar dilunasi utangnya. Ketika masih surplus, maka dicari pemuda yang masih lajang untuk dinikahkan dan dibayarkan maharnya. Saat masih terdapat uang juga, maka dicari orang yang biasa membayar jizyah dan kharaj. Bagi yang kekurangan modal, diberikan pinjaman agar mampu mengolah tanahnya. 

Dengan demikian, kas negara dalam sistem Islam akan digunakan sebaik mungkin demi kepentingan rakyat. Begitulah yang terjadi, kesejahteraan dan keberkahan pun dirasakan saat seluruh aturan Allah diterapkan. Untuk itu, dukung terus perjuangan dakwah dalam rangka melanjutkan kehidupan Islam. Allahu Akbar!

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Nina Marlina, A.Md.
Muslimah Peduli Umat
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments