TintaSiyasi.com -- Sekeluarga dari kalangan mampu, ditemukan tewas secara misterius di dalam rumahnya di perumahan Citra Garden 1 Extension, Kalideres, Jakarta Barat.
Sebelumya, tetangga mencium adanya aroma bau busuk yang muncul dari dalam rumah korban. Jasad sekeluarga ditemukan telah membusuk, diperkirakan sudah meninggal selama tiga pekan.
Polisi masih menyelidiki penyebab kematian keluarga tersebut. Dugaan sementara, keluarga tersebut meninggal dunia karena kelaparan. Sebab tidak ditemukan beras atau makanan lainnya di rumah. Di lambung jasad korban juga tidak ditemukan sisa atau bekas makanan.
Mengutip dari apa yang disampaikan ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas: Bila memang benar sekeluarga tersebut tewas karena kelaparan, tentu ini akan mencoreng citra pemerintah yang mendapatkan amanah untuk melindungi dan mensejahterakan rakyatnya. Tak hanya pemerintah saja, muka kita bersama tercoreng. Ini karena menjadi sebuah pertanda kuat bahwa hidup kita saat ini benar-benar sudah sendiri-sendiri dan tidak lagi punya kepedulian yang tinggi terhadap sesama (republika.co.id, 12/11/2022).
Kapitalisme Sekuler Mencetak Pribadi Individualis
Saat ini, tak dipungkiri bahwa dunia ini didominasi oleh kapitalisme sekuler dengan Amerika Serikat sebagai negara pengembannya. Ideologi ini masuk ke negeri-negeri Muslim, tak terkecuali di Indonesia.
Hal ini terbukti dengan makin meningkatnya gaya hidup hedonis di negeri ini serta mementingkan kesenangan materi, daripada keperdulian kepada orang lain. Ini memang salah satu ciri khas kapitalisme, yaitu mementingkan diri sendiri. Sebab dalam kapitalisme, tiap orang bebas bersaing dengan menggunakan metode tertentu untuk mendapatkan keuntungan materi sebanyak-banyaknya (gramedia.com).
Hal inilah yang melahirkan pribadi individualis yang makin terlihat nyata di masyarakat. Sehingga tetangga sebelah rumah kelaparan pun mereka tidak mengetahui dan tidak merasa perlu untuk mengetahui kondisi yang lainnya.
Bahkan dengan keluarga besar pun tidak ada kontak karena tidak ada keperdulian terhadap kondisinya. Yang penting diri dan keluarga inti hidup tidak kekurangan.
Ditambah lagi dengan kecanggihan teknologi, dengan prinsip keuntungan materi dan bebas bersaing membuat segala sesuatu bisa diakses secara mudah tanpa bantuan orang lain. Hal ini akan menambah berkurangnya kuantitas interaksi sosial diantara anggota masyarakat. Otomatis, keperdulian pun tergerus.
Apabila terus menerus dibiarkan, kapitalisme akan membuat masyarakat menjadi lemah, terpecah belah, serta tidak menghasilkan peradaban yang kuat. Akibatnya, suatu negara akan mudah dijajah oleh negara lainnya.
Masyarakat dalam Islam, Menihilkan Individualisme
Menurut seorang Mujtahid Syekh Taqiyuddin An Nabhani, masyarakat dapat diartikan sebagai kumpulan individu-individu yang memiliki pemikiran, perasaan, dan sistem/aturan yang sama yang melakukan interaksi.
Yang terjadi saat ini, individu-individu berkumpul namun dengan bermacam-macam pemikiran, perasaan, dan tidak terjadi interaksi secara menyeluruh. Bisa dikatakan terjadi gap di masyarakat. Kelas sosial tinggi tidak berinteraksi dengan kelas sosial rendah, disebabkan adanya jenjang kekayaan. Inilah akibat kapitalisme, meniscayakan munculnya jurang pemisah antara si kaya dan si miskin. Karena persaingan bebas dalam kapitalisme, membuat yang kuat dapat menindas yang lemah.
Berbeda halnya dengan sistem Islam. Dalam Islam, tidak mengenal perbedaan kelas antara si kaya dan si miskin, kecuali perbedaan karena ketakwaan. Sebagaimana firman Allah berikut ini:
"Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang-orang yang bertakwa" (QS. Al Hujurat : 13).
Dalam Islam, orang yang paling mulia adalah yang paling bertakwa (taat) kepada Allah. Bukan karena kekayaan.
Islam juga tidak mengenal individualisme, sebab Islam adalah agama sekaligus pandangan hidup yang mengajarkan hidup berjamaah. Bahkan disebutkan dalam hadis Muslim, seorang Mukmin dengan Mukmin yang lain ibarat satu tubuh. Jika seorang merasa sakit, maka yang lainnya juga akan merasakan sakit yang sama.
Seorang Muslim juga diwajibkan untuk peduli dengan sesamanya. Bahkan ada beberapa kewajiban kepada Muslim yang lain, jika tidak sempurna melakukannya seluruh umat Islam akan terkena dosanya. Seperti fardhu kifayah mengurus jenazah sesama Muslim sampai tuntas dikuburkan.
Islam mengatur segala persoalan-persoalan hidup secara detil. Bahkan ada anjuran untuk memperbanyak kuah masakan untuk dibagikan ke tetangga, jika aroma masakan tercium
hingga keluar rumah.
Islam melarang individualisme dan menihilkannya. Semua ini menjadi tanggung jawab terbesar yang dipikul oleh pemimpin negara, yang wajib mensejahterakan rakyatnya tiap-tiap orang, bukan per keluarga. Penguasa berkewajiban untuk melindungi dan mengayomi rakyat dari ancaman dalam negeri maupun luar negeri. Sebab penguasa adalah perisai bagi rakyatnya. Sebagaimana hadis berikut ini:
"Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu (laksana) perisai, dimana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya" (HR. Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, Abu Dawud, Ahmad).
Individualisme dalam masyarakat hanya bisa dicabut dengan menerapkan sistem Islam secara sempurna. Tidak akan ada lagi orang-orang kelaparan, sementara tetangga sebelahnya hidup kenyang.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Rahmawati Ayu Kartini
Pemerhati Sosial
0 Comments