TintaSiyasi.com -- Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam yang melimpah dari Sabang hingga Merauke, mulai dari hasil bumi seperti emas, nikel, minyak, hasil perkebunan dan pertanian serta hasil laut yang sangat luar biasa banyaknya. Namun sayangnya saat ini banyak dari sumber daya alam Indonesia dikuasai oleh asing, salah satunya adalah kepulauan Widi. Pelelangan Kepulauan Widi bertujuan untuk membangun pariwisata yang mewah dan berkelanjutan. Kepulauan Widi yang kaya akan sumber daya alamnya dan keindahan pulau yang eksotis membuat para investor asing tertarik untuk memiliki pulau tersebut. Namun akibat dari pelelangan dan penjualan pulau tersebut akan berdampak pada berpindahnya alokasi sumber daya alam dari milik rakyat menjadi milik asing.
Sebagaimana fakta yang dikutip dari CNNIndonesia.com, Rabu (23/11/2022) menyatakan bahwa salah satu pulau di Indonesia yaitu Kepulauan Widi yang terletak di Halmahera Selatan, Maluku Utara, dilporkan telah dilelang disalah satu situs real estat asing. Pelelangan akan dilakukan pada tanggal 8 Desember 2022 mendatang dengan nama Widi Reserve Bali yang sebelumnya dikenal dengan Cagar Alam Widi. Harga yang ditawarkan untuk para penawar adalah US$100.000. Secara hukum pemerintah menyatakan bahwa untuk non-Indonesia tidak dapat secara resmi membeli pulau tersebut, namun pada kenyataan pulau tersebut bisa dimiliki asing dengan cara mengakuisisi saham di PT. Leadership Islands Indonesia (LII) yang merupakan perusahaan induk Penanaman Modal Asing (PMA).
Kejadian semacam ini bukan pertama kali terjadi, sudah beberapa pulau di Indonsia banyak yang kuasai oleh asing seperti pada tahun 2021 lalu, dimana Pulau Samaleko dan Pulau Asu di Kabupaten Nias dikabarkan juga sudah di kuasai oleh asing. Hal ini bisa terjadi karena pemerintah mengizinkan para pemodal asing untuk menginvestasikan modalnya untuk bisa menguasai pulau-pulau tersebut dengan alasan kerja sama dan untuk membangun pariwisata yang berkelanjutan.
Meskipun banyak pertentangan dari berbagai pihak, nyatanya hal ini tidak bisa dielakkan lagi karena pada dasarnya pulau tersbut sudah menjadi milik swasta yang sudah terikat dengan perundang-undangan, sehingga mereka berhak untuk melakukan apa saja pada pulau tersebut.
Inilah gambaran nyata dari liberalisasi akut yang menyerang negara ini terhadap potensi yang alam yang dimiliki. Dimana banyak SDA yang kemudian di konversi dan di investasi. Sudah menjadi tabiat para rezim kapitalis-demokarsi dimana keuntungan materi yang dicari tanpa memperdulikan lingkungan dan rakyat yang semakin terjepit akibat dari penguasaan terhadap pulau-pulau tersbut.
Sistem kapitalisme sejatinya telah menjajah negeri ini melalui politik dan ekonomi. Sistem ekonomi kapitalisme yang mendewakan kepemilikan individu telah menetapkan kemaslahatan materi bagi individu diatas segalanya. Sistem ini pula yang menajdikan pemilik modal secara bebas mengeskploitasi SDA tanpa memperhatikan apakah hal tersebut dapat merusak lingkungan dan keanegkaragaman hayati.
Di dalam sistem kapitalisme-demokrasi para penguasa rakus telah memberi jalan mulus bagi para investor asing untuk mengeksploitasi SDA tersebut. Para penguasa juga memberikan izin mengeksplorasi keyaaan dalam negeri oleh para pemegang modal. Kongkalingkong antara para penguasa dan pemilik modal dalam sistem ini memang sulit untuk dipisahkan, sebab penguasa yang terpilih sejatinya harus membalas jasa kepada pemilik modal. Para penguasa hanya memiliki peran yang sedikit terhadap potensi dari SDA yang ada. Peran penguasa juga digeserkan dari yang seharusnya mengelola untuk kepentingan rakyat, nyatanya hanya menjadi regulator pengelola SDA.
Kekayaan alam yang dimiliki oleh negeri ini sejatinya bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan masyarkat jika dikelola dengan baik dan benar, namun hal ini tidak akan pernah bisa terjadi jika negeri ini masih menganut sistem kapitalisme-demokarsi dimana kekayaan alam negeri akan sangat rawan di “caplok” oleh asing dan masyarakat sudah pasti hanya mendapatkan remah-remah tak bernilai.
Hal ini justru berbeda ketika sistem Islam yang mengelola SDA. Sistem Islam yang memiliki ideologi serta aturan yang telah ditetapkan oleh Allah telah mampu menjamin kesejahteraan, keamanan dan keberkahan bagi kemaslahatan umat Islam. Salah satu aturan yang telah ditetapkan oleh Allah tentang tata kelola SDA, dalam sudut pandang Islam SDA merupakan potensi yang terkandung didalam bumi, air maupun udara. SDA dijadikan sebagai alat penunjang dan sumber bagi kehidupan manusia di dunia.
Dalam syariat Islam SDA merupakan salah satu harta kepemilikan umum (Al-Milkiyyah Al-‘Ammah). Hal ini sejalan dengan dengan pernyataan syekh Taqqiyuddin An-Nabhani dalam kitab Al-Nizhamul Iqtishody menjelaskan bahwa kepemilikan umum adalah seluruh kekayaan yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kaum muslimin, sehingga dapat dinyatakan bahwa kekayaan alam tersebut merupakan milik bersama kaum muslimin. Individu diberikan izin untuk mengambil manfaat namun dilarang untuk dimiliki secara pribadi.
Di samping itu Islam juga akan melarang SDA di eksploitasi atau diberikan kepada asing. Hal ini sejalan dengan hadist dari Abyad Bin Hammal: "Ia menghadap kepada Nabi saw. dan memohon agar diberikan bagian dari tambang garam yang menurut Ibnu Mutawwakil berada di daerah Ma’rib, lalu beliau memberikan tambang itu kepada dia. Namun takkala orang tersebut berpaling seorang yang berada didalam majelis beliau berkata, tahukah Anda bahwa yang Anda berikan adalah ibarat seperti air yang mengalir? Beliau pun membatalkan pemberiannya” (HR. al-Baihaqi dan at-Tirmidzi).
Dengan demikian dapat dipastikan hanya Syariat Islamlah yang dengan penerapannya secara Kaffah mampu menjaga dan mengelola SDA tanpa ada kempilikan secara pribadi dan sudah pasti dapat melindungi masyarakat, lingkungan dan kehidupan alam yang ada disekitarnya.
Wallahu’alam bishawab.
Oleh: Sintia Wulandari
Sahabat TintaSiyasi
0 Comments