Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

KTT G20: Tipu Daya Kapitalis Guna Menjerat Negara Berkembang

TintaSiyasi.com -- Konferensi Tingkat Tinggi G20 yang dilaksanakan di Bali resmi ditutup pada tanggal 16 November lalu oleh Presiden Jokowi. Dilansir dari CNN Indonesia (17/11/22), terdapat 10 daftar kesepakatan ekonomi yang dihasilkan dari KTT G20. Kesepakatan tersebut meliputi, 1) Dana Pandemi, 2) Energy Transition Mechanism (ETM) Country Platform, 3) Resilience and Sustainability Trust (RST) oleh IMF, 4) Bali Konpendium, 5) Global Blended Finance, 6) Transaksi Digital Bank Sentral ASEAN, 7) Investasi AS ke Indonesia, 8) Investasi CNGR Advanced Material China, 9) Investasi Jepang dan Inggris di MRT Jakarta, dan 10) Investasi Turki di Produksi Bus Listrik. 

Dari sepuluh hasil kesepakatan tersebut, ada beberapa poin yang menarik untuk dibahas lebih lanjut. Pertama, poin Resilience and Sustainability Trust (RST) oleh IMF. RST ini merupakan dana yang dipinjamkan oleh negara-negara anggota IMF yang memiliki Special Drawing Right atau Hak Penarikan Khusus untuk negara-negara yang dinilai krisis dan membutuhkan. Mereka yang memberikan dana itu meyakini tidak akan menggunakan dana tersebut dalam waktu dekat sehingga bisa digunakan terlebih dahulu oleh negara lain. (Kemenkeu.go.id, 16/11/22)

Kesepakatan tersebut tentunya terlihat sangat mulia dan bisa menjadi salah satu jalan keluar dari permasalahan negara-negara miskin tersebut. Namun, jika diusut lebih jauh, apakah memang benar dana yang dihasilkan dari volunter negara-negara anggota IMF tersebut menjadi solusi bagi negara yang sedang krisis? Dalam sistem kapitalis seperti saat ini, asas yang digunakan adalah asas keuntungan. Maka, tidak mungkin negara-negara yang menyumbangkan dana tersebut murni hanya meminjamkan. Tidak ada yang gratis dalam sistem kapitalis. Tentunya, dana pinjaman tersebut memiliki bunga yang tidak sedikit, bahkan mungkin total angkanya bisa lebih besar dari dana awal. Pinjaman dana tersebut merupakan solusi sementara. Bahkan tidak bisa disebut solusi, karena menimbulkan permasalahan baru yang lebih pelik. Negara yang sedang krisis bukannya sembuh, justru semakin tercekik. 

Kedua, poin-poin yang bersangkutan dengan investasi negara lain ke Indonesia. Dari kesepakatan yang dihasilkan, cukup banyak negara-negara lain yang ingin berinvestasi dengan Indonesia. Negara-negara tersebut tentunya bukan negara berkembang, namun negara maju seperti Amerika, China, Jepang, Inggris dan Turki. Sekilas, Indonesia terlihat amat beruntung bisa bekerjasama dengan negara-negara maju tersebut, khususnya Amerika yang menjadi pusat ekonomi dunia. Tetapi, benarkah seberuntung itu? 
Investasi atau penanaman modal asing memang membantu Indonesia dalam membangun infrastruktur. Namun, hanya sampai disitu kelebihannya, sisanya hanya dampak negatif yang didapatkan. Penanaman modal asing tentunya merupakan suatu bisnis besar yang menggiurkan. Karena pada dasarnya, keuntungan terbesar dari investasi negara asing dimiliki oleh negara yang menanamkan modalnya. Sebagai negara yang berinvestasi, mereka berhak untuk mengatur dan memberikan persyaratan yang akan menambah profit bagi negaranya. Sekali lagi, investasi adalah bisnis. Prinsipnya modal sekecil-kecilnya guna memperoleh hasil sebesar-besarnya. Maka pada akhirnya, Indonesia bukannya semakin untung, justru semakin buntung. 

Konferensi Tingkat Tinggi G20 ini hanya pertemuan bualan yang dibuat oleh kapitalis guna menjerat negara-negara berkembang untuk diambil keuntungannya. Alih-alih mencari solusi problematika dunia. Berbeda halnya dengan Islam, yang mensolusikan suatu permasalahan dengan konkret tanpa kebohongan. Islam dengan sistem ekonomi nonribanya akan mampu meningkatkan produktivitas ekonomi manusia. Penerapan politik dagang dan politik kemandirian industri dan pertanian akan menjadikan negara mampu mengamankan produk dalam negeri sehingga tidak bergantung pada negara lain. Islam juga akan menggunakan sistem moneter dinar dan dirham sehingga aman dari inflasi dan menghasilkan keuntungan yang riil. Wallahua’lam.


Oleh: Sabila Yassaroh
Sahabat TintaSiyasi
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments