Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Rusaknya Tata Kelola Kesehatan Secara Sistemis

TintaSiyasi.com --Presiden Joko Widodo mengatakan, dunia saat ini tidak mempunyai arsitektur kesehatan yang andal untuk mengelola pandemi. Ini dibuktikan dengan adanya pandemi Covid-19, dan negara di dunia tidak siap menghadapi pandemi.

"Oleh karena itu, kita harus memastikan ketahanan komunitas internasional dalam menghadapi pandemi," ujar Jokowi saat meluncurkan Pandemic Fund atau Dana Pandemi secara virtual yang digelar di Nusa Dua, Bali, Ahad (13/11). (Republika.co.id, 13 November 2022)

Disisi lain Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut inisiatif dana cadangan pandemi atau pandemic fund G20 bertujuan untuk memperbaiki arsitektur kesehatan global. Cakupan Pandemic Fund ini tidak akan hanya terbatas pada anggota G20.

Dana cadangan pandemi nantinya akan dikelola Bank Dunia dan kriteria penggunaannnya akan diputuskan dalam pertemuan tingkat negara. Negara-negara yang membutuhkan dana darurat dapat mengajukan proposal kepada pengelola Pandemic Fund. (Tempo.co, 13 November 2022)

Jika ditelaah lebih dalam, selain pendanaan sebenarnya ada banyak faktor lain yang sangat mempengaruhi sistem kesehatan disebuah negara. Pertama, tentang pembudayaan hidup sehat. Kedua, tentang pemajuan ilmu dan teknologi kesehatan.  Ketiga, tentang penyediaan infrastruktur dan fasilitas kesehatan oleh negara. 

Pandemi menunjukkan bahwa sistem kesehatan ala kapitalis tidak mampu menyelesaikan persoalan sistem kesehatan bahkan di negara-negara maju sekalipun. Nampaknya, peluncuran Pandemic Fund juga tidak akan memberikan dampak yang berarti bagi tatanan sistem kesehatan di Indonesia. Karena solusi ini hanya berkaitan dengan bantuan pendanaan, dan bukan pada persoalan paradigmatik.

Apalagi dalam kapitalisme potensi intelektual umat telah dibajak dengan  kepentingan bisnis salah satunya dalam industri kesehatan. Kehidupan didesain untuk menghidupkan mesin-mesin pemutar uang. Semua dilakukan karena asas manfaat demi menghamba pada materi. Kapitalisme telah gagal sebab menjadikan sumberdaya alam bahkan sumberdaya manusia sebagai aset bagi mekanisme putaran pasar/uang semata.

Disistem sekarang ini sangat sulit mendapatkan jaminan kesehatan karena ruwetnya regulasi yang ditetapkan oleh negara. Sekalipun mendapat jaminan kesehatan, tetap merupakan hasil dari iuran wajib yang harus dibayar setiap bulannya. Atau memperoleh jaminan kesehatan melalui perusahaan asuransi yang juga mengharuskan pembayaran iuran secara rutin.

Islam memiliki paradigma sistem kesehatan terbaik dan menjadikan kesehatan adalah hak setiap individu dan negara wajib memenuhinya. Khilafah akan mengadakan layanan kesehatan, sarana dan prasarana pendukung dengan tujuan melayani kebutuhan rakyat secara menyeluruh tanpa diskriminasi. Kaya maupun miskin, penduduk kota maupun desa, semuanya mendapat layanan dengan kualitas yang sama.

Negara berfungsi sebagai pelayan masyarakat. Negara tidak menjual layanan kesehatan kepada rakyatnya. Negara tidak boleh mengkomersilkan hak publik sekalipun ia orang yang mampu membayar.  Syariat telah memberikan tuntunan bagaimana pengaturannya  termasuk mengatur sumber dana untuk memenuhi tanggung jawab negara tersebut.

Pada masa Daulah Islamiyah, hampir setiap daerah terdapat tenaga medis yang mumpuni dan profesional dalam melakukan pelayanan. Penempatan tenaga ahli kesehatan sangat diperhatikan di setiap daerahnya. Islam tidak membatasi tenggang waktu pasien untuk menginap selama penyakitnya belum sembuh dan semua pelayanan yang diberikan tidak dipungut biaya apapun. 

Bukan hanya itu, dalam upaya peningkatan kompetensi tenaga medis, Khilafah mengeluarkan kebijakan sistem pendidikan bebas biaya dan kurikulum yang digunakan berdasarkan akidah Islam. Sehingga akan melahirkan generasi tenaga medis yang memiliki ketaatan teguh akan hukum-hukum Allah.

Dengan demikian, jumlah tenaga medis dengan kompetensi terbaik akan memadai dan dapat dipekerjakan di institusi-institusi pelayanan kesehatan diberbagai daerah secara merata. Kesejahteraan para tenaga medis ini juga sangat diperhatikan, mereka digaji secara patut dan ditugasi sesuai dengan kapasitas yang dimiliki.

Kebijakan khilafah yang berorientasi pada  pelayanan akan menjamin ketersediaan fasilitas kesehatan secara merata, sarana dan prasarana yang memadai, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Ditambah dengan adanya sistem sanksi Islam yang bersifat pencegah sekaligus penebus, atmosfir ketakwaan dan keikhlasan yang tertanam didalam diri setiap tenaga medisnya menjadikan sistem kesehatan khilafah benar-benar terhindar dari bahaya mal-praktek.

“Di dalam Islam, jaminan kesehatan untuk seluruh rakyat adalah tanggung jawab negara. Pelayanan kesehatan wajib diberikan secara gratis (cuma-cuma) bagi masyarakat. Negara tidak boleh membebani rakyatnya untuk membayar kebutuhan layanan kesehatannya. Rasulullah saw yang bertindak sebagai kepala negara Islam, telah menjamin kesehatan rakyatnya secara cuma-cuma, dengan cara mengirimkan dokter kepada rakyatnya yang sakit tanpa memungut biaya dari rakyatnya itu” (An-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustur, II/143).

“Khalifah Umar selaku kepala negara Islam juga telah menjamin kesehatan rakyatnya secara gratis, dengan cara mengirimkan dokter kepada rakyatnya yang sakit tanpa meminta sedikitpun imbalan dari rakyatnya” (An-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustur, 2/143)

Dari kedua Hadist diatas, bisa kita pahami bahwa dalam Islam jaminan kesehatan diperoleh secara gratis sehingga tidak membebani rakyat. Pengadaan layanan kesehatan ini dianggap sangat penting dan tidak boleh disepelekan. Karena, jika pengadaan layanan kesehatan tidak ada atau tidak segera dilakukan maka akan mengakibatkan bahaya (dharar) yang dapat mengancam jiwa rakyat. Menghilangkan bahaya yang dapat mengancam jiwa rakyat jelas merupakan tanggung jawab negara. 

Rasulullah saw. bersabda:
“Tidak boleh menimbulkan madarat (bahaya) bagi diri sendiri maupun madarat (bahaya) bagi orang lain di dalam Islam” (HR Ibnu Majah dan Ahmad).

Semua ini dapat terwujud karena pendapatan utama negara bukan bersumber dari pemungutan pajak, melainkan pengelolaan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang baik, dimana seluruh kekayaan alam harus dikelola oleh negara bukan oleh individu, asing, apalagi swasta. Seluruh hasil kekayaan alam ini nantinya akan dimasukkan ke dalam kas pendapatan negara dan dialokasikan kepada rakyat melalui Baitul Mall. Salah satunya dengan mengalokasikan anggaran belanja negara untuk pemenuhan kebutuhan kesehatan bagi seluruh rakyat.

Lantas mengapa masih banyak yang meragukan sistem Islam? Bukankah sejarah telah membuktikan bahwa sistem Islam pernah berdiri 1.300 tahun lamanya? Sampai kapan terus menghamba pada materi yang sifatnya hanya duniawi? Sudah saatnya kita bangkit dan kembali pada Islam rahmatan lil’alamiin.

Allah SWT Berfirman :
“Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?” (TQS. Al - Ma’idah : 50). 
Wallahu a'lam bishshowab


Oleh: Marissa Oktavioni
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments