TintaSiyasi.com -- Sejumlah petani di Jawa Timur mengeluhkan kesulitan mencari pupuk subsidi beberapa waktu ini. Heri Kusmanto pendengar Suara Surabaya di Lamongan curhat, sudah dua bulan ini kesulitan mencari pupuk Urea dan SP 36. Padahal saat ini sudah memasuki musim tanam pertama, sementara yang tersedia baru ada Phonska dan itu digunakan untuk pupuk kedua. Di Dinas Pertanian setempat pun juga baru ada awal tahun. (suarasurabaya.net, 18/11/22)
Rudi Prasetyo Kabid Prasarana dan Sarana Pertanian, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Pemprov Jatim mengkonfirmasi bahwa kelangkaan pupuk bersubsidi di Jatim karena ada perubahan alokasi. Berdasarkan Permentan 10 tahun 2022 bahwa kebijakan alokasi pupuk yang semula 70 komoditas berkurang menjadi 9 komoditas pertanian, seperti padi, jagung, kedelai, bawang merah, bawang putih, cabai, kakao, tebu, dan kopi.
Selain komoditas, lahan yang melebihi dua hektar dan petani yang tidak tergabung dengan kelompok tani tidak mendapat alokasi pupuk bersubsidi. Para petani harus bergabung dalam e-RDKK atau sistem elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok dengan pembayaran pupuk subsidi menggunakan mesin electronic data capture (EDC) dari bank mitra pemerintah. Sayangnya masih ada 7 juta petani yang belum tergabung dikarenakan belum sampainya informasi terkait hal ini kepada petani.
Para petani di Kabupaten Tuban mengeluhkan pupuk subsidi yang sulit ditambah pupuk non subsidi yang begitu mahal (bloktuban.com, 10/11/22). Kebijakan perdagangan di sejumlah negara produsen utama pupuk turut menyebabkan berkurangnya pasokan pupuk global. China mengumumkan kebijakan pembatasan ekspor pupuk untuk mengamankan ketersediaan pupuk domestik mereka.
Berdasarkan catatan Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia (APPI), pelanggan utama pupuk non subsidi dari korporasi perkebunan, industri, dan pasar ritel. Sulitnya dalam mendapatkan pupuk akan mempengaruhi ketahanan pangan sehingga perawatan tanaman juga terganggu bahkan terancam gagal panen dan merugi.
Ini menjadi konsekuensi logis akibat tata kelola yang buruk dalam sistem kapitalisme liberal. Kebijakan ekonomi bercorak kapitalistik membuat persoalan pertanian tidak berkesudahan bahkan kontraproduktif terhadap suksesnya sektor pertanian. Sistem kapitalisme memberikan kebebasan bagi pemilik modal untuk mengendalikan bahan baku pertanian dan mengalihkan peran negara bukan sebagai penanggung jawab seluruh kebutuhan umat tapi sebatas regulator.
Kesejahteraan bagi petani masih dalam angan-angan, karena hingga saat ini, pengadaan benih, pupuk, pestisida, dan sarana yang menunjang lainnya di dominasi oleh korporasi.
Benih-benih hasil produksi korporasi menyebabkan ketergantungan kepada pupuk dan turunannya yang diproduksi pula oleh korporasi. Ketergantungan ini dapat menghilangkan benih-benih varietas lokal.
Paradigma batil di sistem kapitalisme sangat berbeda dengan paradigma Islam, di mana penguasa sebagai pelayan dan pelindung bagi rakyat. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan dia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR Ahmad, Bukhari)
Optimalisasi sektor pertanian akan didukung penuh oleh negara dalam naungan Khilafah, pengaturan pertanian yang berdasar pada syariat islam akan meningkatkan ketahanan pangan dan kesejahteraan petani. Pertama, memaksimalkan produksi lahan pertanian di mana salah satu asas pertanian adalah lahan, tiga hukum mengenai lahan yang akan diterapkan adalah menghidupkan tanah mati, tidak menyewakan lahan, dan tidak boleh menelantarkan lahan lebih dari tiga tahun.
Kedua, memaksimalkan pengelolaan lahan dengan seperti membantu modal, bibit , pupuk, bahkan membangun infrastuktur pendukung pertanian. Ketiga, mendorong untuk melakukan riset agar menghasilkan bibit unggul. Pelayanan yang maksimal di sektor pertanian ditopang oleh sistem anggaran negara yang unik berbasis Baitulmal. Negara akan membangung kemandirian pangan sehingga tidak lagi terikat dengan intervensi asing yang dapat menekan dan mendikte negara.
Itulah pengaturan Islam yang sempurna dan dapat mencapai kemajuan pertanian dengan produktivitas yang melejit, bahkan dalam sejarah Khilafah, setiap tahunnya sektor pertanian beproduksi terus menerus dengan jenis tanaman yang bervariasi. Wallahu’alam bishowab
Oleh: Nabila Sinatrya
Aktivis Muslimah
0 Comments