Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Jeratan Pinjol, Berharap Untung Berakhir Buntung


TintaSiyasi.com -- Meminjamkan uang kepada seseorang boleh-boleh saja. Asalkan tak ada bunga atau riba yang terselip. Namun apa daya di era serba kapitalistik, aktivitas hutang piutang pun jadi cara mencari keuntungan. Memberikan pinjaman selalu ada bunga yang menghantui. Besar kecil nominalnya tetaplah merugikan. Sungguh miris. 

Bahkan memperoleh pinjaman tak sebatas bertemu langsung dengan yang bersangkutan. Namun lewat jalur dunia maya pun bisa dilakukan. Maraknya aplikasi pinjam online (Pinjol) berseliweran di HP pintar kita. Kita tak membukanya, tapi iklannya selalu nongol di layar gadget. Dengan berbagai rayuan maut pun disebarkan. Berharap banyak pihak yang tertarik. 

Dan akhirnya persoalan pinjol pun muncul di permukaan. Ternyata banyak juga yang terjerat dengan rayuan pinjol. Yang mengherankan jeratannya menyasar mahasiswa yang notabene berasal dari perguruan tinggi negeri ( PTN) yang terkenal di Indonesia. Dan seperti kita ketahui, PTN di tahun ini berhasil masuk Top 450 Dunia versi QS WUR (dikti.kemdikbud.go.id, 10/6/2022). 

Ya, ada 311 mahasiswa dari Institut Pertanian Bogor (IPB) terjerat pinjol hingga mencapai 2,1 miliar rupiah. Para mahasiswa tergiur bisnis investasi dengan syarat berutang melalui pinjol (tempo.co.id, 17/11/2022).

Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Mahasiswa IPB tersebut menjadi korban penipuan modus baru. Dengan iming-iming bagi hasil sebesar 10% perbulan bisa mereka peroleh dengan syarat harus berutang melalui pinjol. Dan ternyata itu hanyalah bisnis investasi bodong. 

Terlepas dari penipuan ataupun bukan yang namanya berhutang beserta riba tetaplah haram hukumnya. Allah SWT mengharamkan secara tegas praktik riba. Allah SWT berfirman dalam QS. Al Baqarah 275
اَلَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبٰوا لَا يَقُوْمُوْنَ اِلَّا كَمَا يَقُوْمُ الَّذِيْ يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطٰنُ مِنَ الْمَسِّۗ ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ قَالُوْٓا اِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبٰواۘ وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰواۗ فَمَنْ جَاۤءَهٗ مَوْعِظَةٌ مِّنْ رَّبِّهٖ فَانْتَهٰى فَلَهٗ مَا سَلَفَۗ وَاَمْرُهٗٓ اِلَى اللّٰهِ ۗ وَمَنْ عَادَ فَاُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِ ۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ

Artinya: "Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barangsiapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barangsiapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya."

Persoalan mahasiswa yang terjerat pinjol menunjukkan bahwa mereka tidak paham dengan ilmu ekonomi Islam. Mereka hanya menggangap mempelajari ilmu hanya cukup dengan ilmu dunia tanpa melibatkan ilmu Islam. Mereka tidak paham pinjaman berbunga itu haram hukumnya apapun alasannya. Mereka begitu mudah terbuai dengan jeratan pinjol hanya karena ingin mendapatkan keuntungan besar. 

Maka dari itu, sebagai kaum terpelajar sudah seharusnya memahami bahwa menuntut ilmu Islam hukumnya wajib bagi tiap individu. Rasulullah saw. bersabda, “Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim.” (HR Ibnu Majah). Ilmu yang dimaksud adalah ilmu Islam. Sehingga setiap melangkah mereka selalu menjadikan aturan Islam sebagai petunjuk. 

Inilah potret pendidikan berskala kapitalisme. Ujungnya tetaplah materi. Penguasa yang seharusnya bertanggungjawab atas pendidikan seluruh rakyatnya justru abai. Kurikulum yang dibuat bukan menjadikan seseorang menjadi beriman, berakhlak mulia, dan menjadi pembangun peradaban dunia. Hanya berorientasi materi. 

Sudah saatnya, Negara mengembalikan peran pemuda dalam hal ini mahasiswa untuk menjadi para ilmuwan yang menggunakan ilmunya untuk kemashlahatan umat bukan mencari keuntungan materi. Menjadikan mereka pengubah peradaban dunia ke arah lebih baik. Dan itu hanya bisa tercapai dalam sistem Islam. 
Wallahualam bissawab.

Oleh: Alfiana Prima Rahardjo, S.Pd
Sahabat TintaSiyasi

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments