Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Program Bantuan Tak Bisa Sejahterakan Masyarakat Medan


TintaSiyasi.com -- Ketika kita membaca dan mengulang makna dari lambang dasar negara Indonesia yaitu Pancasila, di mana tertulis lima makna dalam lambang tersebut. Salah satunya ayat yang kelima yang berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” kalau kita maknai berarti rasa keadilan itu sudah merata tanpa membedakan orang miskin maupun kaya, dan juga termasuk para fakir miskin dan juga lansia. 

Akan tetapi, ketika kita lihat dan telusuri secara fakta, masih banyak kehidupan rakyat kecil terutama para lansia hidup di bawah garis kemiskinan. Di masa tuanya mereka bukan malah bisa menikmati hidup yang layak, tetapi malah memikirkan bagaimana caranya agar perut sejengkal ini bisa terisi berbagai cara mereka lakukan agar bisa mencukupi kebutuhan sehari-harinya.

Inilah salah satu nasib yang menimpa pasangan lansia yang bernama Sulaiman (70) dan istrinya yang bernama Samsiah. Kedua lansia ini tinggal di Kelurahan Pekan Labuhan Lingkungan 31 Kecamatan Medan Labuhan. Pak Sulaiman dan istri kesehariannya hidup dalam keadaan susah, dengan keterbatasan usia yang sudah sepuh. Kemungkinan mencari pekerjaan pun tidak memungkinkan lagi, untuk menyambung hidup sehari-hari mau tidak mau terpaksa mengutip sampah (pemulung). Dari hasil memulung sampah tersebut mereka bisa mengumpulkan uang Rp300.000 dalam satu bulan. Dengan wajah penuh kesedihan Pak Sulaiman berharap agar pemerintah kota Medan dapat menolongnya.

Karena sebelumnya untuk menyokong kebutuhan sehari-hari mereka sangat terbantu dengan bantuan pemerintah melalui BLT (Bantuan Tunai Langsung). Bantuan tunai tersebut atas nama istri Pak Sulaiman yang bernama Samsiah. Dengan memegang Kartu Keluarga Sejahtera Indonesia BRI dengan nomor 60130117724883158 (GPN), tetapi kini mereka tidak mendapat bantuan lagi. Pak Sulaiman mengeluhkan mengapa kami yang jelas-jelas kehidupannya serba kekurangan sulit mendapat bantuan, sedangkan ada sebagian warga yang kehidupannya memiliki rumah dan perlengkapan rumah tangga lainnya malah mendapat bantuan BLT (bisnisdaily, 17/10/2022).

Faktor kemiskinan yang banyak menimpa masyarakat hari ini bukan semata-mata mereka malas bekerja. Seperti kasus yang dialami pasangan suami istri Sulaiman dan Samsiah. Mereka tetap berharap menerima bantuan dari pemerintah karena kondisi tubuh dan usia tidak memungkinkan lagi untuk bekerja berat dan bukan hanya Pak Sulaiman saja yang berharap menerima bantuan, tetapi masyarakat yang masih kuat dan sehat untuk bekerja pun banyak berharap mendapat bantuan. Bukan juga karena mereka malas bekerja, tetapi karena lapangan pekerjaan tersebut sulit didapat.

Kesulitan warga dalam mendapatkan pekerjaan ini banyak faktor penyebabnya. Salah satunya adalah kebijakan politik negara yang menganut sistem ekonomi kapitalisme liberalisme, yang kebijakannya selalu condong kepada para pemilik modal. Sehingga kebijakannya selalu menguntungkan pihak pemodal dan asing. Tanpa disadari kebijakan ini telah memiskinkan dan menggadaikan kemaslahatan rakyat.

Dengan negara memberikan kemudahan kepada para pemodal dan investor asing untuk mengelola sumber daya alam yang kita miliki, maka para investor pun dengan berbagai cara untuk bisa menguasai kekayaan alam yang ada di negara kita. Dengan kekayaan alam kita yang sudah banyak dikuasai asing dan pemodal, tentu secara matematik pemasukan kas negara berkurang. Kekurangan tersebut negara banyak berutang. Akibat dari banyaknya utang negara sulit terbebas dari yang namanya lunas. Secara otomatis APBN pasti mengalami krisis (defisit) dan apabila APBN suatu negara mengalami krisis, maka ini akan menjadi ancaman kelangsungan hidup suatu negara. Lagi-lagi untuk menyelamatkan negara dari krisis, negara yang paham ekonominya kapitalis di mana sumber utama pendapatan negara yang utama adalah dari pajak.

Maka, negara yang menganut paham ekonomi kapitalisme ini tentu akan berupaya mencari celah menaikkan tarif pajak dan subsidi yang biasa diberikan ada yang dicabut. Hal ini tentu saja sangat memberatkan dan membebani rakyat. Inilah kesalahan yang sangat fatal dari negara yang menganut paham ekonomi kapitalisme. Negara bukannya meriayah kehidupan ekonomi rakyat dengan menyelamatkan perekonomian negara dengan memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam yang melimpah, tetapi karena sumber daya alam yang ada di negara ini sudah banyak dikuasai asing, maka satu-satunya cara yang dilakukan negara dengan menaikkan pajak dan juga mencabut beberapa subsidi. Ini tentu saja sangat membebani kehidupan rakyat, bukan malah mendapat bantuan, malah ikut menanggung beban utang yang tiada putusnya.

Dengan kondisi negara yang masih menganut kapitalisme, tentu rakyat tidak bisa banyak berharap mendapat pengayoman dari negara. Sebaliknya, ketika umat ini ingin kesejahteraan hidupnya terjamin maka tinggalkan kapitalisme yang merusak tataban kehidupan rakyat dan sebaliknya, apa bila rakyat ingin kehidupannya teriayah, maka hanya dengan pandangan ekonomi Islam bisa terwujud.

Karena Islam dalam pembangunan dimulai dari sektor hilir kemudian menuju ke hulu dengan menitik beratkan pembangunan industri berat dengan teknologi yang tinggi serta mendukung pembangunan dalam bidang pertanian agar terwujud pembangunan kemandirian pangan dan juga tidak kalah pentingnya, membangun industri pengolahan hasil pertanian ketika sektor industri tersebut berjalan dengan baik, maka tidak ada rakyat yang mengeluhkan dalam mencari nafkah karena negara sudah memfasilitasi dan untuk para lansia khususnya yang tidak mampu lagi mencari nafkah dan tidak memiliki sanak keluarga, maka negara akan menyantuni dan merawatnya. Negara akan menggunakan APBN yang sudah diatur dengan ketentuan Islam dengan Baitul Mal sebagai institusinya. Dengan pengaturan yang amanah maka kemakmuran dan kesejahteraan akan terwujud bagi seluruh rakyat.

Karena politik Islam bukan hanya bertujuan untuk meningkatkan taraf kehidupan semata, tetapi juga memperhatikan kemakmuran tiap hak individu. Maka hanya dengan sistem Islamlah rakyat tidak akan memohon dan berharap menerima bantuan, tetapi negarakah yang akan memberi dan mengayomi rakyatnya. Dengan menjamin setiap orang secara pribadi untuk memenuhi kebutuhan yang dipenuhi dalam kapasitasnya sebagai manusia, seperti sandang, pangan, dan papan. Dengan syariat Islam pemimpin (khalifah) akan mendorong rakyatnya agar mau bekerja dan berusaha mencari rezekinya, tanpa berharap dan bergantung kepada bantuan semata. Karena dalam Islam hukum mencari rezeki adalah kewajiban setiap Muslim.

Allah SWT berfirman:

هُوَ الَّذِيْ جَعَلَ لَـكُمُ الْاَ رْضَ ذَلُوْلًا فَا مْشُوْا فِيْ مَنَا كِبِهَا وَكُلُوْا مِنْ رِّزْقِهٖ ۗ وَاِ لَيْهِ النُّشُوْرُ

Dialah yang menjadikan bumi untuk kamu yang mudah dijelajahi, maka jelajahi lah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan” (QS. Al-Mulk [67]: 15).

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Rismayana
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments