TintaSiyasi.com -- Tepat sepekan yang lalu, Kamis (10/11/2022), jagat dihebohkan dengan kasus kematian empat orang sekeluarga di Perumahan Citra Garden, Kalideres, Jakarta Barat. Terkuaknya kasus ini ialah saat warga mencium bau busuk dari dalam rumah, yang ternyata terdapat empat jasad yang sudah membusuk terhitung tiga pekan lamanya.
Kematian senyap yang membuat geger tentu menghadirkan tanya juga berbagai spekulasi penyebabnya. Mulai dari dugaan meninggal akibat kelaparan yang kemudian ditepis karena bahkan dari rumahnya tergolong mampu (kumparan.com, 13/11/2022). Juga indikasi meninggal karena aliran apokaliptik yang dianut keluarga tersebut, yang sampai beberapa hari belakangan masih didalami.
Kasus kematian yang terendus setelah tiga pekan lamanya tentu membuat miris. Bagaimana mungkin ada potret kehidupan seperti itu? Apakah di tiap harinya tidak pernah ada komunikasi? Bagaimana potret hubungan sosial kemanusiaannya? Apalagi seperti yang diberitakan bahwasanya keluarga tersebut sudah menempati kawasan itu lebih dari 20 tahun lamanya.
Menjadi sangat ironi ketika ada warga yang menginformasikan bahwa tidak mengetahui nama dari pemilik rumah itu. Bahkan ada pihak yang menyalahkan ketertutupan keluarga itu karena tidak berkomunikasi bertahun-tahun lamanya. Pun ketua RT, mengaku keluarga ini sangat tertutup, tidak berbaur dengan warga lainnya. Lanjutnya, ia tidak mungkin mengurusi masalah internal keluarga tersebut, karena privasi.
Apabila kita meraba arah daripada pernyataan-pernyataan terkait tertutupnya keluarga ini, lebih menjurus pada sikap antisosial mereka yang mengakibatkan demikian. Padahal selaras yang disampaikan Pakar Psikolog Forensik, Reza Indragiri Amriel, kita mestinya tidak mengkambing hitamkan sikap antisosial dari keluarga yang dikenal tertutup itu. Lanjutnya, bisa jadi itu akibat bukan penyebab (republika.co.id, 12/11/2022).
Inti dari semuanya adalah bahwa sekeluarga yang meninggal telat diketahui. Ini tentu berkelindan dengan kehidupan sosial masyarakat sekitar. Bayangkan saja, sebuah potret masyarakat dimana selama 21 hari tidak ada komunikasi apa-apa. Jangankan mengetahui kabar atau bertegur sapa, bertanya-tanya perihal pagar yang apik tertutup saja bisa jadi tidak. Sungguh begitu miris.
Sejatinya, ini bukan perkara sepele, sepraktis terkait individu atau keluarga itu semata. Lebih dari itu. Ini terkait kepribadian individu yang dibentuk dan diasuh di bawah kepemimpinan sekulerisme. Adalah sikap individualis yang telah mendarah daging hingga bertanya kabar seolah perkara tabu. Adalah kepedulian antar sesama yang telah kikis, cuek dan abai dengan sekitar.
Miris dan menyayat rasanya apabila tinggal di atmosfer seperti ini. Namun pada faktanya, kita sekarang berada di atmosfer itu, betah malah. Pola hubungan tetangga dalam masyarakat sekuler memang membuat sesak, harusnya. Tetapi masyarakat merasa "lebih baik" ketimbang "mengetahui urusan orang lain" karena bagi mereka mengurus hidup sendiri saja susah apalagi hendak tahu kehidupan orang lain.
Pola hubungan tetangga seperti ini ditambah potret pemimpin yang terkesan abai seperti dalam kasus ini menggambarkan kepedulian terhadap dan antar rakyat berada di titik nadir. Tiadanya usaha mengetahui kondisi tetangga "yang hilang", tidak adanya "rasa penasaran" akibat tidak ditemui rupa tetangga selama berhari-hari adalah indikasi tiadanya pengaturan terkait kehidupan bertetangga di dalam sistem sekuler hari ini.
Potret ini berbeda dengan yang terjadi dalam sistem Islam. Islam memiliki aturan dan adab terkait kehidupan bertetangga entah sesama muslim atau dengan tetangga yang bukan muslim.
Syuraih al-Khuza'iy berkata, Rasulullah saw. bersabda "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia berbuat baik kepada tetangganya..." (HR. Imam Bukhari).
Tampak jelas di hadis bahwasanya keimanan linear dengan perbuatan baik kepada tetangga. Selaras yang termaktub dalam kitab Fikih Bertetangga karangan Fathiy Syamsuddin Ramadlan an-Nawuy bahwa memuliakan tetangga adalah wajib bukan sunah. Karena terdapat sejumlah hadir yang berisi pujian bagi yang berbuat baik kepada tetangga dan celaan bagi orang yang berbuat buruk kepadanya.
Ada hadis lainnya yang menerangkan keutamaan memerhatikan tetangga. Seperti yang diriwayatkan Abu Dzar bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Jika engkau memasak, perbanyaklah kuahnya lalu perhatikan penghuni dari rumah tetanggamy dan berikanlah kepadanya dengan cara yang baik." (HR. Imam Bukhari). Juga di hadis lainnya dikatakan bahwa di antara kebahagiaan seorang muslim salah satunya memiliki tetangga yang baik.
Sungguh luar biasa pengaturan dalam Islam. Seorang muslim tentu meyakini bahwa sesuatu yang wajib berada di nomor satu untuk dikerjakan, apabila dikerjakan mendapat pahala sedang apabila ditinggalkan akan mendapat dosa. Ditambah apabila hidup dalam atmosfer sistem Islam, ruh-ruh keimanan pun sikap berlomba-lomba dalam kebaikan salah satunya dengan tetangga pasti dilaksanakan.
Demikianlah Islam mengatur kehidupan bertetangga, menempatkan tetangga pada kedudukan mulia. Tentu apabila sistem Islam ditegakkan, kejadian seperti di Kalideres insya Allah tidak akan terjadi. Oleh karena itu, mari sama-sama bergerak, berjuang untuk melanjutkan kembali kehidupan Islam.
Wallahu a'lam bishshawab.
Oleh: Khaulah
Aktivis Back to Muslim Identity
0 Comments