Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Pluralisme dan Toleransi: Jualan Basi Menjelang Akhir Tahun Masehi


TintaSiyasi.com -- Isu pluralisme atau paham keberagaman yang senantiasa digaungkan menjelang akhir tahun Masehi atau lebih tepatnya momen menjelang Natal dan Tahun Baru. Penduduk Indonesia yang mayoritas Muslim seolah dipaksa untuk turut meyakini pluralisme beragama. Dengan isu yang lagi-lagi sama yaitu dengan pengarusan isu yang berkaitan dengan kelompok radikal yang di cap negatif juga membahayakan, isu terorisme, toleransi, dan pluralisme. 

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Boy lafli Amar mengatakan kelompok teroris itu tidak suka dengan keberagaman. Mereka memiliki sifat ekslusif dan intoleran yaitu berbeda pandangan dengan yang telah diajarkan para leluhur bangsa. Sehingga, cara melawan paham terorisme adalah dengan membangun gerakan cinta Tanah Air (Kompas.com, 05/11/2022).

Dalam Wikipedia, dijelaskan bahwa pluralisme terdiri dari dua kata plural (beragam) dan isme (paham), yang berarti paham atas keberagaman. Secara luas, pluralisme merupakan paham yang menghargai adanya suatu perbedaan dalam masyarakat dan memperbolehkan kelompok yang berbeda untuk tetap menjaga keunikan budayanya. 

Pluralisme yang erat kaitannya dengan kajian sosiologi dan merupakan kajian dalam sosiologi agama. Konsep pluralisme yang awalnya dikemukakan oleh Christian Wolf dan Immanuel Kant sebagai filosof pencerahan yang menekankan pada doktrin tentang adanya kemungkinan pandangan dunia yang dikombinasikan dengan kebutuhan untuk mengadopsi sudut pandang universal penduduk dunia. Jadi dalam kajian sosiologi, pluralisme bukan hanya mempresentasikan adanya kemajemukan (suku atau etnik, bahasa, budaya, dan agama) dalam masyarakat yang berbeda-beda. Tapi pluralisme harus memberikan penegasan bahwa dengan segala perbedaan itu adalah sama di dalam ruang publik. 

Pluralisme dan pluralitas sering disamakan maknanya, tapi sebenarnya pluralisme dan pluralitas itu beda. Pluralitas adalah kemajemukan atau keberagaman (ras, suku, bangsa, bahasa, dan agama). Sedangkan, pluralisme adalah keberagaman dengan segala perbedaan yang harus dianggap sama. Maka, sama halnya dengan pluralisme agama yang senantiasan digaungkan di negeri ini, yang muncul menjelang akhir tahun, menggunakan tema yang sama yaitu, pluralisme, toleransi, dan radikal. Pluralisme agama yang digaungkan adalah harus menganggap semua agama sama benarnya atau paham yang mengakui kebenaran setiap agama, dan tidak bisa seorang menganggap agama tertentu benar dan yang lain salah. 

Pluralisme agama senantiasa menjadi jurus ampuh dalam mendiskreditkan Islam, umat Islam, dan ajarannya. Ujungnya bermuara pada intoleransi dan radikalisme. Umat Islam dipaksa agar bertoleransi pada paham agama lain yang sebenarnya hukumnya haram dilakukan umat Islam. Karena jika tidak maka diberikan label intoleran dan radikal. Umat Islam dikatakan toleran ketika umat Islam terlibat dalam perayaan dan melaksanakan ritual agama lain. Pluralisme agama yang digaungkan digadang-gadang menjadi solusi keberagaman dan toleransi, dan kerukunan antar umat beragama malah menjadikan konflik keagamaan makin banyak dan tidak selesai. Begitu juga solusi Muslim yang dikatakan harus inklusif dalam beragama dan kaum Muslim yang eksklusif diberikan label radikal.

Namun, bagaimana sebenarnya posisi kaum Muslim dengan label eksklusif jika berpegang teguh pada ajaran agamanya yang diaruskan bahwa itu adalah salah. Lantas, apakah kaum Muslim harus inklusif dalam beragama?

Berdasar definisi dalam Wikipedia, eksklusivisme agama adalah doktrin atau kepercayaan bahwa hanya satu agama atau sistem kepercayaan yang benar. Sedangkan inklusivisme agama adalah sikap atau pandangan yang melihat bahwa semua agama dikaruniai rahmat. Definisi tersebut terlihat bahwa inklusivisme agama menginginkan Islam dan umat Islam untuk menilai bahwa agama yang lain juga sama benarnya dengan Islam. Inklusivisme sama halnya dengan pluralisme yang menganggap agama lain sama benarnya. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa pluralisme ataupun inklusivime agama itu bertentangan dengan Islam. Karena Islam meyakini bahwa satu-satunya agama yang benar dan diridhai Allah adalah Islam. 

Sedangkan kaum Muslim seharusnya eksklusif pada agamanya, kaum Muslim harus senantiasa taat pada seluruh aturan Allah secara kaffah. Namun, meskipun kaum Muslim eksklusif pada aturan agamanya, tidak lantas kaum Muslim layak dicap atau didoktrin seperti yang digaungkan musuh Islam bahwa kaum Muslim yang teguh pada agamanya adalah intoleran yang selanjutnya dikatakan radikal. 

Tidak benar jika dikatakan Islam, kaum Muslim, dan ajaran Islam dikatakan intoleran. Bahkan, Islam sebenarnya adalah agama yang sangat toleran. Islam sudah sangat jelas meletakkan dasar toleransi berdasarkan tiga prinsip: 
Pertama, Islam sangat tegas memberikan kebebasan kepada siapapun dalam memilih agamanya atau disebut kebebasan beragama dalam arti orang bebas memilih agama yang diyakini, bahkan Islam melarang memaksa siapapun untuk masuk Islam. 
Kedua, Islam mewajibkan umatnya meyakini hanya Islam satu-satunya agama yang benar dan yang lain salah. Sehingga, atas dasar apapun termasuk toleransi, Islam menolak paham pluralisme agama yang mengatakan bahwa semua agama sama benarnya. Meskipun demikian, Islam meyakini pluralitas agama bahwa ada agama lain selain Islam. Tapi tidak dengan pluralisme agama yang menganggap agama lain sama benarnya. 
Ketiga, toleransi tidak dibolehkan untuk dijadikan alasan dalam membenarkan yang salah atau menyalahkan yang benar. Selain itu, atas dasar toleransi tidak boleh juga mengkriminalisasi ajaran Islam, umat Islam, ataupun agama Islam. 

Berdasar tiga prinsip tersebut toleransi dalam Islam diwujudkan. Dalam ranah ibadah misalnya, umat agama lain dipersilahkan ibadah sesuai aturan agamanya. Begitu juga dengan ibadah dan tempat ibadah agama lain yang tidak boleh diganggu, dirusak, ataupun dikriminalisasi. Dalam ranah keyakinan mereka terkait makanan dan minuman, Islam juga membolehkan untuk umat agama lain untuk mengkonsumsi makanan dan minuman yang ingin dikonsumsi, meskipun makanan tersebut dilarang dalam Islam, dan yang terpenting bukan umat Muslim yang mengkonsumsi. 

Sehingga, toleransi dalam Islam batasannya jelas. Di bidang akidah dan ibadah, bagimu agamamu dan bagiku agamaku. Wajib bagi kaum Muslim untuk toleran pada pilihan agama orang lain, dan dalam toleransi tidak boleh dicampurkan dalam hal akidah. Dalam ranah syariah, toleransi tidak boleh mengubah yang haram jadi halal dan halal diharamkan. Ranah muamalah yaitu toleransi dengan berlaku adil kepada semua manusia. Sedangkan, ranah sosial masyarakat juga bertetangga, Islam memperhatikan bagaimana hak tetangga meskipun non-Muslim, seperti minta izin jika ingin meninggikan bangunan rumahnya meskipun non-Muslim, umat Muslim juga dilarang mencederai kehormatan, harta, dan jiwa umat non-Muslim tanpa alasan yang dibenarkan syariat Islam. Sehingga, jika ada orang mengaku Islam tapi melakukan teror di tempat ibadah agama lain maka perlu ditanyakan keislamannya, pasti ada yang salah pada dirinnya karena Islam tidak pernah mengajarkan hal itu. 

Banyaknya propaganda negatif yang senantiasa digulirkan pada kaum Muslim, Islam, dan ajaran Islam. Sudah seharusnya kaum Muslim tetap berpegang teguh pada Islam dan ajarannya. Jangan sampai terpengaruh dengan propaganda yang diaruskan, dan tipu daya musuh Islam agar kaum Muslim jauh dari agamanya. Sudah seharusnya kaum Muslim bangkit dan berislam secara kaffah tanpa dipilih-pilih, karena syariat Islam untuk dijalankan sepunuhnya bukan prasmanan yang bisa dipilih sesuai keinginan dan dibuang jika tidak diinginkan. []


Oleh: Safda Sae, S.Sosio.
Aktivis Dakwah Kampus
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments