TintaSiyasi.com -- Beberapa perusahaan rintisan atau startup di Indonesia ramai melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, di antaranya edu-tech Zenius, furnitur Fabelio, platform pertanian Tani Hub, fintech landing Uang Teman, e-commerce JD.ID, dan aplikasi pembayaran LinkAja. Zenius mengumumkan PHK pada 25% pegawainya, yaitu sekitar 200 orang. LinkAja mem-PHK ratusan karyawannya, Fabelio puluhan karyawannya, Tani Hub juga telah menutup dua gerainya di Bandung dan Bali.
Isu PHK bertebaran di mana-mana. Setelah Shopee, PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. juga mengikuti. Menurut sumber Bloomberg, perusahaan tersebut akan melakukan PHK terhadap 1.000 karyawannya. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk menghemat keuangan (Tempo.com, 11/11/2022).
Ada lagi PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) dikabarkan akan melakukan PHK kepada karyawannya. Tujuan dari PHK ini untuk menyehatkan keuangan perusahaan. Hal ini tidak dibantah oleh Komisaris Independen IFG Fauzi Ichsan (CNN Indonesia.com, 11/11/2022).
Sebelum ini, beberapa startup Indonesia pada akhirnya juga harus gulung tikar, antara lain Airy Rooms, Stoqo, Qlapa, dan Sorabel. PHK massal ini disebabkan startup harus menyesuaikan diri karena perubahan model bisnis dan skema pasar. Selain itu, kondisi ekonomi yang berubah dan terjadinya resesi atau pelemahan ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Jika banyak perusahaan melakukan PHK, jumlah pengangguran akan makin meningkat. Artinya, jumlah kepala keluarga yang tidak bisa memenuhi kebutuhan keluarganya akan makin banyak. Hal demikian akan mengancam tatanan sosial di masyarakat sebab tingkat kemiskinan yang tinggi dapat disertai dengan kriminalitas yang tinggi pula. Bagi perusahaan, PHK pun bagai mimpi buruk karena dapat menurunkan daya beli masyarakat.
Kondisi ini menyebabkan pendapatan perusahaan menurun karena arus kasnya terhambat. Inilah penyebab banyak perusahaan terpaksa gulung tikar. PHK juga berdampak bagi negara. Pemerintah membutuhkan anggaran untuk berbagai masalah yang muncul akibat tingginya pengangguran. Di sisi lainnya, penerimaan negara (pajak) akan menurun karena objek pajaknya mengalami penurunan kinerja. Inilah multiple-effect dari PHK yang pada akhirnya akan menggoyang stabilitas perekonomian negara.
Sebenarnya, jika kita telisik, masifnya PHK bukan hanya terjadi pada perusahaan startup, perusahaan yang sudah dianggap stabil pun tidak lepas dari fenomena ini. Lihat saja kejatuhan ekonomi AS saat dihantam kolapsnya bisnis properti. Harga aset atau properti yang semula tinggi, bisa tiba-tiba terjun bebas hingga hilang nilai sama sekali. Lonjakan harga aset yang didorong oleh perilaku pasar yang bersemangat inilah yang telah menciptakan gelembung.
Gelembung biasanya dikaitkan dengan perubahan perilaku investor sehingga harga aset yang jauh melebihi nilai intrinsiknya bisa tiba-tiba pecah alias harga aset jatuh mengikuti perilaku investor. Fenomena ini lazim terjadi pada pasar saham, bisnis properti atau real estate, termasuk bisnis startup. Hal ini terjadi saat ada pergantian pemain kunci sehingga pola bisnis juga otomatis ikut berubah. Inilah karakter bawaan ekonomi kapitalisme yang selalu menciptakan bubble ekonomi.
Menurut Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik J. Rachbini, PHK massal di banyak startup ini disebut bubble burst. Melansir Investopedia (29/5/2022), fenomena ekonomi bubble burst adalah ledakan gelembung ekonomi, yaitu terjadi pertumbuhan ekonomi (eskalasi atau kenaikan nilai pasar yang cepat) yang terlalu tinggi, tetapi juga diiringi dengan kejatuhan yang relatif cepat. Inflasi yang cepat dalam harga aset ini diikuti penurunan nilai yang cepat atau kontraksi.
Fenomena inilah yang terjadi di startup-startup tersebut. Lonjakan harga aset didorong oleh perilaku pasar yang tinggi dan terkena euforia.
Aset diperdagangkan dengan kisaran harga yang jauh lebih tinggi dari nilai intrinsik aset. Gelembung ekonomi juga disebabkan perubahan perilaku investor yang bisa terjadi kapan saja. Banyak perusahaan yang mendapatkan dana dari investor, tetapi kondisi ekonomi yang memburuk membuat perusahaan bangkrut. Hal ini biasa terjadi di pasar saham atau sektor ekonomi nonriil yang terjadi dalam sistem ekonomi kapitalisme.
Startup dengan bisnis yang berbasis internet mengeluarkan produk berupa aplikasi yang berbentuk digital dan jasanya beroperasi melalui website. Untuk tumbuh dan berkembang, startup butuh dana dari investor. Munculah perusahaan-perusahaan modal ventura (VC) yang dibentuk untuk memberikan investasi kepada perusahaan-perusahaan startup. Sebagai imbal baliknya, VC mendapatkan saham dari perusahaan startup tersebut.
Indonesia merupakan target pasar yang besar bagi para investor bisnis. Startup adalah jalan termudah dan termurah untuk mengembangkan bisnis. Hal ini yang menjadi magnet bagi para investor (baik investor lokal maupun asing) untuk menanamkan modal investasinya di perusahaan-perusahaan startup di Indonesia. Saat valuasi perusahaan makin tinggi, perusahaan bisa dijual dengan harga yang sangat tinggi atau melakukan Initial Public Offering (IPO) atau penawaran saham perdana ke publik dengan harga saham per lembar yang tinggi. Saat itulah perusahaan dan investor mendapat keuntungan.
Permainan bisnis startup inilah yang nantinya bisa mengguncang ekonomi karena fokus investasinya pada sektor ekonomi nonriil sehingga rentan terjadi penggelembungan ekonomi, bahkan bisa pecah. Jika terjadi guncangan di bidang ekonomi atau politik, misalnya, harga saham bisa turun drastis seketika akibat kepercayaan (trust) publik yang anjlok. Kelabilan kondisi ini yang menjadi penyebab utama mudahnya perusahaan startup melakukan PHK massal.
Kondisi ini akan terus berulang sebab fondasi sistem ekonomi kapitalisme dibangun dari struktur ekonomi semu, yaitu sektor nonriil. Pakar Ekonomi Syariah Dwi Condro, P.hD. menjelaskan, pertumbuhan sistem ekonomi kapitalisme bertumpu pada tiga pilar utama. Pertama, sistem mata uang kertas yang tidak di-back up emas sehingga basisnya pada kepercayaan (trust), bukan nilai intrinsiknya. Kedua, sistem utang-piutang berbasis bunga (interest). Ketiga, sistem investasinya berbasis perjudian (spekulasi).
Sistem investasi ini diwujudkan dengan bentuk jual beli saham, sekuritas, dan obligasi di sistem pasar modal. Ketiga pilar ekonomi ini memang mempercepat pertumbuhan ekonomi, tetapi pertumbuhannya semu. Pertumbuhan ekonomi yang terjadi hanya berputar-putar pada uang kertas, kertas utang, dan saham; tidak banyak berkontribusi besar pada ekonomi riilnya, kecuali hanya sedikit. Ini pula yang melanda perusahaan startup saat ini sehingga hanya dengan isu perang, gelembung ini bisa meledak. Oleh karenanya, selama platform sistem ekonomi dunia berbasis kapitalisme, bubble brust tidak mungkin bisa dihindari. Salah satu dampaknya adalah gelombang PHK yang massif.
Islam sebagai agama yang mengatur seluruh sendi kehidupan juga telah mengatur aktivitas perekonomian tentang apa saja yang boleh dan yang haram dilakukan. Sistem ekonomi Islam mengatur pembangunan dan pengembangan ekonomi yang benar, yaitu harus bertumpu pada pembangunan sektor riil, bukan nonriil. Dari sini saja, akan potensi terjadinya bubble brust akan hilang.
Dalam sistem ekonomi Islam, seluruh bisnis yang ada harus bertumpu pada sektor riil, termasuk startup sehingga nilai aset akan sesuai dengan nilai intrinsiknya. Ini karena diperjualbelikan dengan nyata di pasar riil, bukan pasar saham yang bersifat spekulatif. Sistem mata uang pun akan stabil karena di-back up emas sehingga nilai mata uang relatif stabil. Semua ini menjadikan sistem ekonomi Islam tahan krisis dan tidak pernah mengalami bubble ekonomi.
Selain itu, dalam Islam, yang wajib menyediakan lapangan pekerjaan bagi warganya adalah negara. Negara tidak bergantung pada swasta dalam menyelesaikan permasalahan pengangguran. Negara akan menjamin terpenuhinya seluruh kebutuhan asasi seluruh rakyatnya, bahkan kebutuhan sekunder dan tersiernya. Sistem ekonomi Islam pun memiliki mekanisme baku dalam kepemilikan sehingga kepemilikan swasta dibatasi hanya pada apa-apa saja yang dibolehkan oleh syariat.
Syariat membaginya menjadi tiga bagian: kepemilikan individu, umum, dan negara. Dengan demikian, swasta apalagi asing tidak bisa mencaplok kepemilikan umum. Hal tersebut untuk mencegah adanya hegemoni perekonomian dari pihak kuat pada yang lemah. Dari sini akan lahir persaingan ekonomi yang sehat, tidak akan ada perusahaan yang menggurita hingga akhirnya menguasai SDA yang dibutuhkan umat. Selain itu, negara yang mengelola SDA-nya sendiri akan mampu mengurusi kebutuhan umat dan mendatangkan sumber pemasukan baitulmal yang melimpah.
Jika negara tidak mengutamakan sektor riil, industri tidak menjadi prioritas dan produksi negara menjadi tidak ada. Sama saja dengan bergantung pada produk negara lain. Dampaknya, kita akan terus-menerus bergantung impor. Islam tidak bergantung kepada investasi asing karena hal itu bisa menjadikan ketergantungan terhadap negara lain. Dengan demikian, sistem ekonomi Islam mencegah terjadinya bubble burst. Negara Islam kafah mengembangkan tiga sektor industri, yaitu industri berat, industri strategi berbasis militer, dan di bidang ekonomi untuk memenuhi kebutuhan rakyat.
Untuk menjalankan tiga industri ini, negara harus menjadi negara berdaulat berlandaskan ideologi Islam dalam bentuk negara Khilafah Islamiah. Negara akan menerapkan sistem ekonomi Islam yang mencakup tentang perolehan harta kekayaan dan pemanfaatannya, baik untuk kebutuhan konsumsi maupun distribusi. Asas sistem ekonomi Islam berdiri di atas tiga pilar, pertama, cara harta diperoleh (menyangkut kepemilikan); kedua, terkait pengelolaan kepemilikan; dan ketiga, terkait distribusi kekayaan di tengah masyarakat agar tidak terjadi kesenjangan ekonomi.
Keuangan negara yang kuat akan mampu menjadi sumber pendanaan para pebisnis sehingga tidak dibutuhkan perusahaan venture capitalist yang berbasis riba dalam pendanaan perusahaan startup. Perusahaan startup juga akan sangat berkontribusi pada perekonomian umat karena semua berjalan pada ekonomi riil. Para pegawainya tidak takut terkena PHK karena fenomena bubble brust tidak akan melanda.
Sistem ekonomi Islam menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok per individu rakyat, bukan per kapita sehingga negara betul-betul me-riayah (mengurusi) rakyatnya dengan sungguh-sungguh, tidak sekadar mencari untung untuk kepentingan segelintir orang atau swasta. Sungguh, sistem ekonomi kapitalisme bertentangan dengan sistem ekonomi Islam. Sistem ekonomi kapitalisme hanya mengutamakan keuntungan, bukan kesejahteraan rakyat.
Oleh karena itu, jika sistem ekonomi Islam menjadi platform ekonomi dunia, bubble brust juga krisis ekonomi yang kerap terjadi pada sistem ekonomi kapitalisme akan mampu dihindari. Perusahaan startup akan fokus pada inovasinya dalam teknologi internet untuk kebaikan umat manusia. Kehidupan umat manusia pun akan terliputi keadilan dan kesejahteraan karena tingginya peradaban Islam.
Oleh: Nor Faizah Rahmi, S.Pd.I
Praktisi Pendidikan & Pemerhati Remaja
0 Comments